by Research Division HIMA ESP FEB UNPAD
- Konsep Egalitarianisme
Egalitarianisme merupakan sebuah konsep yang secara etimologis berasal dari bahasa Prancis Egal yang berarti sama. Egalitarianism mengandung arti suatu paham yang menjunjung kesamaan kedudukan antar manusia. Bila merujuk pada KBBI egalitarianisme dapat dipandang juga sebagai suatu doktrin yang menganggap bahwa manusia ditakdirkan memiliki derajat yang sama, selain itu egalitarianism juga dapat dipandang sebagai asas yang memandang kelas – kelas social yang berbeda dalam masyarakat pada dasarnya sama (Fink, 2003).
Secara historis egalitarianism memiliki arti penting sebagai prinsip hadirnya Revolusi Prancis. Prinsip ini bersanding dengan dua prinsip lain liberte (kebebasan) dan fraternite (persaudaraan), mendorong pendobrakan terhadap system feudal di Prancis. Pembedaan kualitas hidup masyarakat jelata dengan kaum klerus (rohaniawan) dan nobles (bangsawan) memantik semangat revolusi tersebut.
Paparan diatas menunjukan bahwa egalitarianism yang menjunjung tinggi persamaan dapat mendorong lahirnya peristiwa besar yang merubah suatu system. Secara umum diskrepansi social, ekonomi, politik, dan budaya dapat mendorong hadirnya pola serupa dalam suatu masyarakat, yaitu pola revolusioner yang dapat menggubah struktur social suatu masyarakat. Oleh karena itu, egaliterianisme dapat menjadi semangat pendorong perubahan masyarakat.
2. Konsep Bonus Demografi
Penduduk merupakan salah satu “bumbu utama” dalam menghadirkan kondisi ekonomi yang baik dalam suatu Negara. Penduduk dalam suatu Negara dapat dibagi menjadi penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) dan usia non-produktif (diluar usia produktif). Bila semakin banyak usia produktif dalam Negara dibandingkan usia non-produktif, hal ini dapat menjadi suatu engine of growth bagi Negara tersebut. Kondisi yang disinggung tadi menunjukan suatu keadaan yang dimaksud Bonus Demografi. Bonus demografi adalah kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif melebihi penduduk usia non-produktif(Kharisma et al., 2019).
Bonus demografi ini dapat menghadirkan sejumlah kemanfaatan pada suatu Negara. Setidaknya ada dua hal yang diterima oleh suatu Negara dengan bonus demografi ini, pertama dengan hadirnya bonus demografi ketersediaan tenaga kerja produktif untuk proses produksi industry semakin terjamin, dan kedua munculnya bonus demografi dapat mendorong ketersediaan human capital dalam suatu Negara.
Di sisi lain, bila keberlimpahan peduduk usia produktif tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik malah menghasilkan sejumlah permasalahan. Permasalahan tersebut dapat berupa kemiskinan yang semakin parah, kesenjangan social, dan berbagai masalah social lainnya. Maka bila bonus demografi tidak menghadirkan kemanfaatan pada suatu Negara atau malah menghadirkan kondisi sebaliknya ini menghadirkan konsep lain yang disebut ledakan penduduk.
3. Egalitarianisme, Bonus Demografi, & Kesenjangan Gender
Bila dilihat secara demografi, berdasar pada data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2017 komposisi laki – laki dan perempuan di Indonesia cenderung seimbang, yaitu 50,24% penduduk Indonesia adalah laki – laki dan 49,76% adalah perempuan. Namun secara global Indonesia menuai “prestasi” 10 besar ranking Kesenjangan Gender Asia – Pasifik, dengan nilai Indeks Kesenjangan Gender berjumlah 0,691 berdasarkan data Investing in Woman (Katadata, 2018). Hal ini tentunya berimplikasi pada konsep egalitarianism dan bonus demografi di Indonesia.
Bonus demografi yang dipandang sebagai peluang bagi suatu Negara untuk meningkatkan struktur ekonominya dapat terhambat bila penduduk tidak memiliki kesetaraan dalam bidang – bidang kehidupan utamanya social dan ekonomi. Kesenjangan yang merupakan lawan dari prinsip egalitarianism, mendorong potensi dari bonus demografi hanya dinikmati oleh beberapa kelompok masyarakat saja. Dalam konteks diatas kesenjangan gender dapat membuat kemanfaatan bonus demografi hanya berartikulasi pada laki – laki saja sedangkan perempuan termarjinalkan.
