By : Research Division HIMA ESP FEB UNPAD
Awal tahun 2020 dunia dihadapi dengan merebaknya Virus Korona atau COVID-19. Penyebaran COVID-19 yang sangat cepat membuat pemerintah menganjurkan masyarakat untuk tetap berada di dalam rumah. Pembatasan kegiatan di luar rumah ini menimbulkan kecemasan pada individu. Para individu akan memanfaatkan kesempatan yang mereka punya untuk mendapatkan barang-barang kebutuhannya sebagai pasokan selama merebaknya COVID-19. Istilah panic buying kembali mencuat di situasi seperti ini. Seringkali setiap individu hanya memikirkan keselamatan dirinya sendiri tanpa memikirkan keselamatan orang lain. Sebenarnya apa yang menyebabkan individu melakukan panic buying dan apakah fenomena panic buying ini merupakan tindakan rasional atau irasional dalam ekonomi?
Panic Buying Dalam Psikologi
Menurut Steven Taylor, seorang profesor dan psikologis dari Columbia University serta penulis buku The Psychology of Pandemics, mengatakan bahwa panic buying didorong oleh ketakutan, kecemasan, dan keinginan untuk meredamkan ketakutan itu sendiri, seperti membeli jauh lebih banyak barang dari yang sebenarnya dibutuhkan. Keadaan ini biasanya terjadi saat adanya peristiwa yang bersifat “mengancam” hidup dari individu dan menahan aktivitas mereka seperti biasanya, seperti saat terjadi bencana alam atau penyebaran virus pandemi. Para ahli mengatakan ketika kita merasa butuh sesuatu barang dan kita tidak mengambilnya selagi ada kesempatan, akan ada rasa khawatir di kemudian hari (Lufkin, 2020). Ketidakmampuan individu dalam mengendalikan diri dapat menular kepada orang lain yang akhirnya memunculkan mass-panic (histeria massa) (Brown, 1954)
Panic Buying Dalam Perspektif Ekonomi
Pengertian rasional menurut KBBI adalah pikiran dan pertimbangan yang logis. Salah satu dari sepuluh prinsip ekonomi menurut N. Gregory Mankiw adalah rational people think at the margin. Hal tersebut berarti bahwa orang yang berpikir rasional akan memaksimalkan kepuasannya dengan kesempatan yang ada (Mankiw, 2018). Setiap orang akan berlomba-lomba dalam memenuhi kebutuhannya selama penyebaran COVID-19.
Fenomena panic buying dapat digambarkan dengan kerangka game theory sederhana. Permainan ini adalah contoh sederhana yang dapat menjelaskan mengapa dua orang rasional tidak akan bekerja sama dalam satu waktu tertentu. Kedua pemain diasumsikan sebagai individu 1 yang melakukan panic buying dan individu 2 yang bersikap normal (tidak melakukan panic buying). Kondisi terbaik dapat tercapai saat individu 1 dan individu 2 tidak melakukan panic buying yang akan berakibat pada tecukupinya ketersediaan barang, stabilitas harga, dan kepemilikan barang yang bisa didapatkan oleh individu 1 dan individu 2. Namun, saat individu 1 memilih untuk tidak melakukan panic buying, akankah individu 2 melakukan hal yang sama?
Kondisi terbaik adalah ketika individu 1 dan 2 bersikap normal yang mengakibatkan individu 1 dan 2 bisa mendapatkan barang dan tidak terjadi kekurangan stok barang. Namun, apabila salah satu individu melakukan panic buying, individu lainnya akan melakukan hal yang sama (Paloyo, 2020). Ketika individu 2 bersikap biasa saja saat individu 1 melakukan panic buying, maka tidak akan ada stok barang yang tersisa untuk individu 2 ataupun sebaliknya. Maka, akan lebih baik untuk melakukan panic buying demi tetap mendapatkan barang daripada tidak mendapat barang sama sekali. Hal ini akan merubah posisi keseimbangan menjadi individu 1 dan 2 melakukan panic buying.
Ketika semua individu melakukan panic buying, apa yang akan terjadi di kemudian hari?
- Pemborosan
Ketika individu melakukan pembelian barang dengan jumlah besar yang tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya, barang yang terlalu lama tidak dikonsumsi dan kemudian rusak justru akan terbuang sia-sia.
- Komoditas barang menjadi langka dan tingginya harga barang tersebut.
Pembelian berlebih yang tidak diikuti dengan ketersediaan barang yang cukup akan menyebabkan kelangkaan serta meroketnya harga barang yang bersangkutan.
- Ancaman inflasi akibat lonjakan permintaan dalam waktu singkat.
Karena stok barang tidak terdistribusikan secara merata, akan terus terjadi permintaan dari individu yang tidak mendapatkan barang, namun dengan tingkat penawaran yang tetap. Apabila dengan jangka panjang kondisi akan terus seperti itu, bukan menjadi hal yang tidak mungkin akan terjadi inflasi.
- Munculnya produk palsu.
Akibat ketersediaan barang kebutuhan menurun, kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh para penjual yang tidak jujur dalam memproduksi barang untuk meraup keuntungan.
Bagaimana seharusnya sikap yang tepat dalam menanggapi fenomena panic buying ini?
- Masyarakat
- Mempersiapkan pasokan barang sesuai dengan kebutuhan.
- Memperoleh informasi dari sumber yang terpercaya agar terhindar dari kepanikan berlebih.
- Pemerintah
- Memberikan transparansi informasi kepada masyarakat berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
- Mengontrol ketersediaan barang kebutuhan sehari-hari masyarakat.
- Menindak tegas produsen yang sengaja menimbun dan menjual barang dengan harga berkali-kali lipat.
- Pedagang
- Memberikan batasan pembelian pada barang kebutuhan sehari-hari untuk menjaga ketersediaan yang cukup.
- Tidak menimbun maupun menaikkan harga berkali-kali lipat.
Kesimpulan
Dalam kerangka game theory, dapat disimpulkan bahwa melakukan panic buying merupakan tindakan rasional karena tiap individu akan memaksimalkan kepuasannya dengan kesempatan yang ada. Namun, keputusan melakukan panic buying bukanlah tindakan yang terbaik, karena kita harus tetap memerhatikan bahwa orang lain memiliki hak untuk mengkonsumsi barang yang terbuang sia-sia apabila kita tetap melakukan pembelian berlebih.
References
Brown, R. (1954). Mess Phenomena. In Handbook of Social Psychology (pp. 833-876).
Lufkin, B. (2020). Coronavirus: The psychology of panic buying. Retrieved March 19, 2020, from https://www.bbc.com/worklife/article/20200304-coronavirus-covid-19-update-why-people-are-stockpiling
Mankiw, N. G. (2018). Principles of Economics, 8e. Boston: Cengage Learning.
Paloyo, A. R. (2020). Toilet Paper Panic Has Basis in Reality: People Aren’t Crazy. Retrieved March 29, 2020, from https://www.canberratimes.com.au/story/6667849/toilet-paper-panic-has-basis-in-reality-people-arent-crazy/
Yofanka, M., & Juan, R. (2020, March 21). Panic Buying: Moralitas Dibunuh Rasionalitas Buas. Retrieved from Economica.id: https://www.economica.id/2020/03/21/panic-buying-moralitas-dibunuh-rasionalitas-buas/