by Research Division HIMA ESP FEB Unpad
Tim 1
Pendahuluan
Kehadiran ekonomi digital membawa suatu perubahan terhadap berbagai bidang ilmu, salah satunya adalah ilmu akuntansi. Keberadaan ekonomi digital memberikan dampak signifikan bagi proses bisnis, yaitu penerapannya yang semakin berfokus pada teknologi. Proses bisnis yang semakin berfokus pada teknologi mengakibatkan adanya perubahan karakteristik atas kebutuhan informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Penggunaan teknologi dalam dunia bisnis bukan suatu hal yang baru, terutama di era ekonomi digital. Teknologi merupakan suatu komponen penting dalam sistem informasi yang diharapkan dapat menghasilkan informasi secara cepat dan tepat (Winarni dan Rahmawati, 2015), sehingga sistem informasi berbasis komputer berkembang dengan sangat pesat. Kerumitan transaksi bisnis memerlukan teknologi yang memungkinkan penggunanya untuk mengelola informasi akuntansi secara tepat, relevan, dan akurat (Lucyanda, 2010). Penggunaan teknologi menjadi keunggulan kompetitif bagi pencapaian kerja seorang akuntan yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada pencapaian organisasi secara keseluruhan (Göğüş dan Özer, 2014). Menyadari pentingnya teknologi dalam dunia ekonomi digital, pengenalan terhadap teknologi perlu dilakukan sedini mungkin dengan harapan tercipta akuntan-akuntan yang kompeten.
Akuntansi dan Sejarahnya
Waymire dan Basu (2007) merangkum pendapat beberapa peneliti terdahulu mengenai akuntansi, dan menyimpulkan bahwa akuntansi merupakan institusi ekonomi sehubungan dengan bookkeeping yang sudah berumur setidaknya 10.000 tahun. Pada abad ke-13, Luca Pacioli memperkenalkan sistem double-entry bookkeeping yang kemudian penggunaannya meningkat dan semakin kompleks seiring dengan munculnya bentuk perusahaan sekitar abad ke-16 di Inggris. Akuntansi yang pada awalnya hanya mencakup kegiatan klasifikasi, agregasi, dan merangkum kinerja bisnis berdasarkan transaksi perusahaan di masa lalu telah jauh berkembang seiring dengan perkembangan bisnis.
Menurut Horngren, et.al. (2014: 3-4), akuntansi adalah proses identifikasi, mencatat, dan merangkum informasi ekonomi kemudian melaporkannya kepada para pengambil keputusan. Agar dapat memahami laporan akuntansi, para pengguna laporan tidak hanya memahami serangkaian aturan dan prosedur akuntansi, tetapi juga harus dapat memahami transaksi bisnis yang mendasari munculnya informasi ekonomi. Weygandt, et.al. (2015:4) menjelaskan bahwa akuntansi terdiri dari tiga aktivitas dasar yaitu mengidentifikasi, mencatat, dan mengkomunikasikan kejadian ekonomi dari suatu organisasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntansi dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahami suatu organisasi. Akuntansi diawali dengan melakukan identifikasi mengenai kejadian ekonomi yang relevan dengan bisnis yang dijalankan suatu organisasi. Setelah proses identifikasi selesai akan dilakukan proses pencatatan secara sistematis dan kronologis. Aktivitas selanjutnya adalah komunikasi yaitu aktivitas analisis dan interpretasi informasi yang sudah dilaporkan.
Tujuan akuntansi adalah untuk memberikan informasi mengenai keuangan yang telah teruji kebenarannya dengan menggunakan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU), sehingga dapat dimengerti oleh semua pihak yang berkepentingan. Akuntansi sangat bermanfaat bagi bisnis karena memberikan informasi keuangan yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Informasi yang dihasilkan oleh akuntansi juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi keuangan individu atau organisasi, sehingga individu dan organisasi tersebut dapat mengetahui apa yang perlu dilakukan pada masa mendatang. Selain itu, informasi keuangan juga dijadikan sebagai alat kontrol untuk mengendalikan keuangan dan bukti keuangan sehingga individu atau organisasi dapat mempertanggungjawabkan keuangannya.
Akuntansi di Era Digital
Proses pengolahan data akuntansi dapat dilakukan dengan lebih cepat apabila menggunakan komputer. Ditemukannya komputer pada tahun 1955 mempercepat proses pengolahan data akuntansi, memudahkan proses dan penyimpanan informasi, serta menghemat tempat dan waktu. Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan komputer untuk mengolah data yang jauh melebihi kecepatan manusia. Dengan adanya perkembangan teknologi komputer, semakin banyak perusahaan yang menggunakan jasa komputer untuk memproses data akuntansinya. Salah satu bidang akuntansi yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi (TI) adalah Sistem Informasi Akuntansi (SIA). Di satu pihak, komputer bermanfaat dalam SIA untuk memproses data. Akan tetapi, di lain pihak diperlukan teknik-teknik pengawasan yang berbeda dengan yang digunakan dalam cara manual untuk menjamin ketelitian dan keamanan dalam memproses data serta menjaga harta milik perusahaan.
Beberapa tahapan proses pengolahan data yang memperoleh manfaat besar dari penggunaan komputer adalah:
- Verifikasi; komputer dapat mengecek kebenaran maupun kelayakan angka-angka yang menjadi input dalam suatu proses. Misalnya, pengecekan kebenaran kode yang digunakan, pengecekan kelayakan jumlah rupiah dari transaksi, dan lain-lain.
- Sortir; komputer memungkinkan untuk melakukan penyortiran data ke dalam beberapa klasifikasi yang berbeda dengan cepat. Misalnya, kumpulan faktur penjualan dapat disortir ke dalam klasifikasi langganan, jenis produk, dan daerah penjualan.
- Transmisi; komputer dapat memindahkan lokasi dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan cepat. Misalnya, data dari suatu file dipindahkan ke file lainnya.
- Perhitungan; komputer dapat melakukan perhitungan dengan cepat. Misalnya, menghitung saldo rekening sesudah posting dan menghitung jumlah sekelompok transaksi. (Sutabri, 2004:25).
Perkembangan teknologi informasi yang pesat mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan terhadap akuntansi. Perkembangan akuntansi berdasarkan kemajuan teknologi terjadi dalam tiga era, yaitu era bercocok tanam, era industri, dan era informasi. Hal ini dinyatakan oleh Alvin Toffler dalam bukunya yang berjudul The Third Wave. Peranan teknologi informasi terhadap perkembangan akuntansi pada setiap era berbeda-beda. Semakin maju teknologi, semakin banyak pengaruhnya pada bidang akuntansi. Kemajuan ini mempengaruhi perkembangan SIA dalam hal pemrosesan data, pengendalian internal, dan peningkatan jumlah serta kualitas informasi dalam pelaporan keuangan.
Perkembangan SIA berbasis komputer dalam menghasilkan laporan keuangan juga mempengaruhi proses audit karena audit merupakan suatu bidang praktik yang menggunakan laporan keuangan (produk akuntansi) sebagai objeknya. Praktik auditing bertujuan untuk memberikan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan yang dihasilkan oleh SIA. Dengan kemajuan yang telah dicapai dalam bidang akuntansi yang menyangkut SIA berbasis komputer, maka praktik auditing akan terkena imbasnya. Perkembangan TI juga mempengaruhi perkembangan proses audit.
Dampak yang dirasakan secara nyata adalah pemrosesan data yang mengalami perubahan dari sistem manual ke sistem komputer dan bermunculannya software-software untuk akuntansi yang dapat mempermudah dalam membuat laporan keuangan. Dengan sistem akuntansi berbasis komputer, tidak akan membutuhkan banyak waktu, biaya dan tenaga dalam melaksanakannya apabila dibandingkan dengan pengerjaan secara manual atau tradisional. Selain itu, informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntansi berbasis komputer akan menjadi lebih cepat dan akurat serta tidak membutuhkan pemeriksaan secara berulang terhadap hasil (output) yaitu laporan keuangan yang disajikan.
SIA berbasis komputer, bukan berarti tidak ada permasalahan maupun hambatan yang akan dialami oleh perusahaan. Hal ini dikarenakan dalam implementasi SIA berbasis komputer dibutuhkan kesiapan dan keyakinan untuk melaksanakannya baik dari sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi (modal). Oleh karena itu, perusahaan harus mempersiapkan bagaimana mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh kehadiran SIA berbasis komputer.
Tantangan Akuntansi dan Profesi Akuntan di Era Digital
Menghadapi era industri masa kini, perkembangan ekonomi digital telah membuka berbagai kemungkinan baru sekaligus meningkatkan resiko secara bersamaan. Perubahan tersebut memberikan dampak signifikan dalam perkembangan akuntansi.
Menurut Subur (2019), besarnya kemungkinan profesi akuntan tergantikan oleh robot adalah 95%. Besaran persentase tersebut dikarenakan perkembangan Robotics and Data Analytics (Big Data) mengambil alih pekerjaan dasar yang dilakukan oleh akuntan yaitu mencatat transaksi, mengolah transaksi, dan memilah transaksi.
Kesulitan profesi akuntan tampaknya tidak berkesudahan. Hal tersebut dikarenakan profesi akuntan menghadapi tantangan yang besar berupa transformasi peran dalam era revolusi industri 4.0. Kini peran akuntan telah berubah, dari sekedar pencatatan atau bookkeeping menjadi keunggulan bersaing karena akuntan pun tidak luput dari perkembangan teknologi.
Perubahan peran akuntan dalam dunia akuntansi akan berpengaruh pada dunia bisnis. Perkembangan teknologi informasi yang ada sekarang ini sangat mempengaruhi perubahan model bisnis. Pada era pra-revolusi industri berbagai pekerjaan dilakukan secara konvensional atau manual. Sedangkan pada era digitalisasi, tenaga manusia mulai digantikan dengan mesin. Besar kemungkinan profesi akuntan tergantikan oleh robot, namun tidak dapat tergantikan sepenuhnya.
Dalam akuntansi di era digital, ada peran akuntan yang tidak dapat digantikan oleh robot, yaitu menganalisis laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan dalam menganalisis laporan keuangan dibutuhkan analisa tepat yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, profesi akuntan merupakan profesi yang berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta meningkatkan transparansi pelaporan keuangan.
Di sisi lain, akuntan memiliki peranan dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan suatu entitas. Adanya perubahan lingkungan global yang dijembatani oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia. Hal ini menuntut kecepatan informasi dan transparansi di segala bidang. Standar akuntansi keuangan yang berkualitas merupakan salah satu prasarana penting untuk mewujudkan transparansi tersebut.
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam akuntansi, berbagai tantangan yang hadir seiring datangnya era digital tak bisa dibiarkan begitu saja, harus dipelajari dengan baik. Hal ini terlihat dari munculnya peran akuntan yang berubah, dari sekedar pencatatan menjadi keunggulan bersaing karena akuntan pun tidak luput dari perkembangan teknologi.
Seorang akuntan perlu memiliki sertifikasi dan fasih dalam berteknologi supaya mampu bertahan dalam persaingan. Dalam menghadapi berbagai perubahan dan tantangan di era digital, seorang akuntan juga harus memiliki strategi, seperti penguasaan soft skill baik interpersonal maupun intrapersonal skills, business understanding skills, dan technical skills agar mampu menjawab tantangan diera digital. Seorang akuntan harus memiliki kesadaran terhadap perkembangan revolusi industri 4.0 dengan melihat kesempatan yang ada. Selain melihat perkembangan ke arah yang lebih luas mengenai bertahannya profesi akuntan, perlu pula untuk dipahami bahwa peran seorang akuntan akan tetap dibutuhkan dalam dunia akuntansi di era digital.
Memaksimalkan Potensi Penerimaan Pajak di Era Digital
Reformasi pajak menuju E-Faktur 3.0
Pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara memiliki peran yang sangat penting. Dalam memaksimalkan penerimaan pajak maka perlu ada inovasi, yaitu digitalisasi pajak melalui E-Faktur. E-Faktur merupakan faktur pajak berbasis elektronik yang berfungsi untuk memudahkan pengusaha kena pajak (PKP) dalam pembuatan SPT masa PPN. Mulai 1 Oktober 2020, Direktorat Jenderal Pajak menggunakan E-Faktur 3.0 dengan menghadirkan fitur prepopulated. Fitur ini merupakan pengisian informasi berdasar pada data yang sudah direkam sebelumnya. Dengan hadirnya fitur tersebut dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan mengurangi risiko kesalahan pengisian data oleh wajib pajak.
