By: Research Division
Setiap negara menginginkan keharmonisan, keadilan dan kedamaian. Keharmonisan, keadilan, dan kedamaian dalam sebuah negara akan terwujud apabila negara itu memiliki sistem pemerintahan yang baik dan masyarakat yang bahagia dan peduli terhadap sesama. Sistem pemerintahan yang baik yang dimaksud adalah bahwa dalam suatu negara ada yang memimpin dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat, sedangkan masyarakat yang bahagia dan peduli yang dimaksud adalah saling membantu sesama lain tanpa mementingkan ego masing-masing dan tanpa merasa tidak bahagia. Negara seperti ini adalah dambaan semua masyarakat yang dimaksud dengan Utopia.
Istilah Utopia berasal dari bahasa Yunani yang diciptakan oleh Sir Thomas More melalui karyanya berupa buku yang berjudul “Utopia” yang menggambarkan suatu masyarakat pulau khayalan di Samudra Antlantik. Utopia sebenarnya lebih merujuk ke sebuah komunitas dan masyarakat yang didamba-dambakan semua orang yang nyaris sempurna. Tetapi sesungguhnya komunitas atau masyarakat ini bersifat khayalan, atau lebih tepatnya tidak akan pernah ada. Alasannya karena untuk mewujudkan Utopia itu sangat sulit dan tidak mungkin. Dikatakan sulit karena utopia hanya ada di angan-angan. Misalnya seorang pemimpin negara mempunyai cita-cita untuk mewujudkan sebuah negara yang adil dan makmur. Namun, untuk mewujudkan cita-cita seperti itu tidaklah mudah dan bahkan tidak mungkin kalau dalam suatu negara terdapat pemimpin-pemimpin yang cenderung konservatif, artinya selalu menentang segala sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan dan keinginan mereka. Atau juga dalam sebuah negara terjadi pergolakan politik, misalnya pergolakan politik yang baru-baru terjadi sekarang ini adalah Turki dan beberapa negara lain yang mengalami pergoalakan politik. Akhirnya, konsep untuk mewujudkan sebuah negara yang adil dan makmur hanyalah merupakan sebuah konsep utopis belaka.
Kegagalan Nyata Utopia
Pada tahun 1957, Mao Zedong pernah mendeklarasikan program pembangunan ekonomi yang disebut dengan “The Great Leap Forward” atau “Lompatan jauh ke depan”. Program pembangunan ekonomi ini bertujuan untuk melipatgandakan hasil produksi industri dan produksi pertanian yang dapat membangun perekonomian Tiongkok. Dalam prakteknya, program ini dilakukan dengan cara mengorganisasikan desa-desa agar dapat bekerja secara maksimal tanpa memperhatikan kesejahteraan mereka. Alhasil, eksperimen ini gagal. Produksi pertanian menurun drastis, baja yang dibuat di desa tidak dipakai, namun Partai Komunis Tiongkok mabuk dengan angka-angka produksi yang dipalsukan.
Situasi ini semakin parah dimana hubungan Tiongkok dengan Uni Soviet putus secara ekonomi. Kelebihan produksi hanyalah kebohongan semata, dan ternyata pemerintah masih mengimpor gandum pada saat itu. Kondisi ini mengakibatkan kelaparan secara massal dan mengakibatkan 30 juta orang mati.
Menurut ekonom Minqi Li, cerita konvensioal soal program “The Great Leap Forward” hanyalah dunia versi utopian komunisnya. Mao berusaha membuat dunia khayalan dengan mengorbankan 30 juta orang hanya untuk tujuan yang masih ragu. Hal ini membuktikan bahwa utopia hanyalah khayalan versi Mao.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa Utopia hanyalah dunia kahyalan, terdapat beberapa alasan bahwa keberadaan Utopia itu tidak akan pernah ada secara nyata.
