ERP_Prokrastinasi dan Capaian Akademik

Pendahuluan

Setiap mahasiswa mengalami masa perubahan dari SMA menuju Perguruan Tinggi yang merupakan masa transisi dalam hidupnya. Beberapa hal krusial terjadi seperti penyesuaian jam belajar, metode mengerjakan tugas, hubungan berjejaring dengan teman-teman baru, hingga perubahan secara emosional juga terjadi. Perbedaan sistem belajar yang dialami selama SMA dan kuliah dapat menyebabkan mahasiswa menjadi stres, jika mahasiswa tidak dapat mengatur waktunya dengan baik, maka akan terjebak pada tumpukan tugas-tugas akademik dan kegiatan non-akademik. Penundaan tugas yang dilakukan ini dikenal dengan istilah prokrastinasi. 

Prokrastinasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “procrastinate” yang artinya menunda untuk melakukan sesuatu sampai waktu maupun hari lainnya (Burka dan Yuen, 2008) dalam (Haryati dan Santoso, 2020). Prokrastinasi akademik berarti penundaan mengerjakan tugas akademik yang dilakukan mahasiswa secara sadar demi melakukan aktivitas lainnya yang akan menimbulkan dampak negatif untuk dirinya di masa depan. Prokrastinasi akademik dapat diamati melalui beberapa ciri berikut: 1) perceived time, individu yang cenderung melakukan prokrastinasi adalah individu yang gagal dalam menyelesaikan tenggat waktu (deadline); 2) intention-action, yaitu kegagalan dalam mengerjakan tugas akademik meskipun individu tersebut sudah memiliki keinginan untuk mengerjakannya; 3) emotional distress, terdapat perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi; dan 4) perceived ability, keraguan dalam dirinya dapat menyebabkan individu melakukan prokrastinasi meskipun tidak berhubungan secara langsung terhadap kemampuan kognitif individu tersebut.

Prokrastinasi dapat memberikan dampak buruk pada mahasiswa seperti menurunkan produktivitas dan etos kerja individu dengan membuang-buang waktu untuk kegiatan yang percuma, hingga stres dan terjadi disfungsi psikologi. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan baik di Indonesia maupun di luar negeri menunjukan adanya keterkaitan yang signifikan antara tingkat stress dan capaian prestasi mahasiswa yang direpresentasikan oleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Penelitian oleh Feriyanto, dkk. (2021) yang menguji hubungan ini menggunakan uji chi-square pada mahasiswa fakultas kedokteran menunjukan nilai P<0.05 yang menyatakan adanya hubungan signifikan antara kedua variabel ini (Feriyanto, et all., 2021). Penelitian lain yang dilakukan oleh Elias, dkk. (2011) menunjukan bahwa mahasiswa program sarjana memiliki tingkat stress menengah dan tingkat stress ini memiliki korelasi negatif yang lemah dengan tingkat prestasi akademik (Elias, et all., 2011). Sama halnya dengan bagaimana stress dapat mempengaruhi capaian prestasi akademik, kita juga dapat mengamati bagaimana tingkat prokrastinasi mempengaruhi capaian prestasi akademik, dan lebih dari itu kita juga dapat mengetahui jenis prokrastinasi dan alasan prokrastinasi mahasiswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui area yang memiliki kontribusi terbesar dalam tingkat prokrastinasi, mengetahui alasan mahasiswa melakukan prokrastinasi, dan bagaimana prokrastinasi serta berbagai komponen di dalamnya mempengaruhi capaian akademik responden yang direpresentasikan oleh Indeks Prestasi Kumulatif (IPK). Pengamatan ini juga dipandu oleh pertanyaan berikut ini.

  1. Berapa nilai prokrastinasi responden secara keseluruhan dan secara kelompok berdasar jenis kelamin ?
  2. Bagaimana alasan  responden ketika melakukan prokrastinasi?
  3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat prokrastinasi dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)?