Perempuan telah lama hanya dijadikan sebagai objek semata, bukan sebagai subjek. Struktur masyarakat Indonesia yang lama dikuasai oleh system feudal, dimana kekuasaan patriarki amat mendominasi membuat kedudukan perempuan dikesampingkan. Perempuan yang dianggap sebagai makhluk yang irrasional dan selalu mengedepankan perasaan saja, dianggap tidak cocok untuk mengurusi urusan “kantoran”, tapi lebih cocok untuk urusan “rumahan”.
Bila perempuan diberi kesempatan yang sama dalam bidang – bidang kehidupan, maka kemanfaatan bonus demografi semakin terasa oleh masyarakat. Perempuan dapat menjadi sumber tenaga kerja produksi bagi suatu Negara dan dengan kesempatan yang sama perempuan merupakan human capital bagi pembangunan Negara. Bahkan kemanfaatan kesetaraan gender berpengaruh secara global, berdasar pada penelitian McKinsey Global Institute kesetaraan gender dapat menambah $12 triliun PDB dunia atau setara dengan jumlah PDB Jepang, Jerman, & Inggris (How Advancing Women’s Equality Can Add $12 Trillion to Global Growth | McKinsey, n.d.).
Pandangan yang amat patriarki tentunya bertolak belakang dengan semangat egalitarianism. Kesetaraan perempuan dalam bidang kehidupan akan melancarkan potensi dari bonus demografi. Dengan kata lain, semakin setara suatu masyarakat (termasuk dalam hal gender) mendorong kesejahteraan dalam suatu Negara semakin baik.
4. Potret Kesenjangan Gender Menghadapi Bonus Demografi
Kesetaraan menjadi suatu hal yang penting dalam menghadapi bonus demografi. Hal ini terkait dengan kebutuhan lapangan kerja dan tenaga kerja yang semakin dibutuhkan ketika jumlah penduduk usia produktif semakin bertambah banyak. Menurut Todaro (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk pada akhirnya meningkatkan jumlah angkatan kerja. Berdasarkan keadaan tersebut, potensi kesenjangan gender dalam memenuhi ketersediaan lapangan kerja akan semakin besar karena jumlah angkatan kerja meningkat.
Konsep egaltarianisme pun berlawanan dengan masalah kesenjangan gender karena persoalan ini tidak berhenti pada seberapa besar perempuan terlibat dalam pasar tenaga kerja, tetapi juga ketika perempuan telah memasuki pasar kerja. Adapun keadaan ini dapat dijelaskan melalui data indeks kesenjangan gender yang mencakup beberapa dimensi, seperti kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan aktivitas ekonomi. Kesehatan reproduksi diukur melalui angka kematian ibu dan angka kelahiran remaja. Pemberdayaan diukur dengan porsi kedudukan jabatan yang dipegang oleh perempuan dan pencapaian di pendidikan menengah dan tinggi menurut gender. Sementara itu, aktivitas ekonomi diukur melalui tingkat partisipasi angkatan kerja dari setiap gender.
Indonesia memiliki nilai Indeks Kesenjangan Gender sebesar 0,451 dimana hal menduduki posisi ke 103 dari 162 negara pada pengukuran indeks tahun 2018. Di Indonesia sebanyak 19,8% porsi kedudukan jabatan di kursi parlemen ditempati oleh perempuan dan sebanyak 44,5% remaja perempuan setidaknya mencapai tingkat pendidikan menengah jka dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 53,2%. Dari setiap 100.000 kelahiran, terdapat 126,0 wanita yang meninggal dunia karena penyebab terkait kehamilan dan angka kelahira remaja adalah 47,4 kelahiran per 1.000 wanita usia 1.000 wanita usia 15-19 tahun. Sementara itu, partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja adalah 52,2% dibandngkan 82,0% untuk laki-laki.
Jika melihat pada data diatas, di Indonesia masih terdapat ketimpangan gender khususnya dalam mempersiapkan angkatan kerja penduduk usia produktif dalam menyongsong bonus demografi yang akan dihadapi.Oleh karena itu, dalam membangun prinsip egalitarianisme dalam mempersiapkan bonus demografi merupakan suatu tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk tetap mengedepankan kesetaraan.