1. Perpolitikan tidak akan pernah menyetujui spesifikasi keberadaan Utopia.
Semua sistem pemerintahan tidak ada yang sempurna yang mengakibatkan masyarakat yang didambakan tersebut tidak akan pernah ada. Contohnya ialah demokrasi, dimana sistem pemerintahan ini berusaha membuat semua warga negaranya memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan. Demokrasi akan berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang yang tepat, tetapi demokrasi akan berjalan dengan buruk jika masyarakatnya tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam dunia demokrasi juga, para politisi lebih tertarik untuk mengambil kekuasaan (proses pemilu) daripada menyelesaikan masalah yang sesungguhnya dihadapi oleh masyarakat. Contoh lain ialah Komunisme, dimana tujuan masyarakat komunis ialah menciptakan masyarakat tanpa kelas, uang, dan negara yang semuanya diatur oleh negara. Walapun sistem pemerintahan ini berusaha menyetarakan masyarakat, tetapi hak-hak kebebasan masyarakat direnggut secara paksa, sehingga kedamaian hilang yang membuat Utopia hanyalah angan-angan.
2. Dalam Ilmu Ekonomi, keinginan manusia jumlahnya tak terbatas, sedangkan sumber daya sifatnya terbatas.
Terbatasnya sumber daya dapat menentang keberadaan Utopia, seperti:
- Utopia mendukung kesetaraan distribusi baik barang maupun jasa, sedangkan kebutuhan manusia pada umumnya berbeda dan terspesifikasi. Sehingga dengan sumber daya alam yang terbatas dapat membuat standar distribusi tersebut menjadi susah, atau mungkin misalokasi sumber daya.
- Utopia mendukung bahwa seharusnya uang itu tidak ada, sedangkan berdasarkan sejarah, adanya uang lebih baik daripada sistem barter. Uang dapat mempresentasikan autonomi seseorang dalam memperoleh kebutuhan dan keinginannya, tetapi hal ini dapat menimbulkan kesenjangan ekonomi antara si pemilik uang yang banyak (kaya) dan si pemilik uang yang sedikit (miskin). Nilai uang juga cenderung mempromosikan indivudualisme dan persaingan dengan hasil akhir, yaitu yang menang dan yang kalah. Hal ini berujung pada perebutan kekuasaan yang mengakibatkan kapitalisme.
- Utopia mendukung bahwa seharusnya orang dapat bekerja sesuai dengan keinginannya yang dapat membuat dia bahagia, tetapi dibayar sama rata untuk menghilangkan kesenjangan. Walaupun begitu, jika orang-orang bekerja berdasarkan keinginannya mereka, tetapi mengapa banyak orang bekerja di tempat/lingkungan yang tidak dia inginkan? Hal ini bertentangan dengan kebebasaan sese
3. “Human Nature” terkadang setuju dengan adanya Utopia, tetapi tidak memungkinkan sebagian dari manusia menginginkan distopia secara lansung maupun tidak lansung.
- Pada dasarnya manusia itu berbeda-beda. Perbedaan manusia ini dapat dilihat dari motif seseorang apakah ia ingin menguasai atau dikuasai. Perbedaan dapat juga dilihat dari prinsipnya, stabilitas emosional, keterbukaan, dan lain-lain yang membuat manusia cenderung egois.
- Manusia memiliki kebutuhan yang berbeda-beda seperti kebutuhan fisiologis (makanan dan minuman), perlindungan diri, afiliasi, bahkan kebutuhan social seperti teman dan orang tua.
- Teori evolusi “seleksi alam” yang dicetus Darwin mengatakan bahwa manusia yang kuatlah yang bertahan. Hal ini menimbulkan persaingan untuk bertahan hidup.
- Dalam utopia, setiap orang berhak mendapat perlakuan adil, tetapi apakah itu dapat membuat mereka bahagia? Artinya orang-orang ingin bahagia tetapi tidak dengan rasa sakit.
- Dan lain-lain
Kesimpulan:
Dilihat dari perspektif political economy dan sejarah yang terjadi, setiap pemimpin ingin mengubah negaranya menjadi utopia versi mereka. Namun, hal inilah yang menyebabkan banyak hal yang dikorbankan seperti ketika The Great Leap Forward dan banyak ketidaksesuaian dengan definisi utopia itu sendiri. Maka dari itu, utopia tidak pernah ada.
Sumber:
Utopianism: A Very Short Introduction (2010), by Lyman Tower Sargent. Oxford: Oxford University Press.
The Principle of Hope (1986), by Ernst Bloch. See original, 1937–41, Das Prinzip Hoffnung
Development of Socialism from Utopia to Science (1870?) by Friedrich Engels.
https://www.marxists.org/archive/lenin/works/1912/oct/00.htm
https://areomagazine.com/2018/03/08/why-utopian-communities-fail/