Tinjauan Pustaka

Hukum Parkinson atau Parkinson’s law yang dikembangkan oleh Dr. Northcote Parkinson (1955) menyebutkan bahwa pekerjaan apapun akan ditunda selama waktu yang tersedia untuk mengerjakan hal tersebut habis tanpa menciptakan hasil yang lebih baik. Penelitian oleh Mantis pada tahun 2017 di Iowa State University menyatakan bahwa, mahasiswa yang memiliki waktu dua minggu untuk mengerjakan tugas akademik tidak menaikkan nilai mereka secara signifikan. Bahkan untuk tugas laboratorium, performa mahasiswa akan lebih buruk jika tenggat waktu mengerjakan tugas yang diberikan adalah dua minggu (lebih lama). Maka, individu cenderung mengada-ngada untuk melakukan pekerjaan demi mengisi waktunya. Mahasiswa akan mengerjakan tugas dengan tenaga yang ekstra jika tenggat waktu tugas hanya dua hari dibandingkan dengan tenggat waktu tugas yang diberikan dua minggu. Seringkali, mayoritas mahasiswa yang diberikan tenggat waktu tugas lebih lama akan mengerjakan tugas di akhir deadline, yang sering diketahui sebagai “mahasiswa deadliner”. Jika kebiasaan prokrastinasi dan deadliner ini terus menerus dilakukan, akan menambah dampak negatif yang dirasakan mahasiswa tersebut.

Penelitian mengenai mengenai prokrastinasi akademik dilakukan pertama kali oleh Ellis dan Knaus pada 1977, yang menemukan bahwa 70% – 95% mahasiswa di Amerika melakukan prokrastinasi sebanyak satu kali atau lebih dan menemukan bahwa setiap orang setidaknya pernah melakukan prokrastinasi dalam beberapa waktu dan area selama hidupnya, namun bagi beberapa orang prokrastinasi ini dapat menimbulkan masalah yang lebih besar (Ellis & Knaus, 1977). Penelitian dalam ranah prokrastinasi juga dilakukan oleh Solomon dan Rothblum pada 1984, penelitian ini mengungkap bahwa 46% respondennya hampir selalu melakukan prokrastinasi dalam menulis artikel ilmiah dan 23,7% diantaranya harus mengalami masalah akibat hal tersebut (Solomon & Rothblum, 1984). Penelitian mengenai prokrastinasi akademik ini terus mengalami perkembangan hingga saat ini, dan jangkauan analisisnya juga semakin beragam.

Penelitian mengenai prokrastinasi yang dilakukan oleh Grant pada 2009 memiliki perbedaan dengan penelitian yang telah disebutkan, karena penelitiannya mengamati hubungan antara prokrastinasi dengan kecerdasan intrapersonal mahasiswa, dimana hasilnya menunjukan bahwa mahasiswa dengan kecerdasan intrapersonal yang tinggi cenderung memiliki tingkat prokrastinasi yang rendah dalam melakukan belajar untuk mempersiapkan ujian, jika dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki kecerdasan intrapersonal lebih rendah (Grant, 2009). Penelitian pada tahun 2012 oleh Rice, dkk. Mengenai prokrastinasi, tekanan psikologis, dan perfeksionisme menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana ditemukan bahwa mahasiswa dengan tingkat perfeksionisme yang tinggi cenderung tidak merasakan tekanan psikologis di akhir semester ketika melakukan prokrastinasi di awal semester, tetapi mahasiswa yang memiliki tingkat perfeksionisme lebih rendah cenderung merasakan tekanan yang lebih tinggi di akhir semester akibat penundaan di awal semester (Rice, et all., 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Hailikari, dkk. pada 2021 menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kemampuan siswa mengatur waktu dan usaha, serta fleksibilitas psikologi mereka dengan prokrastinasi. Tetapi yang mengejutkan adalah tidak adanya hubungan yang langsung antara tingkat kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya (efikasi) dengan prokrastinasi (Hailikari, et all., 2021). Penelitian lain yang dilakukan oleh Akpur pada tahun 2020 yang menganalisis dampak prokrastinasi terhadap prestasi akademik dari berbagai sumber literatur (metode pendekatan meta-analytic), menunjukan bahwa terdapat korelasi negatif dalam tingkat kekuatan yang tidak terlalu kuat antara prokrastinasi dengan prestasi akademik (Akpur, 2020).