5. Rasio Ketergantungan Penduduk
Bonus demografi yang merupakan kesempatan emas bagi penduduk usia produktif di Indonesia mengindikasikan adanya transisi demografi dimana terjadi penurunan tingkat kematian yang diiringi oleh penurunan tingkat kelahiran. Terlepas dari hal itu, ketergantungan penduduk yang besar akan menghambat potensi dari adanya transisi demografi tersebut. Keadaan ini berdasar pada indikator rasio atau angka ketergantungan penduduk sebagai hasil proses penurunan tingkat kematian dan penurunan tingkat fertilitas di dalam jangka panjang (Adioetomo, 2011).
Untuk memanfaatkan potensi bonus demografi dari adanya proses transisi demografi secara berkelanjutan, pertama-tama tingkat kematian harus ditekan dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang merata antara di daerah dan di kota. Setelah itu, seiring berjalannya waktu tingkat fertilitas bayi akan menurun sehinnga kedua hal ini membuat pergeseran pada distibusi penduduk yang pada akhirnya akan menurunkan rasio ketergantungan penduduk usia non-produktif dan usia produktif.
Berdasarkan data diatas, didapati bahwa rasio ketergantungan Indonesia mengalami penurunan secara bertahap dari periode tahun 1970 sampai 2010. Hal ini menandakan bahwa jumlah penduduk usia produktif terus meningkat dibandingkan dengan penduduk non-produktif. Sementara itu, nilai rasio ketergantungan yang tinggi disebabkan karena tingginya penduduk anak-anak atau penduduk lansia. Nilai rasio ketergantungan tersebut dapat menjadi salah satu indikator yang mengindikasikan kemajuan ekonomi Indonesia dalam menghadapi bonus demografi di masa depan.
Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian diatas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara egalitarianism dan bonus demografi. Bonus demografi yang menunjukan kondisi dimana penduduk usia produktif berada diatas tingkat penduduk usia non-produktif, mendorong hadirnya kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan agar kemanfaatan dapat diperoleh lebih menyeluruh.
Konsep kesetaraan ini juga erat kaitannya dengan ketimpangan gender. Ketimpangan gender dapat berpengaruh pada kemanfaatan dari bonus demografi, karena semakin setara posisi gender di suatu Negara maka kemanfaatan bonus demografi pada struktur ekonomi semakin terasa. Namun sayang dalam kasus di Indonesia, indikator – indikator ketimpangan masih buruk bahkan menduduki posisi 103 dari 162 negara. Namun disisi lain rasio ketergantungan di Indonesia semakin membaik selama 40 tahun terakhir, dikarenakan meningkatnya penduduk usia produktif di Indonesia.
Daftar Pustaka
Fink, H. (2003). Filsafat sosial : Dari Feodalisme hingga Pasar Bebas (Kamdani (ed.)). Pustaka Pelajar.
How advancing women’s equality can add $12 trillion to global growth | McKinsey. (n.d.). Retrieved November 10, 2020, from https://www.mckinsey.com/featured-insights/employment-and-growth/how-advancing-womens-equality-can-add-12-trillion-to-global-growth
Katadata. (2018). Kesetaraan Gender Kunci Pertumbuhan Ekonomi – Keuangan Katadata.co.id. https://katadata.co.id/timpublikasikatadata/finansial/5e9a55e514525/kesetaraan-gender-kunci-pertumbuhan-ekonomi
Kharisma, B., Remi, S. S., Wildan, D., Prasetio, D., Ramadhan, H., Riansyah, J., Anggi, K., Gusmanita, L., Herlambang, M., Noormansyah, Y., & Mario, J. (2019). Bonus Demografi Sebuah Perspektif Menumbuhkan Ekonomi di Pulau Jawa. Unpad Press.
Nurkholis, A. (2010). Evaluasi Kondisi Demografi Secara Temporal Di Provinsi Bengkulu: Rasio Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Penduduk. 1–15.
Hakim, D. W. (1982). MODAL MANUSIA INDONESIA DALAM ERA BONUS DEMOGRAFI. 000(1).
Kharisma, B., Remi, S. S., Wildan, D., Prasetio, D., Ramadhan, H., Riansyah, J., … Mario, J. (n.d.). BONUS DEMOGRAFI SEBUAH PERSPEKTIF DALAM MENUMBUHKAN EKONOMI DI PULAU JAWA.
Mukri, S. G. (2018). Menyongsong Bonus Demografi Indonesia. 2, 51–52.