Kenaikan Harga BBM Non-subsidi: Kajian Sosial dan Ekonomi

by Research Division HIMA ESP FEB Unpad

Transportasi pada masa modern telah menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Bekerja, bersekolah, bahkan hanya untuk pergi ke toko pun banyak orang yang lebih memilih untuk memakai kendaraan untuk bertransportasi. Kendaraan transportasi sendiri tidak akan bisa berguna jika tidak menggunakan bahan bakar yang kemudian bahan bakar ini menjadi sebuah bagian krusial pula dalam keseharian masyarakat.

Kendaraan transportasi yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat memiliki performa yang berbeda-beda tergantung dengan bahan bakar minyak yang digunakannya. Bahan bakar minyak dengan oktan tinggi mempunyai kualitas lebih bagus daripada yang beroktan rendah hal ini dapat memengaruhi kinerja mesin kendaraan. Di Indonesia sendiri bahan bakar minyak yang dijual umumnya adalah oktan 88 sampai 100, dari jenis oktan ini hanya oktan 88 yang termasuk ke dalam BBM subsidi.

Di Indonesia sendiri tercatat ada sekitar 113 tipe kendaraan yang dimana direkomendasikan untuk menggunakan tipe bahan bakar dengan RON 92 yaitu  sebanyak 59 tipe kendaraan (52,21%), RON 95 direkomendasikan digunakan untuk sebanyak 32 tipe kendaraan (23,32%), dan RON 88 direkomendasikan digunakan untuk sebanyak 22 tipe kendaraan (19,47%).

BBM bersubsidi sendiri, Premium(RON 88) dan Solar(CN 48) sudah dibatasi penggunaannya yang dimana dilarang digunakan untuk kendaraan pribadi diatas 1500cc sehingga banyak masyarakat yang beralih ke BBM non-subsidi seperti berdasarkan data dari Pertamina per November 2020 dimana komposisi konsumsi BBM nasional didominasi oleh Pertalite sebesar 63 persen, Premium 23 persen, Pertamax 13 persen, dan Pertamax Turbo sebesar 1 persen.

Pertanggal 12 Februari 2022, Pertamina resmi menaikkan harga beberapa BBM non subsidi yaitu Pertamax Turbo naik dari Rp12.000 menjadi Rp13.500 per liter, Pertamina Dex naik dari Rp11.150 menjadi Rp13.200 per liter, dan jenis Dexlite mengalami kenaikan harga dari Rp9.500 menjadi Rp12.150 per liter sedangkan untuk jenis yang paling banyak dikonsumsi yaitu Pertalite dan Pertamax masih belum melakukan penyesuaian harga.

Penyebab Kenaikan

Harga Bensin non-subsidi selalu bergantung kepada harga pasar dunia sesuai dengan yang tertera pada Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 dimana harga BBM non-subsidi mengikuti harga kilang minyak di singapura yang dapat ditinjau dalam jangka waktu dua bulan sekali. Apabila harga perbarel naik maka tidak memungkiri harga Bensin non-subsidi akan naik pula. Saat ini banyak faktor yang menyebabkan harga minyak dunia naik diantaranya adalah gangguan logistik selama pandemi covid-19 dan Konflik antara Rusia-Ukraina menjadikan harga minyak per barel di pasar dunia naik.

Berkaca pada kenaikan harga BBM di tahun 2014 mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2015) dimana kenaikan terjadi sebesar 30% menjadikan elastisitas konsumsi BBM di sector angkutan sebesar 0.932 persen atau inelastic yang artinya bbm termasuk ke dalam barang pokok. Lalu, apa dampaknya terhadap ekonomi masyarakat?

Dampak Ekonomi

Inflasi, hal ini mengacu pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ekine & Okidim (2013) Penelitian ini menganalisis dampak dihapusnya BBM bersubsidi di wilayah Port harcourt, Rivers State Nigeria dari tahun 2001 sampai dengan 2012. Hasilnya, penghapusan BBM bersubsidi menaikkan harga BBM yang lalu menyebabkan naiknya harga jenis-jenis makanan tertentu. Di Indonesia sendiri sudah ada penelitian yang menyatakan bahwa kenaikan harga minyak yang drastis berakibat naiknya beban APBN, inflasi juga meningkat karena subsidi untuk mobil pribadi tidak lagi diberikan (Hartono, 2011).

Kenaikan harga BBM juga berpengaruh kepada beberapa jenis bahan pangan yang membutuhkan BBM untuk produksi dan distribusinya. Kenaikan harga bahan pangan ini menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah.

Mamit Setiawan, Direktur Eksekutif Energy Watch menegaskan bahwa kenaikan BBM ini tidak terlalu berdampak karena pengguna BBM non-subsidi adalah kalangan menengah ke atas yang selain itu konsumsinya sangat sedikit sedangkan dari sisi masyarakat, Fikri seorang pengendara Ojol menyebutkan bahwa ia mengaku tidak masalah dengan kenaikan harga BBM non-subsidi karena harga tersebut diperuntukkan untuk orang yang berekonomi menengah keatas. Selain itu, ada juga masyarakat yang merasa keputusan ini perlu dipertimbangkan kembali.