Penelitian oleh Balkis, dkk.  siswa yang menerapkan proskratinasi memiliki prestasi yang lebih rendah karena kebanyakan dari mereka memilih untuk belajar sehari sebelum ujian berlangsung sedangkan siswa yang tidak menerapkan prokrastinasi cenderung belajar beberapa bulan sebelum ujian sehingga prestasi akademiknya cenderung lebih tinggi. (Balkis, Duru, & Bulus, 2012)

Data dan Metodologi

Penelitian ini menggunakan data primer dari 115 mahasiswa Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran angkatan 2018, 2019, dan 2020 menggunakan Procrastination Assessment Scale for Student (PASS) yang diperkenalkan oleh Solomon dan Rothblum (1984). Survei ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama menanyakan enam area prokrastinasi yang mencakup seberapa sering, sejauh mana, dan seberapa ingin mahasiswa mengurangi kecenderungan untuk; (a) menunda mengerjakan tugas kuliah, (b) belajar untuk UTS/UAS, (c) belajar di luar jam kuliah, (d) menunda bimbingan, (e) menunda kegiatan administrasi, dan (f) menunda kegiatan umum kuliah. Dalam survei ini juga menanyakan alasan mahasiswa dalam menunda pekerjaan kuliah yang tertuang dalam 20 pertanyaan. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder mahasiswa Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran angkatan 2018, 2019, 2020, 2021 yang memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) >= 3,5.

Untuk menunjukkan tingkat prokrastinasi, studi ini menggunakan statistik deskriptif yang meliputi rata-rata dan simpangan baku. Untuk menentukan apakah ada hubungan antara prokrastinasi dan IPK, digunakan metode ordinary least square (OLS). Dengan IPK sebagai variabel dependen dan prokrastinasi sebagai variabel independen. Selain itu, studi ini juga menyelidiki bagaimana setiap area dan alasan prokrastinasi mempengaruhi IPK mahasiswa. 

Hasil dan Pembahasan

Statistik Deskriptif

Berdasarkan data yang diperoleh dari survey sebanyak 115 responden, 63% dari responden merupakan perempuan, dan 37% responden merupakan laki-laki. Secara deskriptif sendiri, setelah dilakukan perhitungan, nilai rata-rata dari PASS menunjukkan sub-grup laki laki memiliki nilai 38.761, perempuan sebesar 38.081, dan sampel secara keseluruhan menunjukan angka rata – rata sebesar 38.330.

Sedangkan untuk nilai terendah dari PASS untuk laki – laki, perempuan, dan sampel secara keseluruhan sebesar 18. Sedangkan, nilai tertinggi untuk PASS sebesar 60 untuk laki – laki dan sampel secara keseluruhan. Untuk perempuan sendiri, nilai PASS tertinggi yang diperoleh dari survey sebesar 54.

Penelitian ini juga mengajukan pertanyaan kepada responden, tentang “Apakah anda sering menunda tugas?” dan “Apakah anda sering menunda kegiatan kuliah?”. Untuk pertanyaan pertama, secara keseluruhan responden paling banyak menjawab “sering” menunda tugas sebesar 38% responden, begitu pula untuk masing-masing sub-grup, di mana untuk laki – laki sebesar 33% dan perempuan sebesar 41%. Sedangkan, 35% dari responden secara keseluruhan menjawab “cukup sering” menunda tugas, dengan 29% responden dari laki – laki dan 38% dari perempuan memberikan jawaban yang sama. Hal menarik lain yang ditemukan, untuk kelompok laki-laki sendiri 17% menjawab “sangat sering” menunda tugas.

Sedangkan untuk pertanyaan tentang menunda kuliah, jawaban terbanyak yang diberikan oleh keseluruhan responden adalah “sering” menunda kuliah dengan persentase sebesar 36%. Untuk laki – laki sendiri, mayoritas menjawab “sering” dengan persentase sebesar 43%  dan untuk jawaban dari kelompok perempuan paling banyak menjawab “cukup sering” menunda kuliah dengan persentase sebesar 33%.