Automatic Exchange of Information (AEoI)
Perkembangan transaksi keuangan global memunculkan masalah baru terkait upaya penghindaran dan penggelapan pajak. Hal itu timbul karena tidak adanya informasi yang lengkap dan akurat atas kegiatan transaksi yang dilakukan. Namun, untuk mendapat informasi itu, pihak otoritas pajak terbentur aturan kerahasiaan bank yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, negara yang menjadi anggota G20 bersama dengan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan upaya pertukaran informasi antar negara secara otomatis yaitu Automatic Exchange of Information (AEoI). Sistem ini merupakan pertukaran informasi otomatis yang digunakan untuk mengetahui dan mengawasi potensi pajak dalam dan luar negeri. Sistem ini memuat informasi mengenai berbagai jenis penghasilan seperti dividen, bunga, gaji, royalti, dan dana pensiun.Penerapan AEoI di Indonesia sudah sangat serius dengan adanya payung hukum yang tertuang dalam Perpu Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan.
Tantangan Perpajakan di Era Digital
Berkembanganya teknologi membuat sistem perpajakan semakin kompleks lagi. Kegiatan ekonomi masyarakat yang dilakukan secara digital memunculkan berbagai tantangan, antara lain:
- Membentuk formulasi kebijakan, khususnya perhitungan kuantitatif terkait significant presence yaitu merumuskan regulasi yang layak dan berkaitan dengan sejumlah isu-isu perpajakan dalam beberapa tahun terakhir.
- Memanfaatkan teknologi secara maksimal, karena semakin pesatnya perkembangan teknologi di era ekonomi digital
- kesepakatan antar negara terkait sistem perpajakan yang sesuai.
- Mendefinisikan low or no tax jurisdictions dengan jelas.
- Mengalokasikan hak perpajakan terutama formula serta dasar perhitungannya dengan dua pilar. Pilar pertama yaitu, berfokus pada bagaimana seharusnya hak pemajakan dan pilar keduaberfokus pada upaya penghindaran pajak dan pengembangan regulasi terkait pengenaan tarif pajak minimum.
- Sulitnya menentukan jumlah pengenaan pajak penghasilan yang tepat karena minimnya SDM di Pengadilan Pajak yang mempunyai kompetensi di bidang hukum, perpajakan, dan akuntansi.
Sistem Pencatatan Perpajakan
Transaksi pada akuntansi finansial dicatat dengan asas substance over form, yaitu pencatatan dan pelaporan dilakukan dengan mengutamakan substansi ekonomi daripada hakikat formal dan hukum yang dapat disebut perbedaan pencatatan dalam perpajakan dengan akuntansi secara umum. Sedangkan transaksi pada akuntansi perpajakan dicatat dan dilaporkan apabila memenuhi syarat dan ketentuan perpajakan, yaitu dengan mengutamakan hakikat formal atau hukum daripada substansi ekonominya.
Pelaporan Pajak di Perusahaan Startup
Perusahaan Startup atau rintisan tak lepas dari membayar pajak. Pajak yang dibayar juga tak jauh beda dibanding perusahaan lainya. Pembayaran pajak juga perlu adanya pelaporan sebagai bukti telah membayar pajak. Kewajiban pelaporan pajak (SPT) di perusahaan Startup memiliki 2 kriteria, yaitu laporan bulanan dan tahunan.
1. Laporan Bulanan
Pelapor pajak bulanan menggunakan media penyampaian SPT Masa. Tujuan dari penyampaian SPT Masa adalah untuk melaporkan pajak yang dipungut dari orang lain. Batas pelaporan SPT Masa adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Jika bertepatan dengan hari libur maka ditambahkan waktu satu atau dua hari yaitu tanggal 21 atau tanggal 22. Pengenaan pajak yang wajib melaporkan SPT Masa, antara lain:
a. PPh Pasal 21/26
Objek pajak PPh Pasal 21/26 merupakan pembayaran imbalan atas pekerjaan/jasa kepada individu.
b. PPh Pasal 23/26
Objek pajak PPh pasal 23/26 merupakan pembayaran dividen-bunga-jasa-hadiah kepada badan dan royalti-sewa kepada badan dan individu dengan perhitungan 2% untuk sewa-jasa dan 15% untuk dividen-bunga-hadiah-royalty.
c. PPh Pasal 4(2)
Objek PPh Pasal 4(2) terdapat lebih dari 10 jenis transaksi. Beberapa contohnya seperti hadiah undian, bunga deposito, jasa konstruksi, sewa tanah/bangunan, pengalihan tanah/bangunan dengan hitungan tarif yang sangat bervariasi dan berbeda sesuai dengan transaksi yang dilakukan.
d. PPh Pasal 4(2) atas PP 46/2013
Objek PPh Pasal 4(2) atas PP 46/2013 merupakan penghasilan bruto yang diterima dari kegiatan usaha individu ataupun perusahaan (khusus perusahaan pada tahun kedua operasional) berjumlah kurang dari Rp 4,8 miliar dengan perhitungan 1% atas penghasilan bruto.
e. PPh Pasal 25
Objek PPh Pasal 25 merupakan jumlah PPh yang dibayar sendiri dari SPT Tahunan tahun sebelumnya yang dibagi 12 bulan dengan jumlah hitungan tetap sama untuk 12 bulan sesuai hitungan awal.
f. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai) merupakan pemungutan penjual dengan status PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP dengan perhitungan 10% dari nilai transaksi.
2. Laporan Tahunan
Pelaporan pajak tahunan melalui SPT Tahunan biasanya digunakan untuk melaporkan penghasilan yang diterima oleh diri sendiri, baik penghasilan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, penghasilan dengan tarif umum, dan penghasilan final. Laporan kekayaan seperti, harta dan utang pada akhir periode pajak juga harus diikutkan pada laporan pajak tahunan. Laporan ini disampaikan paling lambat 30 April atau pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya periode tahun pajak (Januari – Desember).
Ada beberapa variasi perhitungan PPh atas penghasilan yang dilaporkan pada SPT Tahunan, yaitu: Untuk beberapa bidang usaha yang spesifik, seperti Jasa Konstruksi, Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan, dan Penyalur Agen Produk BBM akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah kotor/bruto langsung dikalikan dengan tarif pajak. Tiap jenis usaha akan dikenakan tarif yang berbeda-beda. Setiap bulannya akan dilakukan pembayaran pajak atas perhitungan tersebut selama periode satu tahun pajak, bukan dilakukan satu kali pada akhir tahun.
Untuk perusahaan yang memperoleh penghasilan kurang dari Rp.4,8 miliar/tahun pada tahun operasional kedua dan seterusnya, akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah kotor/bruto langsung dikalikan dengan tarif pajak 1%. Dasar jumlah Rp.4,8 miliar/tahun dilihat dari jumlah bruto atau omzet pada tahun sebelumnya, sehingga pada tahun berikutnya barulah pengenaan tarif 1% dimulai. Sedangkan untuk perusahaan yang memperoleh penghasilan lebih dari Rp.4,8 miliar/tahun atau untuk perusahaan yang baru masuk tahun pertama operasional (berapapun jumlah penghasilan yang diperoleh) akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah keuntungan bersih dikalikan dengan tarif pajak. Dalam hal ini jika perusahaan tidak atau belum mendapatkan keuntungan maka tidak akan dikenakan PPh. Namun, jika memperoleh keuntungan maka tarif yang akan dikenakan cukup tinggi, yaitu antara 12,5% sampai dengan 25%.
Tantangan Pengelolaan Keuangan Negara Di Era Digital
Disrupsi teknologi di era digital telah memorak-porandakan tatanan dan model bisnis konvensional yang telah membangun dunia selama beberapa periode. Disrupsi ini memaksa dilakukannya transformasi dalam setiap organisasi dan entitas, baik sektor privat maupun sektor publik. Akuntan sektor publik diharapkan menjadi leader dalam proses transformasi pengelolaan keuangan negara di era digital.
Ketua Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (DPN IAI), Prof. Mardiasmo mengatakan, dalam aspek pengelolaan keuangan negara, akselerasi digitalisasi menjadi mutlak untuk mencapai posisi digital maturity. Pada tahap itu, teknologi digital telah mentransformasi setiap proses organisasi, sumber daya manusia, dan model pelayanan publik. Dengan digital maturity, manajemen keuangan negara akan mampu memfasilitasi penyediaan layanan masyarakat yang lebih berkualitas di era disrupsi. Namun untuk mencapai digital maturity, para pengelola keuangan sektor publik harus melakukan lompatan inovasi secara tidak linier untuk mendahului berbagai dinamika yang terjadi.
Tidak bisa dipungkiri, sektor privat dinilai relatif lebih fleksibel dan antisipatif dalam merespon perkembangan teknologi di era digital. Sementara respon sektor publik cenderung lambat dalam menghadapi perubahan yang tidak lagi linier. Hal itu disebabkan karakteristik sektor publik yang lebih spesifik terkait kebijakan dan regulasi, dimana manajemen keuangan negara diatur dengan lebih rigid dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Benturan antara inisiatif baru dengan regulasi dan prosedur kerap terjadi, sehingga menghambat efisiensi dan efektivitas keuangan negara.
Ada banyak aspek yang harus dikejar untuk membuat pengelolaan keuangan negara dapat menghasilkan lompatan kemajuan di sektor publik. Peningkatan investasi teknologi informasi (TI) yang mencapai 20% dari PDB, diharapkan dapat memfasilitasi kemajuan di sektor publik. Lalu transformasi digital perlu dilakukan dengan hati-hati, terutama dalam menerjemahkan kemajuan teknologi ke dalam sistem dan prosedur keuangan negara, berupa kebijakan dan regulasi. Tidak kalah penting, pengembangan dan peningkatan kompetensi SDM pengelola keuangan negara dan aspek kepemimpinan di era digital. Karena itu, edukasi atas aspek-aspek digital dan akuntansi perlu digalakkan dalam meningkatkan literasi digital para pengelola keuangan negara.
Perkembangan ekonomi digital pada dekade ini telah menjadi realitas global menggantikan platform ekonomi konvensional yang telah membangun dunia selama beberapa periode. Dewasa ini, tidak mungkin membangun sebuah tatanan ekonomi baru dan tatanan sektor publik tanpa memperhitungkan aspek digital dan disrupsi teknologi. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di era digital 4.0, diperlukan pengelolaan keuangan negara yang efektif dan efisien, baik dari sisi pendapatan, belanja, maupun pembiayaan.
Dari sisi pendapatan, pelaku ekonomi berharap ada kemudahan dalam proses dan mekanisme perhitungan pajak yang lebih fair sehingga tidak kontraproduktif dengan upaya mendukung bisnis di era digital, mulai dari startup, unicorn, hingga decacorn, serta bisnis berbasis teknologi informasi lainnya. Di sisi lain, keterbukaan informasi telah membuka peluang bagi pemerintah untuk menarik kembali dana hasil ekspor yang selama ini ditampung di negara asing melalui skema Automatic Exchange of Information (AEoI). Dana ini akan menjadi katalis baru dalam mengembangkan perekonomian nasional lebih lanjut.
Dari sisi belanja, pelaku ekonomi menghendaki pelayanan publik yang berkualitas, cepat dan efisien terutama terkait perizinan dan kemudahan berusaha. Indonesia harus bersaing ketat dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Singapura, dalam upaya menarik investor asing. Dari sisi pembiayaan, pemerintah memiliki peluang besar dalam memanfaatkan investasi dana masyarakat untuk menutup defisit anggaran melalui penjualan obligasi ritel. Untuk itu, perlu upaya peningkatan kesadaran masyarakat yang lebih masif lagi agar investasi masyarakat lebih optimal. DPKN ini juga membahas model-model pengelolaan keuangan berbasis teknologi 4.0 dan peran akuntan sektor publik untuk mendukungnya.