Dampak Sosial

Pemerintah menyuarakan bahwa kenaikan harga BBM adalah untuk realokasi dana subsidi kepada sektor pendidikan dan sosial karena kenaikan harga minyak menjadikan defisit anggaran negara akibat banyaknya subsidi yang dialokasikan untuk BBM. Setiap tahun, konsumsi BBM bersubsidi selalu naik akibatnya dana subsidi untuk BBM selalu melonjak. Jika harga minyak dunia tetap terus tinggi maka kemungkinan pemerintah tidak dapat menanggung beban subsidi BBM lagi.

Tercatat bahwa konsumsi BBM bersubsidi dalam periode 3 tahun 2011-2013 meningkat, hal ini menyebabkan bengkaknya APBN untuk subsidi BBM.

Dengan naiknya harga BBM non-subsidi artinya beban subsidi pemerintah untuk kalangan menengah ke atas terpotong. Pemotongan subsidi ini nantinya akan dialihkan ke sektor lain seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke masyarakat kelas menengah ke bawah yang berarti pemerintah memfokuskan masyarakat kalangan menengah ke bawah sebagai target dana subsidi (Setiyowati, 2018).

Kesimpulan

Kenaikan harga BBM non-subsidi yang merupakan bagian dari barang pokok dapat disimpulkan tidak terlalu berdampak kepada masyarakat dikarenakan konsumsi BBM non-subsidi yang harganya naik sangatlah sedikit yaitu Pertamax Turbo dengan target pasar masyarakat menengah ke atas dan dengan konsumsi hanya sebesar 1% dibandingkan dengan BBM lain yaitu Pertalite dengan besar konsumsi 63% yang harganya tetap dan konsumsinya jauh lebih banyak. 

Dengan naiknya harga BBM non-subsidi juga pemerintah lebih mengutamakan dana subsidi untuk ditargetkan kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah dengan tujuan mensejahterakan masyarakat miskin dan lebih berfokus kepada sektor lain untuk kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Di sisi lain, masyarakat harus waspada apabila harga BBM subsidi yang mengalami kenaikan karena dampaknya begitu luas mulai dari inflasi hingga kenaikan harga bahan pangan.

References

Ederington, L. H., Fernando, C. S., Hoelscher, S. A., Lee, T. K., & Linn, S. C. (2018). A Review of the Evidence on the Relation Between Crude Oil Prices.

Fanzeres, J. (2022, February 11). Bloomberg. Retrieved from Bloomberg: https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-02-10/oil-s-sizzling-rally-pauses-on-prospect-for-iranian-crude-flows

Hartono, D. S. (2011). Dampak Kenaikan Harga Bbm di Pasar Dunia Tantangan Bagi Perekonomian Indonesia.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. (2022, February 7). Retrieved from https://migas.esdm.go.id/post/read/icp-januari-2022-terkerek-jadi-us-85-89-per-barel

Kilian, L., & Zhou, X. (2020). Oil Prices, Gasoline Prices and Inflation Expectations: A New Model and New Facts.

Rachmahyanti, S. (2022, March 8). OKEZONE. Retrieved from OKEFINANCE: https://economy.okezone.com/read/2022/03/07/320/2557865/harga-bbm-pertamina-naik-berdampak-daya-beli-masyarakat

Ramedhan, P. (2022, February 13). POSKOTA. Retrieved from POSKOTA.co.id: https://poskota.co.id/2022/02/13/harga-bbm-non-subsidi-kembali-naik-masyarakat-angkat-bicara?halaman=3

Ridwan, M. (2020, November 22). BISNIS.com. Retrieved from BISNIS.com: https://ekonomi.bisnis.com/read/20201122/44/1320902/seberapa-besar-konsumsi-premium-di-indonesia-ini-faktanya

Setiono, B. A. (2014). Fluktuasi Harga Minyak dan Pengaruhnya bagi Ekonomi Indonesia. Jurnal Aplikasi Pelayaran dan Kepelabuhan.

Setiyowati, r. (2018). Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Atas Nama Rakyat (Tinjauan Kritis Konsepsi Keadilan Sosial Ekonomi Ibnu Taimiyah). Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia Volume VIII, 107-119.

Suryadi. (2015). Dampak Kenaikan Harga BBM dan Elastisitas Konsumsi BBM Sektor Angkutan Studi Perbandingan Pada Beberapa Sektor Ekonomi.

Wibowo, C. S., Aisyah, L., Widhiarto, H., & Riyono, S. (2015). Kebutuhan Angka Oktana Kendaraan Bermotor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s