Korelasi dan Regresi

Penelitian ini juga menerapkan metode regresi sederhana, untuk meninjau arah hubungan dan signifikansi antara prokrastinasi dengan performa akademik mahasiswa yang direpresentasikan oleh IPK. Dari hasil regresi tersebut, menunjukan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan pada level 10%, antara prokrastinasi dengan performa akademik. Hasil regresi juga menunjukan, bila faktor lain dianggap tetap peningkatan skor prokrastinasi sebesar 1 point, akan menurunkan IPK rata – rata sebesar 0.0040610. 

Sedangkan terkait alasan dari seseorang dalam menunda-nunda, penelitian ini menggunakan perhitungan korelasi untuk melihat kekuatan hubungan dan arah hubungan dari alasan-alasan yang dianggap mempengaruhi seseorang dalam prokrastinasi. Secara umum, terdapat tiga faktor yang memiliki kekuatan hubungan paling tinggi dibandingkan dengan faktor lain, yaitu : AOT (aversiveness of tasks), PI (peer influence), dan DMD (difficulty on making decision).

Keengganan untuk melakukan tugas (AOT) merupakan alasan yang memiliki kekuatan hubungan paling tinggi diantara alasan-alasan lain, dengan kekuatan hubungan positif sebesar 0.371 dan signifikan pada level 1%. Diikuti dengan pengaruh dari teman sebaya (PI) yang kekuatan hubungan positif sebesar 0.328 dan signifikan pada level signifikansi 1%. Alasan yang memiliki kekuatan hubungan dengan urutan ketiga adalah kesulitan untuk mengambil keputusan dalam melakukan tugas, dengan nilai kekuatan hubungan 0.275 dan signifikan pada level 1%. Sedangkan, untuk faktor yang memiliki kekuatan hubungan terendah adalah FOS (fear of success) yang menunjukan alasan terkait ketakutan seseorang terhadap kesuksesan akademik yang dicapai.

Dari tiga alasan (AOT, PI, dan DMD)  prokrastinasi yang menunjukan kekuatan hubungan tertinggi dengan prokrastinasi. Grafik [] menunjukan frekuensi jawaban terkait tiga alasan tersebut. Untuk AOT, peneliti menanyakan “Apakah Anda tidak suka mengerjakan tugas yang diberikan oleh pengajar?”, diketahui bahwa responden yang menjawab “sangat tidak suka” sebesar 12 responden dan menjawab tidak suka sebesar 20 responden. Untuk menunjukan alasan dari teman sebaya, peneliti menanyakan “Anda tahu teman sekelas Anda juga belum mulai mengerjakan tugas, sehingga anda menunda tugas?” sebanyak 23 responden menjawab ”sangat benar” dan 38 menjawab “benar”. Terakhir terkait DMD peneliti menanyakan “Anda bingung terkait hal yang perlu dimasukkan dalam tugas Anda?”. Responden menjawab “sangat benar” sebesar 26 responden dan “benar” sebesar 55 responden.

Kesimpulan

Penelitian ini ingin memiliki tujuan untuk mengetahui area yang memiliki kontribusi terbesar dalam tingkat prokrastinasi, mengetahui alasan mahasiswa melakukan prokrastinasi, dan bagaimana prokrastinasi serta berbagai komponen di dalamnya mempengaruhi capaian akademik. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini dipandu oleh beberapa pertanyaan penelitian, yaitu: 1) Berapa nilai prokrastinasi responden secara keseluruhan dan secara kelompok berdasar jenis kelamin?; 2) Bagaimana alasan  responden ketika melakukan prokrastinasi?; dan 3) Apakah terdapat hubungan antara tingkat prokrastinasi dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)?

Dari hasil penelitian yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa secara statistik deskriptif, ditemukan karakteristik yang cenderung sama terkait masalah prokrastinasi antara laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, terkait alasan seseorang melakukan prokrastinasi ditemukan bahwa secara umum terdapat tiga faktor yang memiliki kekuatan hubungan paling tinggi dibandingkan dengan faktor lain, yaitu : AOT (aversiveness of tasks), PI (peer influence), dan DMD (difficulty on making decision). Terakhir, penelitian ini menemukan bahwa tingkat prokrastinasi memiliki hubungan negatif yang signifikan di tingkat 10% dengan IPK mahasiswa.

Referensi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s