By : Cavin Denis Tito Siregar e!18
Research Division, HIMA ESP FEB UNPAD
Ekonomi kejahatan dimulai dengan artikel seminal oleh Peraih Nobel Gary Becker pada tahun 1968. Dia menyarankan hasil yang terkenal dalam kerangka dimana penjahat secara rasional membandingkan manfaat pelanggaran hukum dengan kemungkinan biaya (dalam hal probabilitas dan tingkat keparahan hukuman). Ekonom hukum telah mengembangkan teori pencegahan dalam 40 tahun terakhir untuk menjelaskan hukuman optimal dalam berbagai konteks. Hasil utama serta wawasan baru yang disediakan oleh hukum perilaku dan peninjauan ekonomi. Teori ekonomi tentang perilaku kriminal adalah penerapan teori permintaan neoklasik. Diformalkan oleh Peraih Nobel, Gary Becker pada tahun 1968, menyatakan bahwa penjahat potensial secara ekonomi rasional dan merespons secara signifikan terhadap insentif yang dihalangi oleh sistem peradilan pidana.
Teori mengenai perilaku kriminal berdasarkan pada asumsi pilihan rasional yang diusulkan oleh Beccaria and Bentham bahwa “Keuntungan dari kejahatan adalah perlawanan yang mendukung seseorang untuk melakukan kejahatan : Resiko hukuman adalah kekuatan yang digunakan untuk menahannya dari itu. Jika dari kekuatan ini menjadi lebih besar, kejahatan akan dilakukan ; dan sebaliknya, jika kekuatan tersebut lebih kecil, kejahatan tidak akan dilakukan. Penjahat sama seperti orang pada umumnya, dan menganggap bahwa seseorang berperilaku seperti itu jika dia adalah pemaksimal utilitas rasional. Karena hasil total dari tindakan kriminal adalah tidak pasti, Becker menggunakan asumsi biasa bahwa orang bertindak seolah-olah memaksimalkan utilitas yang diharapkan, dan juga utilitas itu adalah fungsi positif pendapatan.
Publikasi Statistik Kriminal 2018 menyajikan ikhtisar tingkat dan tren kejahatan di Indonesia selama periode 2015-2017. Informasi disajikan meliputi tiga pendekatan utama untuk statistik kriminal, yaitu pendekatan pelaku, pendekatan korban, dan pendekatan regional. Data yang disajikan dalam publikasi ini diperoleh dari dua sumber utama statistik kriminal, (1) Data berbasis administratif, yaitu data kriminal dikumpulkan oleh Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan (2) data berbasis survei, yaitu data kriminal yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Pengumpulan Data Potensi Desa (Podes) yang diproduksi oleh Badan Pusat Statistika (BPS) Indonesia. Data pendaftaran polisi mencatat bahwa tingkat kejahatan untuk periode 2015- 2017 telah menurun. Jumlah orang yang terkena kejahatan dalam setiap 100.000 Populasi pada tahun 2015 adalah sekitar 140 orang, menjadi 140 orang pada tahun 2016, dan menurun ke 129 pada 2017. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang menggambarkan persentase penduduk yang menjadi korban kejahatan di Indonesia selama periode 2016-2017 juga menunjukkan pola yang sama. Persentase korban kejahatan menurun dari 1,22 persen pada 2016 menjadi 1,18 persen pada 2017. Berdasarkan data Pengumpulan Data Potensi Desa (Podes) untuk periode tersebut 2011-2018 jumlah desa / kelurahan yang menjadi tempat bermukim konflik cenderung meningkat, dari sekitar 2.500 desa pada 2011 menjadi sekitar 2.700 desa atau kelurahan pada tahun 2014 dan meningkat lagi menjadi sekitar 3.100 desa atau kecamatan pada tahun 2018.
Berdasarkan data, peningkatan kejahatan di desa/kelurahan menghasilakan banyak variabel luaran yang mengakibatkan pelaku kriminal melakukan tindakan kriminalitas. Berawal dari pemikiran Paul Ricoeur (1992), kejahatan sebagai wacana (discourse) berdasarkan pada bahasa yang digunakan sehari-hari. Berbicara kejahatan sebagai discourse atau discourse tentang kejahatan, terdiri dari beberapa ciri berikut:
- Kejahatan harus bersifat aktual, masa kini, dinamis, tergantung tampilan dan referensi yang diacu. Artinya kejahatan merupakan peristiwa nyata, ada proses yang menyertai, bukan mengacu pada sesuatu yang diam.
- Kejahatan mempunyai subyek (pelaku) atau pemegang nilai pada masyarakat tertentu, contoh nilai lokal/unik tertentu.