Implementasi Digitalisasi (E-Government, E-Budgeting dan E-Procurement) Pada Sektor Publik
Pengembangan dan penerapan teknologi informasi dalam pelaksanaan pemerintahan saat ini sedang pesat dilakukan mulai dari tingkat Pemerintah Pusat, Provinsi hingga tingkat Kabupaten/Kota. Pengembangan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dikenal dengan istilah “e-government”, dalam penyelenggaraan anggaran dikenal dengan “e-budgeting”, serta penyelenggaraan dalam pengadaan dikenal dengan “e-procurement”. Untuk memberi panduan Pokok dalam pengembangan e-government, e-budgeting, serta e-procurement, maka pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan dan kebijakan serta strategi tentang pengembangan berbagai digitalisasi tersebut. Pengembangan e-government, e-budgeting, serta e-procurement di tingkat Pemerintah Daerah, Baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota harus disesuaikan dengan karakteristik lingkungan pada daerah tersebut. Dengan demikian maka peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat harus disesuaikan dengan keseluruhan pelaksanaan pemerintahan daerah masing masing.
Penerapan E-Government
E-Government adalah suatu upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis elektronik. Penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, atau dalam kata lain e-Government merupakan penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi publik serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan demi meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan kepada publik secara efektif, serta proses pemerintahan yang demokratis. Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain :
a) Government-to-Citizen (G2C)
Government-to-Citizen (G2C) adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, Contoh: Pajak online, mencari Pekerjaan, Layanan Jaminan sosial, Dokumen pribadi (Kelahiran dan Akte perkawinan, Aplikasi Paspor, Lisensi Pengarah), Layanan imigrasi, Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana.
b) Government-to-Business (G2B)
Government-to-Business (G2B) adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah. Hal ini pada nantinya akan mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement. Contoh: Pajak perseroan, Peluang Bisnis, Pendaftaran perusahaan, peraturan pemerintah (Hukum Bisnis), Pelelangan dan penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hak paten merk dagang, dll
c) Government-to-Government (G2G)
Government-to-Government (G2G) adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basis data terintegrasi. Contoh : Konsultasi secara online, blogging untuk kalangan legislatif, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.
Pengembangan Digitalisasi Dalam Laporan Keuangan K/L dan Pemda
Selama lima tahun berturut-turut ada sebanyak 22 Kementerian/Lembaga dan 15 pemerintah daerah yang memperoleh penghargaan atas perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pengelolaan keuangan negara bukan terletak pada masalah teknis akuntansi semata, namun juga masalah nilai-nilai utama yang harus kita pegang dalam keseharian kita sebagai penyelenggara negara.
Dalam rapat kerja nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah tahun 2016 di Istana Negara, Selasa (20/9), Presiden sampaikan bahwa esensi dari transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah pertanggungjawaban moral dan konstitusional terhadap rakyat dalam menggunakan uang milik rakyat, ungkapnya. Penggunaan setiap rupiah uang rakyat harus dipastikan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat. APBN dan APBD juga harus lebih difokuskan pada belanja-belanja produktif yang mendorong ekonomi rakyat, baik berupa pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan lain sebagainya.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden meminta seluruh pihak untuk mawas diri, khususnya dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban misalnya, Presiden mempertanyakan apakah yang selama ini sudah sering dan terbiasa dilakukan itu benar adanya. Sebab, Presiden melihat bahwa sekarang ini jajaran pemerintah lebih tersita waktunya hanya untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Hampir 60% – 70% birokrasi kita ini setiap hari mengurusnya Surat Pertanggungjawaban (SPJ), sebagai contoh di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus lebih memfokuskan diri untuk turun langsung ke lapangan memeriksa kerusakan jalan, irigasi yang rusak dan pemeriksaan infrastruktur penunjang lainnya.
Presiden juga memberikan contoh lainnya di pertanian, dahulu setiap pagi ada pengawas pertanian lapangan (PPL) di pematang sawah yang tugasnya bercengkrama dengan petani, memberikan bimbingan ke petani. Tetapi sekarang dinas pertanian di Kementerian Pertanian, semuanya duduk manis di meja di ruangan ber-AC mengurus SPJ, ungkap Presiden. Presiden mengajak semua pihak untuk berinovasi dalam pembuatan laporan yang sederhana, berorientasi hasil, namun tetap mudah diperiksa dan dipertanggungjawabkan dibuatkan laporan yang sederhana, mudah diperiksa, mudah dikontrol dan diawasi tapi berorientasi hasil.
Terhadap peraih penghargaan tersebut dan juga seluruh kementerian dan lembaga maupun pemerintah daerah lainnya, Presiden mengingatkan bahwa jajaran pemerintah jangan hanya berhenti pada mengejar predikat opini WTP semata. Sebab, opini WTP bukan merupakan jaminan bahwa tidak akan ada praktik penyalahgunaan keuangan negara. Dengan predikat WTP, kita harus bekerja keras lagi untuk membangun budaya pengelolaan keuangan yang transparan dan lebih akuntabel. Untuk itu diperlukan segera membangun sistem keuangan yang baik dengan menggunakan teknologi informasi dengan mengembangkan digitalisasi ditambah peningkatan kompetensi sumber daya manusia serta debirokratisasi.
Satgas P2DD untuk Percepat Digitalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satuan Tugas Percepatan dan Digitalisasi Daerah atau Satgas P2DD. Satgas tersebut dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 3 tahun tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 4 Maret lalu. Satgas P2DD dibentuk dengan tujuan mempercepat dan memperluas digitalisasi daerah terutama untuk:
a. mendorong implementasi Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah, yang selanjutnya disebut dengan ETPD, guna meningkatkan transparansi transaksi keuangan daerah, mendukung tata kelola, dan mengintegrasikan sistem pengelolaan keuangan daerah dalam rangka mengoptimalkan pendapatan daerah; dan
b. mendukung pengembangan transaksi pembayaran digital masyarakat, mewujudkan keuangan yang inklusif, serta meningkatkan integrasi ekonomi, dan keuangan digital nasional.
Susunan keanggotaan Satgas P2DD terdiri dari Pengarah, Pelaksana, dan Sekretariat. Tim pengarah terdiri dari Menko Bidang Perekonomian dengan anggota Gubernur Bank Indonesia, Mendagri, Menteri Keuangan, Menkominfo, Mensesneg, Menpan RB, dan Kepala Bappenas.Tim Pelaksana diketuai oleh Pimpinan Tinggi Madya yang menangani urusan bidang koordinasi ekonomi makro dan keuangan pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Pimpinan Tinggi Madya dari kementerian/lembaga anggota Satgas P2DD.
“Sekretariat yang secara fungsional dilakukan oleh salah satu unit kerja di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian,” bunyi Pasal 3 ayat 1 huruf c Keppres tersebut .
Keppres tersebut juga memerintahkan Pemerintah Daerah Provinsi membentuk Satgas P2DD Provinsi yang diketuai Gubernur. Begitu juga dengan Pemerintahan daerah kabupaten/kota yang diketuai oleh bupati atau walikota. Pembentukan Satgas P2DD di daerah tersebut paling lambat satu tahun setelah Keppres terbit. Biaya Satgas P2DD dalam menjalankan tugasnya dibebankan kepada APBN atau sumber lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sementara Satgas P2DD Provinsi, Kabupaten, dan Kota dibebankan kepada APBD dan sumber lain sesuai ketentuan perundang-undangan. “Keanggotaan Gubernur Bank Indonesia dalam Satgas P2DD tidak mengurangi wewenang serta independensi pelaksanaan tugas dan fungsi Bank Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bunyi pasal 10 Keppres tersebut.
Tim 2
Tantangan Regulasi dalam Era Perekonomian Digital
Perkembangan perekonomian digital pada saat ini telah memegang peranan penting dalam proses mencapai berbagai tujuan ekonomi nasional. Perkembangan ini telah memberikan banyak perubahan pada sistem perekonomian, seperti terciptanya banyak produk barang dan jasa yang memiliki karakteristik dan manfaat baru, sarana pertukaran informasi baru, meningkatnya peranan data dalam proses dan perencanaan pertumbuhan ekonomi, penggunaan kecerdasan buatan untuk otomatisasi tugas, dan munculnya model bisnis baru melalui berbagai platform digital. Perkembangan teknologi dalam perekonomian juga memberikan dampak bagi proses pencapaian kesejahteraan masyarakat yang merata, kegiatan bisnis, dan berbagai sektor perekonomian lainnya, seperti produktivitas dan kualitas sumber daya manusia, kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, kelestarian lingkungan, dan sistem perdagangan.
Perkembangan teknologi ini telah memberikan peluang besar bagi perekonomian yang belum pernah terjadi sebelumnya, meskipun di sisi lain tetap terdapat ketidakpastian yang cukup besar dari perkembangan ini. Oleh karena itu, pemerintah dan pemangku kebijakan harus dapat mengkritisi berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi pada pembuatan peraturan (OECD, 2019). Setidaknya terdapat tiga tantangan dalam pembuatan kebijakan; 1) Pacing problem; 2) Merancang peraturan yang “fit-for-purpose”; 3) Penegakan peraturan.
Pacing problem. Teknologi digital memiliki kecenderungan untuk berkembang lebih cepat daripada sistem hukum dan regulasi pemerintah atau struktur sosial yang mengaturnya, dan hal ini lah yang menjadi tantangan bagi sistem regulasi saat ini (Merchant, 2011). Pada sisi lain, secara bersamaan, pemerintah harus dapat memperkecil gap yang terjadi antara kecepatan perkembangan teknologi dan implementasi regulasinya. Hal ini penting untuk meningkatkan reaksi pemerintah dalam menghadapi peluang sekaligus tantangan baru dari perkembangan teknologi bagi kepentingan masyarakat. Masalah muncul ketika regulasi yang merespon sebuah fenomena baru akibat digitalisasi, justru tidak dapat mengakomodir kebutuhan dan preferensi masyarakat, sehingga pada akhirnya terjadi inefisiensi dan kesalahan pada sistem peraturan yang telah dibuat.
Merancang peraturan yang “fit-for-purpose”. Perkembangan teknologi digital dalam perekonomian telah memberikan konsep dan pengertian pasar yang baru (Jedrzejewski, 2014). Hal ini tentunya menjadi sebuah tantangan karena harus ada penyesuaian strategi dan langkah konkret pemerintah dalam mencapai tujuan kemakmuran pada sistem yang berbeda akibat digitalisasi (Hackman, 2008). Contohnya adalah bentuk baru dari pasar media, data, dan informasi yang direspon oleh regulasi pemerintah dalam bentuk Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Selain itu, sifat pendekatan ekonomi dalam bisnis digital juga memiliki model yang berbeda, sehingga diperlukan penyesuaian dalam peraturan pemerintah. Contohnya adalah pembentukan harga menggunakan algoritma dalam perusahaan yang berbasis digital, dimana hal ini perlu menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar persaingan usaha yang terjadi tetap berjalan sehat. Aspek lain yang perlu menjadi perhatian, terutama di negara berkembang, adalah mengatasi kegagalan pasar akibat asimetri informasi.
Tantangan penegakan peraturan. Perkembangan teknologi memberikan tantangan bagi penegakan hukum karena dimensi digitalisasi yang memberikan perbedaan gambaran antara hak dan kewajiban, terutama setelah terlibatnya kecerdasan buatan. Begitu juga dengan sistem perundang – undangan yang masih memiliki banyak kesalahan persepsi dalam proses penegakannya, dimana proses penegakan peraturan ini menjadi tidak efisien dan justru menjadi penghambat bagi terciptanya berbagai inovasi (Voskresenskaya et al, 2020). Berkaitan dengan hal tersebut, banyak terjadi benturan hukum terkait dengan masalah identifikasi orang-orang yang terlibat dalam sebuah kasus, batasan aparat yang melampaui ranah privat, dan masalah keamanan data. Perkembangan teknologi dalam perekonomian juga akan mendorong perubahan pada prinsip-prinsip dan pendekatan hukum sebelumnya. Perubahan ini tentunya diharapkan dapat meningkatkan jaminan perlindungan hukum dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, mengingat perkembangan teknologi yang sudah sangat meluas, selain itu produk hukum juga harus dapat menghilangkan hambatan hukum yang menghambat perkembangan ekonomi digital, serta menyelaraskan aturan hukum dengan fitur teknologi dari fungsi ekonomi.
Jawaban atas pacing problem adalah dengan menerapkan sistem “wait and see” dimana diharapkan pemangku kebijakan dapat melakukan analisis terlebih dahulu mengenai fenomena digitalisasi yang terjadi (Carugati, 2020). Sistem ini juga dapat memberikan solusi yang tidak semuanya harus berbentuk regulasi formal pemerintah, karena mengingat perlunya kecepatan dalam pengambilan keputusan masalah untuk mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi itu sendiri. Alat kebijakan peraturan sebelumnya memungkinkan untuk memberi peluang penting untuk berhenti sejenak, berkonsultasi, mempertanyakan dan menguji pendekatan yang dapat membantu mencapai tujuan kebijakan umum. Mereka dapat mendukung pemerintah dalam memilih antara pendekatan regulasi dan alternatif untuk mempromosikan inovasi digital sambil mengurangi risiko. Mengingat dinamika transformasi digital, kemungkinan solusi campuran regulasi yang tepat akan memerlukan adaptasi berkala dan pemantauan pemerintah yang konstan. Pendekatan yang juga dapat dilakukan untuk mengatasi pacing problem adalah dengan menerapkan konsep “whole government”, dimana dalam proses ini diharapkan pembuatan peraturan dapat mengatasi tantangan antara lembaga pemerintahan. Mengingat sifat dari konsep ini adalah lintas yurisdiksi, pengaturan terhadap perkembangan teknologi digital membutuhkan peningkatan dialog dan kerja sama antar lembaga. Langkah ini mengharuskan adanya peran aktif dari pemangku kebijakan kunci yang relevan, dan peran yang lebih menonjol untuk pengawasan peraturan dalam berbagi keahlian dan praktik yang baik di seluruh bidang kebijakan.
Dalam mengatasi keseluruhan permasalah yang dimungkinkan timbul, pemerintah perlu melibatkan berbagai pemangku kebijakan yang jauh lebih beragam, akademisi, dan pemain aktif dalam sektor – sektor ekonomi yang paling besar perubahan teknologinya. Investasi dalam sumber daya manusia dan riset juga harus terus ditingkatkan untuk meningkatkan kemampuan pengambilan kebijakan yang dapat menjangkau proses penilaian dampak digitalisasi sejak dini. Proses pembuatan kebijakan dan tinjauan dari implementasi kebijakan juga harus dilakukan secara berkala dan terpadu. Langkah ini menjadi penting karena adanya kebutuhan untuk menciptakan sekaligus mempertahankan solusi dari sebuah regulasi yang berdasarkan pada bukti dan memanfaatkan keahlian yang akrab dengan teknologi dan implikasinya. Selain memperluas basis pengetahuan untuk pembuatan aturan, debat publik yang lebih luas tentang nilai-nilai fundamental dan preferensi masyarakat dapat membantu menyempurnakan tujuan kebijakan regulasi yang lebih luas.
Berbagai peluang dan tantangan akibat dari perkembangan teknologi harus direspon oleh peran aktif pemerintah dan pemangku kebijakan. Hal ini penting dilakukan untuk memberikan panduan bagi setiap inovasi digital dan tentunya untuk mendorong perkembangan teknologi yang mendukung kesejahteraan masyarakat. Disamping keterbatasan kebijakan pemerintah untuk mengimbangi kecepatan perkembangan teknologi, pemerintah dan pemangku kebijakan harus dapat menghasilkan produk hukum dan aturan yang dapat merepresentasikan sekaligus melindungi preferensi dan kebutuhan masyarakat, tujuannya adalah untuk menghindari potensi dampak negatif yang tidak diinginkan dari perkembangan teknologi ini.
Digitalisasi Investasi dan Tren Investasi di Emiten Teknologi
Investasi
Investasi didefinisikan sebagai komitmen sejumlah uang atau sumber daya lainnya yang dilakukan saat ini (present time) dengan harapan memperoleh manfaat (benefit) di kemudian hari (in future). Dalam tataran praktik, investasi biasanya dikaitkan dengan berbagai aktivitas yang terkait dengan penanaman uang pada berbagai macam alternatif aset baik yang tergolong sebagai aset real (real assets) seperti tanah, emas, properti ataupun yang berbentuk aset finansial (financial assets), misalnya berbagai bentuk surat berharga seperti saham, obligasi ataupun reksadana. Bagi investor yang lebih pintar dan lebih berani menanggung risiko, aktivitas investasi yang mereka lakukan juga bisa mencakup investasi pada aset-aset finansial yang lebih berisiko lainnya yang lebih kompleks, seperti warrants, option, dan futures maupun ekuitas internasional.
Pihak-pihak yang melakukan kegiatan investasi biasanya disebut investor. Investor pada umumnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu investor individual (individual/retail investors) dan investor institusional (institutional investors). Investor individual terdiri dari individu-individu yang melakukan aktivitas investasi. Sedangkan investor institusional biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpan dana (bank dan lembaga simpan-pinjam), lembaga dana pensiun maupun perusahaan investasi. Lembaga seperti ini biasanya mengumpulkan uang dari para anggotanya (nasabahnya) dan selanjutnya menggunakan uang tersebut sebagai modal untuk investasi pada reksadana tertentu ataupun bisa juga dibelikan saham atau obligasi.
Pasar Modal
Pasar Modal adalah tempat untuk melakukan aktivitas penawaran dan perdagangan berbagai produk Instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang seperti saham, obligasi (Surat Hutang), Reksadana, ETF, dan Derivatif. Pasar modal berperan penting dalam pembiayaan jangka panjang bagi suatu perusahaan. Pasar modal juga berperan untuk memfasilitasi masyarakat untuk turut andil dalam kegiatan investasi.
Jenis aset | Definisi |
Saham | Saham adalah surat bukti penyertaan modal seseorang atau pihak lain dalam sebuah emiten. Contoh: saham ANTM, ACES, BMRI |
Obligasi | Obligasi adalah surat bukti pengakuan hutang dari perusahaan yang dapat berpindah kepemilikannya. Contoh: MTN I Telkom Tahun 2018 Seri C yang diterbitkan oleh TLKM |
Reksadana | Reksa dana adalah himpunan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam bentuk portofolio efek atau surat berharga oleh manajer investasi. Contoh: Reksadana Haji |
ETF | ETF adalah reksa dana yang diperjualbelikan seperti saham-saham di bursa efek yang dapat diperjual belikan layaknya saham. Contoh R-LQ45X (ETF Index LQ45 yang dioperasikan oleh Indopremier) |
Derivatif | Derivatif adalah kontrak atau perjanjian finansial yang dilakukan antara dua pihak atau lebih untuk memenuhi janji dalam jual-beli aset atau komoditas. |
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kinerja Pasar Modal
Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan sempat terkoreksi ke angka 4.000 di bulan maret tahun 2020 silam pertama kalinya sejak tahun 2013, kepanikan menyebarnya virus covid-19 di banyak negara termasuk Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, persebaran virus ini juga menyebabkan panic selling di pasar modal secara global. Adanya wabah memaksa masyarakat untuk mengurangi aktivitas diluar rumah. Akibatnya aktivitas ekonomi konvensional terganggu. masyarakat terpaksa untuk mengubah pola rutinitasnya, dari yang semula interaksi langsung menjadi dilakukan secara online termasuk juga dalam investasi.
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan selama 2020-2021(investing.com)
Sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020 lalu, pasar modal Indonesia mulai menunjukkan peningkatan, meski sempat mendapat tekanan berat pada kuartal I-2020. Hal ini bisa terlihat dari IHSG yang menguat ke level 6.324,25 pada 15 Maret 2021, meningkat 5,8% dari akhir 2020 yang mencapai 5.979,07. Membaiknya kinerja pasar modal di Indonesia juga didorong oleh banyaknya partisipasi masyarakat dalam berinvestasi di pasar modal. PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat pertumbuhan investor milenial di pasar modal sudah mencapai 78% per Januari 2021.
Saat ini, Pasar modal dijadikan acuan perkembangan ekonomi negara. Bank Dunia melalui studinya “Capital Markets Development Causes, Effects, and Sequencing” menyatakan terdapat korelasi antara pasar modal dengan pertumbuhan ekonomi. Korelasi tersebut didasarkan besarnya manfaat pasar modal untuk membiayai berbagai sektor ekonomi strategis seperti Infrastruktur, perumahan, UMKM, dan penanganan perubahan iklim. Membaiknya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia dan keluarnya Indonesia dari resesi di Q2 2021 membuktikan bahwa negara dengan pasar modal yang kuat akan lebih cepat keluar dari resesi, dibandingkan negara yang didominasi perbankan.
perbandingan Indeks Harga Saham Gabungan selama 2020-2021(investing.com) dengan laju pertumbuhan ekonomi (bps.go.id).
Pertumbuhan Super Emiten Teknologi dan Tren IPO Perusahaan Teknologi dan Digital
Selama tahun 2021 ini Indeks sektoral terbaru di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni sektor teknologi (IDXTECHNO) akhir-akhir ini menjadi primadona pasar. Indeks sektor teknologi ini masih tergolong baru karena baru saja dirilis pada awal tahun 2021 ini. Meskipun baru dirilis, indeks saham sektor teknologi mengalami kenaikan yang sangat signifikan hingga 973% sejak awal dirilis pada tanggal 25 Januari 2021.
Penguatan tersebut menunjukkan bahwa investor sangat antusias dan mengapresiasi emiten-emiten yang bergerak pada sektor teknologi. Perusahaan yang termasuk dalam indeks saham teknologi adalah PT DCI Indonesia , Tbk(DCII) yang merupakan perusahaan bergerak pada usaha Data Center yang sangat diperlukan seiring dengan perkembangan ekonomi digital di Indonesia. DCII selama 2021 ini telah naik sebesar 11.965%, sebuah kenaikan yang sangat luar biasa. Selain itu masih banyak emiten teknologi yang mengalami kenaikan yang serupa seperti PT Indointernet, Tbk (EDGE) naik sebesar 160% PT Elang Mahkota Teknologi, Tbk (EMTK) mengalami kenaikan sebesar 50% yang merupakan holding perusahaan teknologi salah satunya PT Bukalapak.com, Tbk (BUKA).
Selain kenaikan yang sangat signifikan, salah satu hal yang sangat ditunggu di dunia investasi dan pasar modal Indonesia adalah Initial Public Offering (IPO) dari perusahaan lainnya yang juga bergerak pada bidang teknologi. IPO dari Start-Up Unicorn Indonesia yaitu PT Bukalapak.com, Tbk (BUKA) yang resmi melantai di Bursa Efek Indonesia turut memecah rekor. Jumlah seluruh nilai IPO saham PT Bukalapak.com, Tbk adalah sebesar Rp 21.900.679.080.000 atau nyaris Rp 22 triliun yang memecahkan rekor sebagai IPO terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Digitalisasi untuk Kemudahan dalam Berinvestasi
Digitalisasi turut berperan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat di pasar modal. Digitalisasi membuka peluang masyarakat untuk ikut dalam kegiatan pasar modal melalui aplikasi yang tersedia dalam gawai. Pemanfaatan platform digital telah mendorong adanya transparansi dalam pengelolaan dana investasi di sekuritas. Para investor kini bisa mengetahui pergerakan investasinya setiap hari melalui ponselnya. Selain itu juga penggunaan platform electronic proxy (eProxy) juga memudahkan masyarakat untuk menghadiri RUPS secara tidak langsung. Mudahnya membuat akun investasi di fintech maupun bank konvensional melalui aplikasi. Kemudahan pembukaan rekening menjadi turning point baru, dimana sejumlah layanan sekuritas kian berlomba-lomba menjaring investor ritel.
OJK juga berencana untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi reksa dana. Skema yang dilakukan adalah mengoptimalkan penggunaan uang elektronik (e-money) sebagai transaksi pembayaran industri reksa dana. Uang elektronik sebagai transaksi pembayaran bisa menambah alternatif pembayaran reksa dana di luar perbankan. Dengan banyaknya alternatif pembayaran, maka pelaku industri reksa dana bisa meraih investor ritel secara besar-besaran
Pasar modal Indonesia sudah memiliki 3,02 juta single investor identification (SID) per 31 Juli 2020. Jumlah itu meningkat 21,77% dari akhir tahun lalu yang sebanyak 2,48 juta SID. kemudian angka ini meningkat menjadi 5,8 Juta SID per Juli 2021. Peningkatan jumlah investor ritel tersebut juga merupakan hasil dari transformasi digital yang menjadi kunci utama bagi pendalaman basis investor di pasar modal.
Kemudian digitalisasi dalam Investasi juga dilakukan dalam hal kemudahan dalam pembukaan akun sekuritas. Banyak sekuritas yang memberikan kemudahan dalam pembukaan akun dengan fully integrated di aplikasinya. Hal tersebut memudahkan nasabah sehingga tidak perlu datang ke kantor sekuritas dan tidak perlu mengirim berkas pendaftaran. Dengan kemudahan tersebut akan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk berinvestasi sehingga semakin banyaknya investor akan memajukan Pasar Modal Indonesia.
Penerapan Ekonomi Syariah dalam Investasi Pasar Modal
Regulasi Pasar Modal Syariah di Indonesia:
- UU no. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
- UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
- Fatwa DSN-MUI No: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa dana Syariah
- Fatwa DSN-MUI No: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal
- Fatwa DSN-MUI No. 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek
- 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait pasar modal syariah
Akad yang digunakan dalam pasar modal syariah adalah akad ijarah, istishna, kafalah, mudharabah, musyarakah dan wakalah. Wakalah biasanya diterapkan pada broker dan wali amanat, walaupun saat ini sudah tidak banyak kegiatan pasar modal menggunakan akad wakalah karena transaksi sudah bisa dilakukan secara daring.
Cara Kerja Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah tidak membuka pendanaan pada perusahaan rokok (QS An-Nisa [4] : 29), miras atau usaha yang sangat spekulatif (QS Al-Maidah [5] : 90 – 91), dan barang atau kegiatan yang terlarang dalam syariah islam. Akad yang digunakan dalam pasar modal syariah adalah akad ijarah, istishna, kafalah, mudharabah, sharf, dan wakalah.
Analisis SWOT Pasar Modal Syariah
STRENGTH
- Bebas riba sesuai QS Al-Baqarah [2] : 276 sehingga menjanjikan stabilitas tingkat inflasi dan mengurangi ketimpangan ekonomi
- Tujuan investasi bukan untuk spekulasi (QS An-Nisa [4] : 29) sehingga hasil yang didapatkan lebih bisa dipastikan dan proses investasi lebih aman
WEAKNESS
- Kerugian pasar modal syariah adalah kriteria emiten, instrumen investasi, dan cara investasi yang lebih ketat
- Cost awal yang lebih mahal daripada konvensional karena emiten tidak bisa sembarangan mencari pendapatan
- Untuk akad mudharabah yang memisahkan modal dengan usaha, emiten bisa kurang terdorong untuk memaksimalkan usaha sehingga mengancam return pemodal
OPPORTUNITY
Menurut Kepala Divisi Pasar Modal Syariah BEI, Irwan Abdalloh, kinerja pasar modal syariah konsisten tumbuh sejak tahun 2016 dengan persentase di atas 50%, bahkan ketika pandemi menyerang Indonesia. Dari 459 efek syariah berupa saham yang terdaftar dalam DES per 7 Agustus 2020, terdapat 443 saham BEI yang masuk Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Untuk sukuk korporasi, tercatat kenaikan penerbitan sukuk korporasi, yakni 253 sukuk dengan total nilai Rp 51,89 triliun, dibandingkan tahun lalu dengan 232 sukuk bernilai Rp 48,24 triliun. Jumlah reksa dana syariah juga meningkat dari sebelumnya 265 menjadi 282 per 7 Agustus 2020. Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal Syariah juga bertumbuh. Ahli Syariah Pasar Modal (ASPM) yang jumlahnya 92 pihak pada akhir tahun lalu telah naik menjadi 113 pihak per pekan kedua Agustus 2020 lalu.
OJK sudah membuat roadmap pasar modal syariah untuk tahun 2020-2024 dan mengizinkan penerbitan green sukuk (sukuk untuk perusahaan yang memenuhi kriteria ramah lingkungan).
Berikut perbedaan sukuk dengan obligasi
SUKUK | OBLIGASI |
Perlu underlying asset | Tidak perlu underlying asset |
Menyatakan kepemilikan bersama atas suatu aset/manfaat/proyek | Menyatakan utang-piutang antara penerbit dan investor |
Penggunaan dana untuk hal-hal yang dibolehkan secara syariah | Penggunaan dana untuk hal-hal yang dibolehkan secara undang-undang negara |
Keuntungannya berupa bagi hasil atau margin | Keuntungannya berupa bunga |
BI juga ikut menyusun 4 pilar pembangunan investasi syariah. Strategi pertama adalah mengembangkan produk pasar modal syariah. Kedua, memperkuat dan mengembangkan infrastruktur pasar modal syariah. Ketiga, meningkatkan literasi dan inklusi pasar modal syariah. Keempat, memperkuat sinergi dengan banyak pemangku kepentingan.
OJK berupaya memasukkan materi Pasar Modal Syariah sebagai materi pembelajaran perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan kendala utama dalam pengembangan pasar modal syariah di Indonesia adalah kurangnya pemahaman mengenai pasar modal syariah.
Berdasarkan keterangan dari Direktur Pasar Modal Syariah Fadilah Kartikasari, OJK sudah mengeluarkan regulasi mengenai Unit Pengelolaan Manajer Investasi Syariah (MIS) pada akhir 2016. Tentunya, MIS akan lebih fokus pada proses investasi syariah. Selain itu, MIS juga memiliki target pengembangan produk dan marketing yang jelas. Mengingat bahwa OJK merupakan pemegang otoritas tertinggi dalam pengawasan tata kelola keuangan di Indonesia, maka tanpa adanya regulasi yang tegas dari OJK, industri keuangan pasar modal syariah tidak akan berkembang dengan baik.
Selain regulasi mengenai MIS, OJK juga mengeluarkan enam paket kebijakan mengenai pasar modal syariah di Indonesia. Peraturan tersebut terdiri atas peraturan OJK tentang penerapan prinsip syariah di pasar modal, penerbitan dan persyaratan efek syariah berupa saham, penerbitan sukuk (obligasi syariah), penerbitan dan persyaratan efek beragun aset syariah, penerbitan dan persyaratan reksa dana syariah, dan yang terakhir adalah mengenai ahli syariah di pasar modal.
THREAT
Meskipun menurut Wapres Indonesia, K.H. Ma’ruf Amin, market share pasar modal syariah masih tergolong rendah yaitu 9,89% di tahun 2021, hal itu bisa dimaklumi. Pandemi menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menyentuh persentase negatif sehingga transaksi di pasar modal pasti terpengaruh. Industri berbasis syariah di Indonesia termasuk pasar modal tetap stabil di tengah pandemi karena populasi masyarakat muslim Indonesia terbanyak di dunia.
Kendala lainnya adalah kurangnya koordinasi antar regulator yang terkait dengan pasar modal syariah. Oleh karena itu, pengembangan akan difokuskan pada regulasi yang dapat memberikan penjelasan dan peningkatan kepercayaan pelaku pasar dalam berkegiatan di pasar modal yang berbasis syariah. Pemerintah juga akan membangun Sistem Informasi Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembaruan regulasi (peraturan) pasar modal di Indonesia harus benar-benar diperhatikan dan dilakukan terus-menerus sesuai dengan kondisi dan keadaan. Kestabilan ekonomi di suatu negara tercermin salah satunya dari kestabilan kegiatan di pasar modal.
Tim 3
Covid-19 Menjadi Trigger Turning Point Ekonomi Digital di Asia Tenggara
Pendahuluan
- Alasan mengapa eko digital bisa mencuat
Digitalisasi ekonomi membawa berbagai perubahan dan manfaat dalam meraih efisiensi, efektivitas, penurunan cost production, kolaborasi, dan menciptakan keadaan yang saling terkoneksinya satu pihak dengan pihak lain. Maka tidaklah mengherankan jika digitalisasi ekonomi dianggap sebagai masa depan pertumbuhan ekonomi baru. Digitalisasi mengubah ekonomi secara global dalam beberapa cara. Perusahaan besar menurunkan biaya komunikasi dan transaksi lintas batas dengan menghubungkan bisnis dengan konsumen dan supplier di negara manapun. Digitalisasi ini juga memungkinkan bisnis kecil untuk ikut dalam berpartisipasi sehingga menciptakan persaingan yang lebih luas.
Kawasan ASEAN sangat prospektif dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat. Dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan akses internet yang semakin masif digunakan oleh masyarakat seluruh dunia, startup dibidang ekonomi digital juga makin digemari dan bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern. Studi terbaru yang dilakukan oleh Google dan Temasek mencatat pengakses internet melalui ponsel di Asia Tenggara jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya. Hal ini ditunjang dengan harga ponsel yang semakin terjangkau dan layanan telekomunikasi yang semakin murah. Lebih dari 90 persen pengakses internet tercatat merupakan pengguna ponsel. Dilaporkan Reuters, tercatat hingga 2018 ada 350 juta pengguna internet di enam negara Asia Tenggara yang masuk dalam riset yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Tingginya penggunaan ponsel dan layanan internet sebagian besar mengarah pada belanja daring, media sosial, berlangganan musik dan video streaming hingga pemesanan makanan yang ditawarkan oleh perusahaan startup seperti Gojek dan Grab.
- Alasan mengapa covid 19 bs menjadi pendorong kuat eko digital sekarang ini
Pandemi COVID 19 menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi di seluruh penjuru negara yang terkena dampaknya. Namun, pandemi ini justru memberikan dampak positif terhadap ekonomi digital terutama di negara- negara Asia Tenggara. Hal tersebut tercermin pada angka yang menunjukan ekonomi digital Asia Tenggara 2020 melambung secara signifikan mencapai US$ 105 miliar menurut data economy SEA 2020. Angka tersebut menunjukan pertumbuhan ekonomi digital dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 5%. Hal ini tentunya diakibatkan oleh beberapa kebijakan pemerintah yang dijalankan selama pandemi untuk meminimalisir angka warga yang terjangkit. COVID 19 sendiri merupakan salah satu penyakit yang dapat menular melalui kontak dengan droplet dari saluran pernapasan, seperti batuk, bersin, dan lainnya sehingga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang tentunya bertujuan untuk mengurangi interaksi antar masyarakat secara langsung/ kontak fisik. Hal ini pun secara keseluruhan mengubah gaya hidup masyarakat menjadi lebih berfokus pada kegiatan daring (dalam jaringan) yang memanfaatkan teknologi yang ada. Jumlah pengguna internet yang tadinya memang sudah terus meningkat setiap tahunnya, meningkat dengan sangat tajam pada saat pandemi, yaitu mencapai empat puluh juta pengguna yang berarti sebesar 70% masyarakat Asia Tenggara sudah terhubung dengan internet. Dengan adanya transformasi digital ini secara tidak langsung menuntut para konsumen dan pelaku usaha untuk beradaptasi agar dapat memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini menyebabkan tidak hanya para pengusaha e-commerce yang semakin berkembang tetapi juga pasarnya yang semakin luas mengingat konsumen tidak bisa secara langsung untuk melakukan transaksi (menunjukan masyarakat yang akhirnya semakin familiar, paham, dan menyadari kebutuhan akan teknologi salah satunya pada sektor ekonomi).
- Angka peningkatan eko digital di sea
Meliputi enam ekonomi terbesar di Asia Tenggara (SEA), 400 juta dari 580 juta penduduk yang tinggal di negara-negara sudah menjadi ekonomi digital. Angka tersebut merupakan 70% dari wilayah yang ada di SEA. 40 juta di antaranya berubah menjadi ekonomi digital pada tahun 2020.
Penggunaan internet di Asia Tenggara terus berlipat ganda, meskipun wilayah tersebut masih berada dalam pergolakan Covid-19, dan dampak ekonominya masih berlangsung. Namun, sudah terbukti bahwa virus corona telah membawa percepatan adopsi digital yang permanen dan masif, dengan lebih dari 1 dari 3 konsumen layanan digital (36% dari total) baru menggunakan layanan ini, di mana 90% berniat untuk melanjutkan layanan baru mereka.
Orang Asia Tenggara menghabiskan rata-rata satu jam lebih banyak sehari di Internet selama penguncian yang diberlakukan Covid-19, dan mudah untuk mengetahui alasannya. Sektor Internet menyediakan akses ke barang-barang penting, perawatan kesehatan, pendidikan dan hiburan, dan membantu bisnis “tetap menyala.” Dengan 8 dari 10 orang Asia Tenggara memandang teknologi sangat membantu selama pandemi, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pembahasan
- contoh ecommerce/ kasus yg menunjukan eko digital di sea melambung
Ekonomi Digital Indonesia tumbuh lebih dari lima kali lipat dari $8 miliar pada 2015 menjadi $40 miliar pada 2019, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 49%. Sebagai ekonomi Internet terbesar dan paling cepat berkembang di kawasan Asia Tenggara, Indonesia berpotensi mencapai $130 miliar pada 2025 dan tentunya menarik perhatian para investor. Sebanyak $1.8 miliar terhimpun di Indonesia selama paruh pertama tahun ini, sama dengan jumlah pada paruh pertama 2018.
Lonjakan angka pertumbuhan ekonomi digital ini kebanyakan didorong oleh beberapa sektor strategis yang sedang berkembang pesat di Indonesi yaitu e-commerce. Sektor e-Commerce di Indonesia diperkirakan mencapai $21 miliar pada 2019, tumbuh 12 kali lipat sejak 2015 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 88%. Sektor ini diperkirakan mencapai $82 miliar pada tahun 2025.
Kehadiran e-Commerce memberikan pengalaman berbelanja yang unik dengan menggabungkan kemeriahan promo dengan unsur hiburan yang selalu memikat hati penggunanya untuk berbelanja. Hal tersebut terbukti dengan kenaikan pencarian terkait voucher, kupon, dan promosi yang biasanya diberikan oleh pemain e-Commerce selama festival belanja, seperti HARBOLNAS. Menurut Google Trends, pencarian tersebut telah meningkat dua kali lipat dalam empat tahun terakhir.
- Hal utama yang menjadi fokus dalam pendigitalisasian ekonomi di SEA
Pendigitalisasian ekonomi tentunya tidaklah terjadi secara instan, ada beberapa hal penting yang menjadi pondasi dari hal ini. Pertama adalah tingkat konektivitas. Konektivitas disini tidak hanya berbicara mengenai keterhubungan antar masyarakat atau daerah tetapi metode bagaimana mereka terhubung. Hal ini pun didukung oleh jumlah pengguna internet yang meningkat dengan sangat tajam pada saat pandemi, yaitu mencapai empat puluh juta pengguna yang berarti sebesar 70% masyarakat Asia Tenggara sudah terhubung dengan internet. Hal ini perlu ditingkatkan lagi mengingat diperlukannya pemerataan jika kita ingin pendigitalisian ekonomi ini lebih sukses lagi, mengingat sekarang beberapa masih terpusat pada suatu daerah tertentu. Kedua, kerjasama antara berbagai pihak baik itu pihak swasta maupun publik baik dalam bidang investasi, penyediaan fasilitas, dan masih banyak lagi karena jika hanya mengandalkan satu pihak tidak akan terlaksanakan dengan cepat. Ketiga, pembayaran digital (financial technology). Aspek ini merupakan salah satu hal yang menentukan kesuksesan pendigitalisasian ekonomi karena jika masyarakat sudah melek akan fintech maka secara tidak langsung akan beralih dari sistem pembayaran yang beralih dari konvensional ke online, sistem pembayaran ini tentunya secara tidak langsung akan mentransformasi metode jual beli masyarakat menjadi daring. Namun, sayangnya masih banyak negara di Asia Tenggara yang masih bergantung pada uang tunai. Singapura merupakan negara dengan pemanfaatan fintech paling tinggi di Asia Tenggara , yaitu 50% dari populasi dan yang terendah terletak pada Myanmar, yaitu 2% populasinya.
- Tantangan pertumbuhan ekonomi digital di SEA
Dalam membangun ekosistem ekonomi digital yang mumpuni, kerja sama yang ideal antara pemerintah, komunitas bisnis digital, dan organisasi multilateral sangat diperlukan agar dapat memastikan keuntungan dari ekonomi digital. Namun, Meskipun 70% masyarakat Asia Tenggara sudah terhubung dengan internet sejak pandemi, hal tersebut tidak menjamin ekonomi digital terjadi tanpa adanya beberapa hambatan. Industri ini masih berjuang untuk mengisi kesenjangan tenaga kerja, dengan permintaan akan pekerja teknologi terampil jauh melampaui pasokannya. Selain pada tenaga kerja, hambatan pada regulasi dan kurangnya kepercayaan pada transaksi elektronik (misalnya: Myanmar hanya 2% populasinya memanfaatkan financial technology) juga menahan pertumbuhan sistem digital bergerak secara cepat. Walaupun teknologi pada dasarnya bersifat lintas negara, belum tentu kebijakan-kebijakan yang mengaturnya juga seperti itu. Terdapat dua unsur penting terkait dengan menciptakan ekosistem yang mendukung di kawasan Asia Tenggara. Pertama, yaitu diperlukan adanya fleksibilitas dalam mengejar keseimbangan antara inovasi dan digital regulasi. Banyak perusahaan yang sudah aktif di sektor digital sudah terbiasa membangun platform yang dapat beradaptasi dengan teknologi baru yang tersedia. Negara-negara secara khusus pembuat kebijakan perlu mengaplikasikan pemikiran serupa terkait penerapan standardisasi. Kedua yaitu menyangkut perlunya pembangunan matang yang tidak hanya bersifat dari bawah ke atas (bottom up), melainkan juga perlunya solusi dari pemerintah yang bersifat turun dari atas ke bawah (top-down). Selain itu, kolaborasi antar negara juga dapat menjadi pembangun iklim ekonomi digital di kawasan ini.
Tim 4
Sistem Pendataan Data Digital di Indonesia yang Masih Berantakan di Era Revolusi Industri 4.0
Era Revolusi Industri 4.0 adalah pembaharuan daripada era Revolusi Industri 3.0. Hal ini dikarenakan terdapat banyak inovasi baru di Industri 4.0, diantaranya adalah Internet of Things (IoT), Big Data, percetakan 3D, Artificial Intelligence (AI), kendaraan tanpa pengemudi, rekayasa genetika, robot, dan mesin pintar. Salah satu hal terbesar didalam Revolusi Industri 4.0 adalah Internet of Things.
Internet of Things (IoT) adalah sebuah inovasi yang berfungsi untuk mengefisienkan komunikasi antara mesin, perangkat, sensor, dan manusia. Apabila dahulu untuk mentransfer uang kita harus melalui ATM atau teller bank, sekarang kita hanya perlu untuk membuka aplikasi yang terdapat di gawai kita dan koneksi internet untuk melakukan transaksi yang bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja jika terkoneksi oleh internet, selain Internet of Things, sesuatu yang berperan penting dalam Revolusi Industri 4.0. adalah Big Data. Big Data adalah seluruh informasi yang tersimpan di dalam cloud computing. Dengan adanya big data, data yang memiliki kecacatan atau kerusakan dapat diminimalisasikan atau ditingkatkan karena adanya analitik data besar dan komputasi awan ini. Analitik data besar itu memiliki sistem yang disebut dengan istilah 6c, yaitu connection, cyber, content/context, community, dan customization.
Big data sangat membantu dalam memproses pendataan baik bagi perusahaan maupun pemerintahan karena langsung terkoneksi dengan internet. Selain itu, terdapatnya analitik data besar dan komputasi awan mampu mendeteksi kecacatan dini dan kegagalan dari data tersebut. Namun, data yang diolah tersebut bisa saja bocor dan disebarluaskan tanpa ijin oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab demi mendapatkan keuntungan atau merugikan pihak lain dengan data tersebut. Hal ini dapat terjadi karena kemudahan dalam mengakses data melalui internet yang bisa saja dicari celah untuk mendapatkan data yang diinginkan.
Kebocoran data atau penyalahgunaan data bukanlah suatu kasus yang bisa diremehkan baik secara sengaja maupun disengaja atau hacking oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, baik perusahaan atau pemerintahan maupun data pribadi seseorang. Hal ini dikarenakan dalam data tersebut memiliki berbagai macam informasi penting baik perusahaan atau pemerintahan maupun data pribadi seseorang yang bisa saja digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan dirinya sendiri, orang lain, bahkan tindak kriminal, seperti pemerasan, penipuan, pengancaman, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan tindak kriminal.
Seperti yang kita ketahui di dunia serba digital ini apa saja mudah untuk dilakukan. Banyak startup yang didirikan untuk memudahkan kita dalam melakukan apapun. Ingin berbelanja kita tidak perlu lagi pergi ke toko atau mal untuk melakukannya cukup di rumah saja kita bisa melakukannya dengan belanja online melalui aplikasi belanja online. Ingin pesan tiket pesawat, kereta, hotel, dan rekreasi bisa kita lakukan secara online melalui aplikasi. Hal-hal tersebut bisa kita lakukan dengan mudah dengan adanya akses internet di sekeliling kita. Namun, hal-hal seperti itu jelas membutuhkan informasi/data dari kita, seperti alamat rumah, nomor telepon, nomor rekening atau kartu kredit, bahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kita. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati ketika memasukkan informasi pribadi kita karena bisa saja disalahgunakan seperti halnya beberapa kasus yang sering terjadi, penipuan, penjual data ilegal, pemerasan, dan lain sebagainya.
Pemanfaatan Big Data di Indonesia
Di era Industri 4.0 big data merupakan salah satu inovasi yang dicapai oleh manusia seiring perkembangannya zaman. Pemanfaatan big data ini telah menjadi tren dunia. Contohnya penggunaan big data untuk perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Food and Agriculture Organization (FAO) menggunakan Big Data Synthesis untuk mengembangkan sistem informasi air dunia (Global Water Information System). Di Tiongkok, big data digunakan untuk memetakan kemiskinan dengan memanfaatkan Call Data Records yang menyediakan data kemiskinan dari sumber yang ekonomis dan berkelanjutan. Nepal menggunakan data ponsel untuk memetakan perpindahan populasi. Sementara itu di Haiti, sekelompok sukarelawan menganalisis informasi dari Facebook, Twitter, dan pesan singkat untuk melaksanakan layanan gawat darurat setelah terjadinya gempa Haiti.
Pada awalnya, big data sulit diadopsi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh belum adanya teknologi mumpuni. Butuh hardware mahal untuk mengadopsi teknologi. Akan tetapi, karena begitu pentingnya peran big data dalam pemerintahan, terutama untuk pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, dan acuan monitoring dan evaluasi aktivitas, pemerintahan melalui Kementerian PPN/Bappenas telah menggunakan big data sebagai acuan bagi analisis kebijakan, penyediaan rekomendasi kebijakan, dan formulasi perencanaan pembangunan. Selain itu, melalui Konferensi Internasional tentang Revolusi Data untuk Perumus Kebijakan Menteri PPN/Kepala Bappenas (2017) Bambang Brodjonegoro memaparkan betapa pentingnya penggunaan big data untuk perumusan kebijakan pemerintah Indonesia.
Oleh karena itu, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Global Pulse Lab telah beberapa kali melaksanakan pemanfaatan big data. Pertama, pemerintah melakukan proyeksi langsung (nowcasting) harga pangan di Indonesia dengan menggunakan sinyal-sinyal media sosial. Kegiatan ini mengeksplorasi data twitter untuk memproyeksi langsung (nowcast) atau menyediakan harga real-time dengan output berupa model statistik atas indikator harga sehari-hari dari empat komoditas pangan yaitu daging sapi, daging ayam, bawang merah, dan cabai. Ketika model ini dibandingkan dengan harga pangan resmi, hasilnya hampir berkoreasli sehingga sinyal media sosial real-time dapat digunakan sebagai salah satu dasar statistik harga pangan sehari-hari.Studi pendahuluan ini membuka jalan bagi penelitian lanjutan dengan menggunakan analisis media sosial sebagai pelengkap data harga secara tradisional dengan menyediakan cara yang lebih cepat, lebih terjangkau, dan lebih efisien dalam pengumpulan data harga pangan real-time.
Kedua, mengumpulkan tweet masyarakat Indonesia untuk mengerti kondisi harga pangan. Dengan menggunakan metode ini, pemerintah dapat mengetahui bahwa ada hubungan korelasi antara percakapan masyarakat di Twitter tentang kenaikan harga pangan dengan inflasi harga pangan dari faktor eksternal lainnya. Tidak hanya itu, ditemukan juga korelasi antara tweet harga pangan dengan harga bahan bakar minyak.
Ketiga, adalah pengumpulan big data untuk mengidentifikasi kasus konsumen di Indonesia. Analisis ini menggunakan data Twitter dan tren Google untuk menganalisis kasus komplain konsumen yang paling sering terjadi di Indonesia. Penelitian tersebut menemukan bahwa transportasi, listrik, pangan, finansial, dan properti adalah sektor-sektor dengan kasus komplain konsumen paling sering ditemukan. Penemuan ini menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk menentukan skala prioritas dalam formulasi strategi nasional perlindungan konsumen.
Selain bisa dimanfaatkan oleh pemerintahan, big data juga bisa dimanfaatkan pada berbagai sektor, seperti bank, bisnis, asuransi, agrikultur, pendidikan, dsb. Sebagai contoh, dalam bidang pendidikan big data dapat dimanfaatkan untuk mengukur prestasi siswa, analisa karier, penelitian, bahkan bisa menjadi alat pendeteksi plagiarisme karena adanya Google Keyword Planner yang bisa mengecek kata kunci dari hasil tulisan yang ditulis oleh mahasiswa. Pada zaman yang serba digital ini berbagai macam manfaat dari big data yang bisa kita manfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, di dunia yang serba mudah untuk mendapatkan sesuatu terutama data, kita harus lebih berhati-hati dalam menjaga data diri kita karena sudah banyak kasus yang bisa merugikan diri kita bahkan orang banyak. Seperti halnya, kasus penipuan, pemerasan, penjualan data secara ilegal, dan masih banyak kasus lainnya terjadi di dunia serba digital ini.
Kasus Kebocoran Data di Indonesia
Kemudahan untuk mengakses data di era digital ini memang sangat membantu kita. Namun, apa yang akan terjadi apabila pengelolaan dari data tersebut masih buruk dan masih banyak kekurangannya? Karena mudahnya untuk mengakses sebuah data pada era ini, tidak menutup kemungkinan terjadinya kebocoran sebuah data lebih mudah untuk terjadi. Oleh karena itu, baik pemerintahan maupun swasta atau pihak terkait yang mengelola data dalam jumlah yang besar harus memberikan jaminan terhadap data yang mereka kelola tersebut. Selain itu, pemerintah yang merupakan sebagai pemangku kebijakan harus bisa membuat dan menerapkan UU perihal perlindungan data masyarakat. Hal ini karena maraknya kasus kebocoran data yang terjadi terutama di sepanjang tahun 2020-2021.
Berikut ini adalah beberapa kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2020-2021
- Kebocoran data pengguna Tokopedia
Pada awal Mei 2020, sebanyak 91 juta data pengguna dan lebih dari tujuh juta data merchant Tokopedia dikabarkan dijual di situs gelap (dark web). Kasus kebocoran ini awalnya diungkap oleh akun Twitter @underthebreach yang merupakan sebuah akun yang kerap membagikan isu soal peretasan. Data pengguna Tokopedia yang dijual adalah gender, lokasi, username, nama lengkap pengguna, alamat email, nomor ponsel, dan password. Dikabarkan juga bahwa data ini dikumpulkan oleh peretas sejak maret 2020.
Kendati membenarkan adanya upaya pencurian, Tokopedia mengklaim bahwa informasi milik pengguna tetap aman dan terlindungi. Hal ini diungkapkan oleh VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak yang mengatakan bahwa password milik pengguna telah terlindungi dan dienkripsi. Selain itu, Tokopedia juga menerapkan sistem kode OTP (one-time password) yang hanya bisa diakses secara real time oleh pemilik akun.
- Kebocoran data pelanggan bhinneka.com
Sekelompok hacker bernama ShinyHunters mengklaim telah menjual 1,2 juta data pelanggan Bhinneka.com. Data yang dijual oleh hacker tersebut dijual seharga 1.200 dolar AS atau sekitar Rp 17,8 juta rupiah.
- Kebocoran Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2014
Jutaan data kependudukan milik warga negara Indonesia diduga bocor dan dibagikan melalui forum komunitas hacker. Data tersebut diklaim sebagai data DPT Pemilu 2014. Dugaan kebocoran data ini pertama kali diungkap oleh akun Twitter @underthebreach pada 21 Mei 2020 lalu. Data dibagikan diforum komunitas hacker dalam bentuk file berformat PDF.
Diklaim oleh sang peretas bahwa 2,3 juta data penduduk telah dikantongi. Data yang dikumpulkan memuat sejumlah informasi sensitif, seperti nama lengkap, nomor kartu keluarga, Nomor Induk Kependudukan (NIK), tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, serta beberapa data pribadi lain. Tidak hanya itu, hacker juga mengklaim masih memiliki 200 juta data warga Indonesia yang akan dibocorkan di forum tersebut.
Namun demikian, Komisioner KPU, Viryan Aziz mengatakan bahwa data tersebut bersifat terbuka untuk memenuhi kebutuhan publik dan sudah sesuai dengan regulasi. Tidak hanya itu, ia juga menepis bahwa jumlah DPT pada pilpres 2014 tidak sampai 200 juta penduduk, melainkan hanya 190 juta penduduk.
- Kebocoran data BPJS Kesehatan
Informasi kebocoran data 279 juta warga Indonesia yang diduga merupakan data BPJS Kesehatan pertama kali mencuat di media sosial pada Kamis, 20 Mei 2021. Data tersebut dipublikasikan dan dijual di salah satu forum online. Oleh karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mulai melakukan tindakan sejak Kamis, 20 Mei 2021 untuk merespon adanya dugaan kebocoran data peserta badan tersebut.
Kebocoran data tersebut pertama kali muncul di Twitter melalui sebuah twit viral. Disebutkan bahwa data penduduk yang bocor ini dijual ke forum online ‘Raid Forums’ oleh seorang member dengan nama samaran Kotz. Kotz menyebutkan bahwa data yang ia bocorkan meliputi Nomor Induk Kependudukan, nomor ponsel, email, alamat, dan gaji. Tidak hanya itu, data penduduk Indonesia yang sudah meninggal dunia pun ada di data tersebut.
Di era digital ini telah membantu kita dalam melakukan segala aktivitas mulai dari berbelanja sampai dengan memproses sebuah data secara cepat. Baik dari instansi pemerintahan maupun instansi swasta telah memanfaatkan kemudahan tersebut. Apabila kita berbicara mengenai data, data merupakan sebuah informasi penting yang dikumpulkan untuk informasi tertentu. Untuk berbelanja online, kita harus memuat data kita di situs belanja online terkait. Untuk mengetahui penduduknya, pemerintah harus membuatkan sebuah identitas warga negaranya atau di Indonesia biasa disebut dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas nasional seseorang.
Kebocoran data mutlak sangat merugikan korban bila jatuh ketangan yang salah, potensi terbesar tentunya dari pihak masyarakat yang data pribadinya ada di data yang bocor. Kebocoran data itu biasanya disebabkan oleh serangan cyber, human error (negligent insider), alih daya (outsourcing) data ke pihak ketiga, kesengajaan perbuatan orang dalam, kegagalan sistem, rendahnya awareness, dan orang yang kurang peduli dengan kewajiban regulasi yang berlaku. Jika dikelompokkan kebocoran data itu hampir 96% disebabkan oleh insiden cyber
Dampak buruk dengan potensi terbesar adalah terjadinya scam dan phising. Scam adalah tindakan penipuan dengan cara meyakinkan target korban, misal memberitahu target User jika mereka memenangkan hadiah undian tertentu yang didapat jika memberikan sejumlah uang. Sementara phising adalah teknik penipuan yang memancing User. Misal untuk memberikan data pribadi mereka tanpa mereka sadari dengan mengarahkan mereka ke situs palsu dan login.
Tidak sampai disitu Dampak kebocoran juga terjadi pada pihak pemerintahan dan perusahaan yang terkait. Kejatuhan reputasi secara langsung atau tidak langsung dialami saat itu juga bila perusahaan dan pemerintah mengalami kebocoran informasi. Kerugian juga materi juga tentunya tidak bisa dihindari. Demikian pelan tapi pasti perusahaan yang tidak dapat menjaga informasinya akan mengalami penurunan reputasi, baik nasional dan internasional, serta kepercayaan masyarakat terhadap pihak yang bersangkutan akan menurun drastis tentunya berbanding terbalik jika dihadapkan dengan keinginan pemerintah serta perusahaan untuk semakin memantapkan peran untuk menjadi yang terpercaya secara nasional dan internasional.
Berikut dampak terkait kebocoran data yang biasanya terjadi di indonesia yang berimbas kepada masyarakat, perusahaan terkait dan negara :
– Pembajakan akun
Sangat banyak dari user internet yang menggunakan tanggal lahir sebagai password atau kata sandi untuk mengakses akun email, media sosial, dan lainnya. Dengan mengetahui tanggal lahir korban, peretas bisa saja membuka dan membajak akun korban. Oleh karenanya, pengguna Internet disarankan untuk tidak menggunakan tanggal lahir sebagai password dan rutin menggantinya. Selain itu, netizen juga disarankan mengaktifkan sistem pengamanan two factor authentication (TFA) dengan menggunakan one time password (OTP) melalui SMS hingga quick codes. TFA melibatkan pihak ketiga yaitu operator untuk mengirimkan OTP yang digunakan untuk pemberian kuasa terhadap transaksi.
– Dijadikan akses ke pinjaman online
Data pribadi kita juga bisa disalahgunakan bagi peretas untuk mengajukan pinjaman online. Kemudian kita baru sadar menjadi korban peretasan setelah muncul tagihan. Lebih parahnya lagi, data kita bisa disebar ke sejumlah orang dan situs dengan status orang yang terlilit hutang, tentunya akan merusak nama baik kita.
– Rekayasa profil pengguna untuk target politik atau iklan di media sosial
Data-data personal yang diambil bisa dipakai untuk rekayasa sosial hingga profiling (membuat profil pengguna). Bila contohnya saja data BPJS dengan total 279 juta data tersebut diproses, maka big data itu bisa dianalisis yang bermanfaat untuk profiling penduduk. Misalnya berdasarkan umur dan demografi penduduk berdasarkan lokasi, hobi, hingga jenis kelamin. Big data tersebut bisa digunakan untuk sosialisasi politik maupun target iklan di media sosial. Hal ini pernah terjadi dan dilakukan Cambridge Analytica dengan data pengguna Facebook. Perusahaan tersebut menggunakan profiling warga AS untuk menargetkan artikel tertentu kepada user. Artikel ini berisi penggiringan opini agar warga pada akhirnya mendukung calon Presiden Donald Trump saat itu.
– Hacking serta Cracking pada Layanan Keuangan
Pakar keamanan cyber dari Communication and Information System Security Research Center (CISSRec) , Pratama Persadha, mengatakan data nomor telepon dan sebagainya itu bisa digunakan untuk membobol akun media sosial atau layanan lain. Sebagai contoh untuk membobol layanan pembayaran digital seperti Go Pay atau Ovo.
– Telemarketing
Data nomor telepon bisa diperjualbelikan untuk kepentingan telemarketing. Maka tak heran jika seseorang mendapat panggilan telepon dan ditawarkan sebuah jasa atau produk.
Anehnya, penelpon sudah mengetahui nama lengkap Anda meski tak pernah berafiliasi dengan perusahaan tersebut sama sekali. Selain itu, SMS spam berbau penipuan mulai penawaran berhadiah juga cukup menjengkelkan. Kita bisa menjadi ‘korban’ telemarketing ketika data nomor ponsel sudah tersebar
– Ancaman terhadap keamanan nasional
Pertama resiko terhadap keamanan nasional, karena ini sebagian besar data kependudukan termasuk TNI Polri ada di data yang bocor, dan jika memang benar data itu yang dimiliki dan sesuai dengan kenyataan maka resiko keamanan nasional akan semakin terlihat,
Respon Pemerintah Terhadap Kebocoran Data Masyarakat
Melihat kasus kebocoran data di indonesia di tahun 2020-2021 sudah menunjukan angka yang tinggi terkait data kebocoran. Pemerintah harus sigap untuk melakukan langkah mitigasi seperti klarifikasi isu yang beredar tersebut. Selain itu, langkah hukum hingga kemungkinan terkait isu bocornya data tersebut harus dibuat dengan matang serta perspektif keamanan dan ketahanan cyber harus dikedepankan. Keamanan dan ketahanan cyber adalah perlindungan dan pengamanan jaringan komputer, pengolahan data, infrastruktur, dan sistem operasi (OS) dari gangguan dan ancaman, baik dari dalam maupun luar negeri. Bukan saja terkait dengan keamanan nasional saja, namun juga adalah penegakkan hukum.
Berdasarkan data tersebut juga bisa dilihat respon pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kebocoran data pribadi hingga ke akarnya dinilai belum efektif. menurut data Indonesia belum mempunyai peraturan yang jelas terhadap kebocoran informasi pribadi.Menanggapi hal ini juga, ahli digital forensik Indonesia Ruby Alamsyah menjelaskan, saat ini Indonesia belum memiliki regulasi Perlindungan Data Pribadi yang setara Undang-Undang, sehingga masyarakat tidak memiliki opsi yang baik bila terjadi kebocoran atas data pribadinya.Ruby mengatakan pada sejumlah kasus lampau, aturan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau Peraturan Menteri Kominfo No. 20 tahun 2016.“Masyarakat bisa mengadukan kepada menteri dan masalahnya diselesaikan secara musyawarah atau melalui upaya penyelesaian alternatif lainnya,” jelas Ruby
Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kominfo Mariam F. Barata menegaskan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi merupakan instrumen hukum yang disusun untuk melindungi data pribadi warga negara dari praktik penyalahgunaan data pribadi. “RUU Perlindungan Data Pribadi memberikan landasan hukum yang jelas bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan negara, keamanan negara, dan perlindungan terhadap data pribadi milik warga negara Indonesia dimanapun data pribadi tersebut berada. Jika disahkan RUU perlindungan data pribadi masyarakat juga menindaklanjuti jika data pribadi bocor dengan menggunakan mekanisme pelaporan yang sudah ada dan bisa ditindaklanjuti secara hukum.
Pemerintah juga menyarankan melalui kominfo agar kita dapat mencegah kerentanan terhadap pencurian data pribadi dengan mengerti apa saja jenis data pribadi dan relevansinya, Mencermati jenis produk jasa, layanan yang disediakan, serta memeriksa ketentuan kebijakan privasi, yang terpenting untuk menghindari penyalahgunaan data, dengan cara senantiasa menjaga kerahasiaan kode one time password (OTP), hanya memberikan akses kepada aplikasi sesuai peruntukannya, dan melakukan two factor authentication.
Berdasarkan rekam jejak yang kurang baik di beberapa tahun terakhir di indonesia ini nan mengakibatkan kerugian yang besar bagi pihak masyarakat, perusahaan serta negara, di Era Revolusi Industri 4.0 pemerintahan harusnya memberikan sarana yang jelas terkait Perlindungan data pribadi karena sampai detik ini belum diatur secara khusus oleh undang-undang, padahal kebutuhan seluruh rakyat akan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi sangat krusial contohnya dalam kasus kebocoran data bpjs kesehatan. Ketiadaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menimbulkan pertanyaan bagi kita tentang bagaimana pertanggungjawaban bpjs terkait bocornya data warga indonesia. Pemerintah seharusnya mampu memberikan perlindungan data pribadi yang resmi ada di undang-undang.
Setiap negara harus memastikan bahwa data pribadi dilindungi sepenuhnya dan setiap pelanggaran dan kelalaian terhadap data pribadi oleh siapapun memiliki akibat hukum yang seadil-adilnya sesuai dengan dengan UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, dan Permenkominfo No.20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Dalam Sistem Elektronik. Namun, ketiadaan undang-undang Khusus terkait perlindungan data pribadi tentunya menyulitkan konsumen dalam hal menuntut pertanggungjawaban kepada pihak bpjs kesehatan.
Diharapkan pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi dengan sangat matang, karena bisa dilihat perlindungan data pribadi sangatlah penting. Waktu yang lama terkait pembuatan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) juga menjadi tolak ukur agar RUU PDP dibuat secara struktural, sistematis dan masif . Jadinya segala ketidakjelasan proses notifikasi (kebocoran), ketidakjelasan proses penanganan, ketidakjelasan proses investigasi, ketidakjelasan pembagian tanggung jawab dalam penanganan, ketidakjelasan mekanisme komplain, dan ketidakjelasan proses penyelesaian bisa terselesaikan, juga jaminan kerahasiaan, integritas, ketersediaan, dan ketahanan yang berkelanjutan dari sistem dan layanan pemrosesan terwujud era revolusi 4.0.
Daftar Pustaka
Bappenas. (2017). Implementasi Big Data Untuk Perumusan Kebijakan Publik. Bappenas. https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/idf-2019-modernisasi-umkm-atasi-permasalahan-masyarakat-bantu-perekonomian-nasional/https://www.bappenas.go.id/id/berita-dan-siaran-pers/perkembangan-ekonomi-indonesia-dan-dunia-triwulan-i-tahun-2019
Binus.ac.id. (2019). Mengenal Lebih Jauh Revolusi Industri 4.0. Binus.Ac.Id. https://binus.ac.id/knowledge/2019/05/mengenal-lebih-jauh-revolusi-industri-4-0/
Markey.id. (2020). No Title. Markey.Id. https://markey.id/blog/technology/computer/big-data-2
Maxmanroe.com. (2020). Revolusi Industri 4.0: Pengertian, Prinsip, dan Tantangan Generasi Milenial. Maxmanroe.Com. https://www.maxmanroe.com/revolusi-industri-4-0.html
Rikinaswara, L. (2020). No Title. Aptika.Kominfo.Go.Id. https://aptika.kominfo.go.id/2020/01/revolusi-industri-4-0/
Alfons, M. (2021, mei 2021). Dewas BPJS Ungkap 3 Dampak Bocornya 279 Juta Data WNI. Dikutip dari detikNews: https://news.detik.com/berita/d-5582055/dewas-bpjs-ungkap–3-dampak-bocornya-279-juta-data-wni
Ashshidiqy, K. H. (2021, mei 21). Ini Bahaya Yang Bisa Terjadi Bila Data Pribadi Kita Bocor. Dikutip dari solopos.com: https://www.solopos.com/ini-bahaya-yang-bisa-terjadi-bila-data-pribadi-kita-bocor-1126609
Dwiastono, R. (2021, juni 9). RUU Perlindungan Data Pribadi Tak Kunjung Disahkan, Tersumbat di Mana? Dikutip dari voaindonesia.com: https://www.voaindonesia.com/a/ruu-perlindungan-data-pribadi-tak-kunjung-disahkan-tersumbat-di-mana-/5921932.html
Ekurniawan. (2016, april 16). Kebocoran Informasi, Penyebab dan Dampaknya. Dikutip dari itgid.: https://itgid.org/kebocoran-informasi-penyebab-dan-dampaknya/
Febrianto, H. (2021, november 9). Kebocoran Data di Era Digital, Seberapa Bahaya? Dikutip dari sindonews.com: https://ekbis.sindonews.com/read/225808/34/kebocoran-data-di-era-digital-seberapa-bahaya-1604927474
Yusuf. (2020, agustus 10). Lindungi Kebocoran Data Pribadi, Ini Tindakan Pencegahannya. Dikutip dari kominfo.go.id: https://aptika.kominfo.go.id/2020/08/lindungi-kebocoran-data-pribadi-ini-tindakan-pencegahannya/
BEI. 2021. IDXStock Index Handbook v1.2. Jakarta: Bursa Efek Indonesia.
Firdaus, Farid. (2020, Agustus 8). Mengukir Rekor Baru di Pasar Modal Lewat Digitalisasi. Dikutip dari investor.id: https://investor.id/market-and-corporate/mengukir-rekor-baru-di-pasar-modal-lewat-digitalisasi
Herman. (2021, April 1). Digitalisasi Dorong Pengelolaan Dana Investasi Lebih Transparan. Dikutip dari investor.id: https://investor.id/market-and-corporate/digitalisasi-dorong-pengelolaan-dana-investasi-lebih-transparan
Ihsan, Drean Muhyil. (2021, Agustus 9). Analisis Saham Teknologi: Tren Gemilang hingga Primadona Baru di Pasar Modal. Dikutip dari trenasia.com: https://www.trenasia.com/analisis-saham-teknologi-tren-gemilang-hingga-primadona-baru-di-pasar-modal
Putra. (2021, Juni 18). Indeks Tekno Terbang 1.000%! Ini Saham Paling ‘Krispi’. Dikutip dari cnbcindonesia.com : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210617161337-17-253971/indeks-tekno-terbang-1000-ini-saham-paling-krispi
Wareza, Monica. Jumat Listing! Jatah Ritel IPO Bukalapak Disebut Naik Jadi 5%. Dikutip dari cnbcindonesia.com : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210804071911-17-265923/jumat-listing-jatah-ritel-ipo-bukalapak-disebut-naik-jadi-5
http://www.ojk.go.id/id/kanal/pasar-modal/regulasi/regulasi-pasar-modal-syariah/default.aspx
Arianto, B. (2021). Pengembangan UMKM Digital di Masa Pandemi Covid-19. ATRABIS: Jurnal Administrasi Bisnis (e-Journal), 6(2), 233-247. https://doi.org/10.38204/atrabis.v6i2.512
Nizar, N., & Sholeh, A. (2021). Peran Ekonomi Digital Terhadap Ketahanan dan Pertumbuhan Ekonomi Selama Pandemi COVID-19. Jurnal Madani: Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Humaniora, 4(1), 87 – 99. https://doi.org/10.33753/madani.v4i1.163
Qorri, N. (2020, Desember). ASEAN as The New Kingdom of Digital Economy : Pertumbuhan Pesat Ekonomi Digital Asia Tenggara. Esai Akademik.
Jedrzejewski, Stanislaw. (2015). The media regulation in age of convergence. Media policy and regulation: activating voices, illuminating silences.Kozminski University: Warsaw, Poland. Available from: https://core.ac.uk/download/pdf/229415948.pdf [accessed Sep 01 2021]
Hackman, Katarina. (2008). Fit for purpose: Strategies for effective implementation of regulations. Compliance & Regulatory Journal, vol. 5, pp. 33-38. Available from: https://www.researchgate.net/publication/330239745_When_failure_is_not_an_option_The_challenge_of_implementing_Australian_financial_service_regulations_in_organisations_GRC_Journal [accessed Sep 01 2021]
Carugati, Christophe. (2020). Building an efficient regulation in the digital economy. CRED Working Paper. ISBN: 03/2020.03.02. Available from: https://www.autoritedelaconcurrence.fr/sites/default/files/2020 [accessed Sep 01 2021]
Marchant, Garry E. (2011). Addressing the Pacing Problem. The Growing Gap Between Emerging Technologies and Legal-Ethical Oversight. DOI: 10.1007/978-94-007-1356-7_13. Retrieved from https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-94-007-1356-7_13.
Voskresenskaya, Elena. Vorona-Slivinskaya, Lybov. Achba, Lybov. (2020). Digital economy: theoretical and legal enforcement issues in terms of regional aspect. Retrived from: https://doi.org/10.1051/e3sconf.
Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD. (2019). Regulatory effectiveness in the era of digitalisation Context. Retrived from: https://www.oecd.org/gov/regulatory-policy/Regulatory-effectiveness-in-the-era-of-digitalisation.pdf .