Press Release Economic Discussion 2: Penggunaan Mata Uang Yuan-Rupiah dalam Perdagangan Bilateral Indonesia-China

by Research Division HIMA ESP FEB UNPAD

Saat ini sistem perdagangan internasional menjadi hal yang lumrah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam negaranya dengan biaya yang lebih murah dan proses yang lebih efisien. Mata uang yang diakui oleh dunia internasional adalah Dollar. Sejak tahun 1944 dengan adanya Perjanjian Bretton Woods, disepakati oleh 44 negara sekutu bahwa Dollar Amerika Serikat menjadi mata uang dunia secara resmi dijamin dengan cadangan emas terbesar di dunia. Amerika Serikat menjamin bahwa Dollar Amerika Serikat dapat ditukarkan dengan emas jika diminta. Setelah Perang Dunia II, mata uang yang masih stabil saat itu adalah Dollar, sedangkan mata uang lainnya memburuk. Hal tersebut memperkuat alasan Dollar menjadi mata uang internasional sampai saat ini. Seluruh kegiatan perekonomian dalam dunia internasional menjadikan Dollar Amerika Serikat sebagai patokannya.

Local Currency Settlement (LCS) adalah penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan di dalam wilayah salah satu negara dengan menggunakan mata uang lokal negara tersebut. LCS dilakukan untuk mengurangi ketergantungan akan mata uang dunia (Dollar Amerika Serikat) dalam perdagangan antarnegara. Selain itu, semakin meningkatnya jumlah perdagangan antar negara di Asia, termasuk Indonesia, hingga mencapai 25% dari perdagangan dunia menjadi alasan lain mengapa LCS perlu dilakukan. Langkah LCS tengah digencarkan oleh Bank Indonesia yang bekerja sama dengan Bank Sentral negara-negara tujuan. Dalam implementasinya, LCS akan melaksanakan kerjasama berbasis Appointed Cross Currency Dealer (ACCD) antara beberapa bank umum di masing-masing negara yang berperan dalam LCS tadi. Sehingga, negara yang bekerja sama dalam penggunaan mata uang lokal dalam LCS ini dapat melakukan transaksi di bank-bank umum yang terpilih sebagai bank ACCD. Transaksi tersebut meliputi: pembukaan rekening dalam mata uang lokal ataupun uang negara mitra, pembiayaan perdagangan dalam mata uang negara mitra, transaksi Rupiah terhadap mata uang negara mitra, hingga transfer dana.

Bank Indonesia menerbitkan peraturan penyelesaian transaksi perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal (local currency settlement) melalui Bank, yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/11/PBI/2017. Pengaturan Local Currency Settlement (LCS) bertujuan untuk mendukung kestabilan nilai tukar Rupiah, dengan cara mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan USD dalam penyelesaian transaksi perdagangan bilateral antara Indonesia dengan negara mitra. Melalui peraturan ini juga diharapkan dapat mengurangi biaya transaksi valas terhadap Rupiah dengan terjadinya kuotasi harga secara langsung (direct quotation) antara Rupiah dengan beberapa mata uang negara mitra sehingga dapat mengembangkan pasar mata uang regional dan memperluas akses pelaku usaha untuk membayar kewajibannya dalam mata uang lokal.

Beberapa negara yang telah menjalin kerjasama LCS dengan Indonesia antara lain, Thailand, Malaysia, Jepang, serta yang terbaru adalah China. Kesepakatan pembentukan kerangka kerja sama Indonesia dan China resmi dimulai pasca Gubernur Bank Indonesia ‒ Perry Warjiyo dan Gubernur People’s Bank of China (PBC) ‒ Yi Gang menyepakati pembentukan kerangka kerjasama penggunaan mata uang lokal untuk perdagangan bilateral dan investasi langsung. Kesepakatan tersebut tertuang dalam penandatanganan Nota Kesepahaman pada 30 September 2020. Kerja sama ini dapat diperkuat melalui sharing informasi dan diskusi secara berkala antara otoritas Indonesia dan China.

Beberapa peluang keuntungan yang dapat dapat dirasakan oleh Indonesia dan China setelah melakukan LCS antara lain:

  1. Mengurangi ketergantungan yang tinggi terhadap Dollar AS.

Dengan penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan, sudah tentu akan mengurangi ketergantungan Indonesia maupun China terhadap penggunaan mata uang Dollar AS. Jika ketergantungan ini dapat teratasi, maka secara tidak langsung sudah meminimalisir depresiasi Rupiah. Apalagi dengan kondisi ketergantungan Indonesia terhadap Dollar AS dikatakan tinggi karena menyumbang sekitar 90% dari seluruh transaksi luar negeri di Indonesia.

2. Memperkecil risiko kurs

Dengan ketergantungan yang semakin berkurang, resiko kurs juga akan semakin kecil. Misalnya saat pengkonversian yang sudah dilakukan oleh investor, yang juga akan menimbulkan risiko kurs. Terutama ketika Dollar AS menguat terhadap Rupiah, maka importir di Indonesia harus mengeluarkan Rupiah dalam nominal yang lebih banyak. Padahal produk yang dibeli adalah produk dari negara yang tidak menggunakan Dollar AS. Sebaliknya, dengan adanya kerja sama mata uang lokal, risiko kurs dapat mengecil dan bahkan hilang, sehingga total harga impor yang seharusnya dikeluarkan dapat lebih baik dan harga menjadi lebih efisien. Lantaran kuotansi harga Rupiah dilakukan secara langsung, tidak melalui USD lagi, sehingga kurs cenderung lebih baik.

3. Dapat menekan tingkat volatilitas

Volatilitas adalah perhitungan yang menentukan naik dan turunnya harga pada saham atau valuta asing. Ketergantungan Indonesia terhadap Dolar AS adalah risiko volatilitas yang semakin meningkat jika ada sentimen negatif yang tengah berkembang di pasar keuangan global. Kondisi tersebut dapat memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia. Untuk itu, kerja sama mata uang lokal dapat membantu mengurangi risiko volatilitas nilai tukar Rupiah, sehingga dapat meredam potensi keluarnya dana asing dari pasar keuangan Indonesia.

4. Tidak perlu mengkonversikan mata uang

Kerja sama mata uang lokal ini akan mempermudah transaksi perdagangan antar negara, di mana Indonesia dan China tidak perlu lagi melakukan konversi mata uang masing-masing atau sebaliknya. Misalnya dalam transaksi internasional, yaitu kegiatan importir harus melakukan konversi mata uang lokal ke Dolar AS, baru kemudian berdagang atau berinvestasi.

5. Memberikan manfaat efisiensi dan memberikan lebih banyak pilihan pembayaran bagi pelaku usaha

Keuntungan dalam kerja sama perdagangan ini dapat mengurangi biaya transaksi yang dibutuhkan oleh pelaku usaha, serta meningkatkan efisiensi dalam settlement perdagangan. Selain itu, kerja sama ini dapat dijadikan sebagai pemilihan mata uang dalam melakukan settlement transaksi perdagangan, sehingga akan mengurangi risiko nilai tukar dan akan meminimalisir resiko kerugian di tengah kondisi global yang bergejolak.

Selain sisi positif, terdapat sisi negatif yang dapat terjadi bagi Indonesia atas kerjasama menggunakan sistem LCS ini. Jika kerjasama perdagangan bilateral menggunakan mata uang lokal kedua negara, maka devisa yang masuk ke masing-masing negara adalah mata uang mitra dagangnya. Artinya, mata uang Yuan akan terkumpul sebagai cadangan devisa di Indonesia. Hal ini akan menyebabkan cadangan devisa negara Indonesia akan berupa mata uang Yuan. Selain itu, kerugian yang mungkin terjadi adalah saat Indonesia berdagang dengan mitra dagang negara lain yang menggunakan USD. Dalam hal ini, Yuan jelas menjadi tidak terpakai dan akan kesulitan saat bertransaksi ke negara selain China. Hal tersebut dapat menjadi dampak buruk, yakni dapat menjadi ketergantungan Indonesia kepada China.

Setelah menandatangani perjanjian ini, Indonesia harus segera menetapkan aturan main untuk memastikan bahwa peningkatan penggunaan Yuan akan menguntungkan kedua belah pihak, tidak hanya China. Pada saat yang sama, Indonesia juga perlu menentukan langkah guna mengantisipasi kebijakan devaluasi China agar tidak akan memberikan dampak buruk pada masa depan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mendiversifikasi impor Indonesia dari negara selain China. Cara lainnya adalah mendorong investasi di sektor pertanian yang diharapkan akan mengurangi ketergantungan impor terhadap Negeri Tirai Bambu tersebut. Mendiversifikasi mitra dagang dengan negara lain dan menjalin kerja sama untuk menggunakan mata uang negara lain dalam transaksi perdagangan juga akan menyeimbangkan ketergantungan Indonesia terhadap Yuan.

Indonesia dan China adalah mitra dagang yang memiliki pangsa pasar yang besar satu sama lain. Dalam praktiknya, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 nilai ekspor Indonesia ke China sebesar US$ 27,13 dan pada 2019 nilai ekspor Indonesia ke China sebesar US$ 27,96 miliar. Kemudian impor pada tahun 2018 tercatat sebesar US$ 44,90 miliar dan pada tahun 2019 impor dari China ke Indonesia sebesar US$ 45,53 miliar. Adapun pada periode 2020 nilai perdagangan Indonesia atas China selalu mencatatkan defisit. Namun, pengimplementasian LCS dengan China dan negara-negara lainnya perlu diikuti pula kontribusi para pelaku usaha di Indonesia maupun China untuk menggunakan mata uang Yuan-Rupiah.

Pertanyaan untuk diskusi:
1. Apa saja tantangan atau yang dapat menjadi penghambat penggunaan Yuan-Rupiah dalam perdagangan bilateral tersebut?

2. Menurut Anda, apakah penggunaan Yuan –Rupiah dalam perdagangan bilateral akan menjadi tren positif (banyak digunakan oleh pelaku usaha) dan dapat menurunkan ketergantungan terhadap Dolar secara signifikan?

3. Menurut Anda, apakah penggunaan sistem Local Currency Settlement di Indonesia akan menstabilkan mata uang di antara negara yang bermitra dagang secara signifikan? Mengapa demikan?

Jawaban:

Kelompok 1 (Anggota: Reza, Zzam, Reyhan, Erdji, Faishal):

1. – Tantangannya China yang sering menerapkan devaluasi yang menyebabkan harga barang China lebih murah dan kompetitif barang di indonesia makin besar,
– Apabila sewaktu-waktu terjadi shock dalam perekonomiannya, masalah independensi tidak menutup kemungkinan bank sentral China dan Bank Indonesia akan ada saling intervensi kebijakan politik ekonomi, dan
– Komoditas Indonesia-China jika mampu beradaptasi dapat membangun industri bahan baku (membeli bahan baku di China, mengolah di Indonesia, dan mengekspor ke China), selain itu secara sejarah, apabila Indonesia terlalu intim bekerja sama dengan China dikhawatirkan adanya pandangan negara-negara barat terhadap Indonesia yang semakin mendekati Blok China (dampak sosio-politik).

2. – Rupiah berpeluang untuk menjadi mata uang yang dapat digunakan di luar negeri (fenomena apresiasi lebih muda terjadi), dampak postif lainnya antara Indonesia dan China memberikan keleluasaan dalam bekerjasama ekonomi. Selain itu, konsumsi rumah tangga banyak komoditas yang diimpor dari China, otomatis pangsa ekspor China berasal dari Indonesia,
– Ada tren positif yang meningkat dari ekspor dan impornya, di lihat dari efektivitas, USD digunakan sebagai mata uang dunia karena economy based yang kuat di Amerika Serikat, namun China juga memiliki economy based yang kuat pula. LCS diharapkan dapat menjadi tren positif antara Indonesia-China, dan
– Akan ada tren positif dan dilakukan oleh banyak pelaku usaha karena dengan adanya LCS ini pelaku usaha memiliki efisiensi dan banyak memiliki banyak pilihan dalam pembayaran impor ekspor.

3. – Secara jangka panjang dapat menstabilkan Rupiah. LCS diberlakukan untuk mengurangi ketergantungan USD. Namun, dalam jangka pendek belum tentu dapat mentabilkan mata uang karena banyak faktor yang mempengaruhinya serta tanda tangan nota kesepahaman baru di tanda tangani dekat- dekat ini ditambah lagi adanya Covid-19. Mekanisme LCS harus diikuti dengan adanya sinergi antara 3 bank sentral yang memungkinkan terjadinya adanya lagging dan berpotensi kuatnya volatilitas dalam jangka panjang. Pada jangka pendek, volatilitas akan meningkat namun dengan tren yang lebih melambat karena membutuhkan sinergi 3 bank sentral sekaligus yang memiliki indepedensi lembaga masing-masing.
– Untuk jangka pandek belum secara signifikan dapat menstabilkan mata uang, dikarenakan sekarang terjadi resesi dan krisis. Dengan adanya mekanisme LCS ini, para penguasaha dan konsumen di kedua negara memerlukan penyesuaian diantara bank sentral di negara mitra.

Kelompok 2 (Anggota: Fidia, Azka, Harits, Faishal Hilman, Alexander) :

1. Pemerintah kurang melakukan sosialisasi terkait penggunaan LCS, sehingga minat investor kurang tinggi. Selain itu, kebijakan China yang terus menerus melakukan devaluasi membuat kondisi cadangan devisa negara tidak terlalu besar.

2. Diprediksi dalam jangka pendek kegiatan ini akan memiliki tren positif karena banyak proyek yang dibangun antara Indonesia dengan China. Tapi dalam jangka panjang mungkin tren akan negatif karena China berencana untuk tidak menggunakan batubara kedepannya, sedangkan ekspor indonesia ke China paling besar adalah ekspor barang mentah.

3. Jika LCS dijalankan maka kestabilan mata uang antarnegara yang bermitra akan stabil, tapi untuk dunia international belum tentu, karena dolar tetap menjadi acuan di dunia. Jika ingin stabil secara global, gunakan LCS di seluruh transaksi.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s