- Kejahatan mempunyai referensi dunia non linguistik, dan
- Kejahatan mengkomunikasikan makna tertentu, ada tarik menarik kepentingan makna kejahatan antara mengikuti nilai moral atau nilai lain (komersial).
Nilai lain ini dapat berakhir pada berbagai titik yang pada umumnya diakibatkan oleh masalah perekonomian. Salah satu dari 10 Prinsip Ekonomi, bahwa seseorang biasanya akan lebih aktif saat ia mendapatkan insentif dari kegiatannya. Thomas Malthus pada “An Essay on the Principle of Population as it Affects the Future Improvement of Society”, penduduk cenderung tumbuh secara “deret ukur” (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya) sedangkan persediaan makanan cenderung bertumbuh secara “deret hitung” (misalnya, dalam deret 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan seterusnya). Beberapa kalangan perilaku kriminal berpikir bahwa mereka akan mendapatkan insentif berupa tambahan nilai konsumsi barang dan jasa dalam hal ini mengabaikan permasalahan psikologis.
Secara spesifik, Indonesia, menurut survei mengenai Ekonomi kejahatan di Indonesia merupakan hal yang problematis. Korupsi merupakan kejahatan yang paling lazim dengan 32.9 % dari institusi yang melaporkan permasalahan serupa, diikuti oleh permasalahan penyalahgunaan asset dengan persentasi terpaut kecil, 31.9 %. Korupsi yang belakangan ini menjadi “Kopi Hangat” di Indonesia, Penangkapan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyita uang sejumlah Rp.156 Juta. Penangkapan tersebut berawal dari informasi masyarakat tentang akan adanya transaksi korupsi sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama.
Perspektif Ekonomi terhadap hal ini dapat dikatakan cukup unik. Gagasan utama Bentham pada artikel pathbreaking tentang Kejahatan dan Hukuman, mengemukakan bahwa teori-teori perilaku kriminal yang berguna dapat menghilangkan teori anomie, ketidakmampuan psikologis, atau pewarisan sifat khusus dan analisis pilihan yang biasa dilakukan para ekonom. Meskipun dalam hal ini, perihal korupsi yang dilakukan oleh Romahurmuziy (RMY) merugikan kepentingan masyarakat banyak, hal ini merupakan pembuktian pada salah satu ciri-ciri dari tindakan kejahatan yang mengkomunikasikan makna tertentu, ada tarik menarik kepentingan makna kejahatan antara mengikuti nilai moral atau nilai lain (komersial).
Pandangan ekonomi dalam hal ini menunjukkan bahwa seorang Ketua Umum pada Partai yang sudah berumur 46 tahun tersebut, merupakan seorang pelaku ekonomi. Dimana tindakan didasarkan rasional pribadi ataupun kelompok dalam hal ini, variabel politik dianggap konstan. Dalam perkara tersebut, RMY bersama pihak-pihak di Kementerian Agama, menerima suap untuk mempengaruhi hasil seleksi jabatan pimpinan tinggi di Kementerian Agama, yakni kepala Kantor Kementerian Agama Gresik dan kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Insentif yang akan didapatkan sangat jelas berupa pengaruh dan kemudahan yang dihalangi oleh sistem peradilan. Mereka membandingkan keuntungan dari melakukan kejahatan dengan biaya yang diharapkan, termasuk risiko hukuman dan kemungkinan stigma sosial.
Kesimpulan
Dengan asumsi-asumsi ini, dan asumsi tradisional bahwa individu berusaha menghindari ketidakpastian, dan berusaha menghindarinya paling banyak ketika mereka miskin, dapat disimpulkan bahwa peningkatan kembali ke aktivitas yang sah akan mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk kegiatan kriminal. Oleh karena itu, program rehabilitasi, seperti pelatihan kerja dan pendapatan atau subsidi upah, yang meningkatkan pendapatan sah harus mengurangi kejahatan residivistik. Terdapat dua hasil wajar mengenai penganggulangan terhadap tingkat kriminalitas yaitu: (1) peningkatan tingkat pengembalian ke kegiatan kriminal akan mendorong peningkatan kejahatan; dan (2) peningkatan probabilitas atau keparahan sanksi hukum akan mengurangi tingkat kejahatan.
Daftar Pustaka
Bentham, J. (1843). Principles of Penal Law. The Works of Jeremy Bentham, Vol. 1 of 1962, 399.
Eide, E., H.Rubin, P., & Shepherd, J. M. (2006). Economics of Crime. 205-207.
Heineke, J. M. (1978). Economic Models of Criminal Behavior: An Overview.
Orsagh, T., & Witte, D. (1981). Economic Status and Crime: Implications for Offender Rehabilitation . Journal of Criminal Law and Criminology.
Statistika, B. P. (2018). Statistika Kriminal 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistika.