Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia

Periode 2015–2023

Vida Ayu Destiani, Ramadhina Sumadyanti, Qanita Najiyah Annisa Gunardi, Aulia Zahra Oktaviani e!24

ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia periode 2015–2023 dengan metode regresi linier berganda. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Ketenagakerjaan RI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa UMP dan IP-TIK berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja, baik secara parsial maupun simultan. IP-TIK memiliki pengaruh lebih dominan dibandingkan UMP dengan nilai R² sebesar 0,992, yang berarti 99,2% variasi produktivitas dijelaskan oleh kedua variabel tersebut.

Penelitian ini menegaskan bahwa peningkatan kesejahteraan pekerja melalui UMP dan penguatan teknologi digital melalui IP-TIK perlu dijalankan secara sinergis untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja Indonesia di era transformasi digital.

Kata kunci: UMP, IP-TIK, Produktivitas Tenaga Kerja, Indonesia

ABSTRACT

This study examines the effect of the Provincial Minimum Wage (UMP) and the ICT Development Index (IP-TIK) on labor productivity in Indonesia from 2015 to 2023 using multiple linear regression analysis. Data were obtained from the Central Bureau of Statistics (BPS) and the Ministry of Manpower.

The results show that UMP and IP-TIK have positive and significant effects on labor productivity, both partially and simultaneously. IP-TIK has a more dominant impact with an R² value of 0.992, indicating that 99.2% of productivity variation is explained by these variables.

The study concludes that improving workers’ welfare through UMP and enhancing digital technology through IP-TIK must go hand in hand to boost Indonesia’s labor competitiveness in the digital era.

Keywords: UMP, IP-TIK, Labor Productivity, Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Produktivitas tenaga kerja adalah salah satu parameter penting yang digunakan untuk mengevaluasi daya saing serta perkembangan ekonomi suatu negara. Di Indonesia, sejumlah faktor berkontribusi pada produktivitas tenaga kerja, termasuk Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK). Kedua elemen ini sangat berpengaruh terhadap kinerja dan efektivitas tenaga kerja, yang selanjutnya berimbas pada produktivitas di tingkat nasional.

Produktivitas tenaga kerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan barang produksi. Metode penghitungan adalah nilai tambah dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dibayar (Seno Aji, 2023). Definisi tersebut menyoroti hubungan langsung antara sumbangan tenaga kerja dan hasil yang diperoleh. Selain itu, berdasarkan pendapat Fadilla, Triani, dan Irfan (2022), produktivitas tenaga kerja tidak hanya mencerminkan kemampuan seorang individu dalam menghasilkan hasil, tetapi juga menjadi petunjuk penting bagi efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya manusia di suatu negara. Dalam hal ini, Dirgantara dan Santoso (2021) menegaskan bahwa faktor-faktor sosiodemografis seperti tingkat pendidikan dan kesehatan berkontribusi dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja, karena tenaga kerja yang sehat dan terdidik memiliki kemampuan lebih baik dalam menyerap teknologi serta bekerja dengan lebih efisien. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja dapat dimaknai bukan sekadar sebagai perbandingan antara output dan input, tetapi juga sebagai tolok ukur mutu sumber daya manusia dan kapasitas ekonomi suatu negara untuk berkembang secara berkelanjutan.

Upah Minimum adalah suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan kebutuhan yang layak di setiap provinsi berbeda-beda, maka disebut Upah Minimum Provinsi (Mahila, 2015). Namun, dampak UMP terhadap kinerja tenaga kerja bisa sangat rumit. Berbagai studi mengindikasikan bahwa peningkatan UMP dapat mendorong semangat kerja dan kesejahteraan para pekerja, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada peningkatan produktivitas. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2022) menunjukkan bahwa kenaikan UMP disertai dengan peningkatan gaji rata-rata bagi pekerja berpengalaman, yang menunjukkan adanya peningkatan dalam produktivitas tenaga kerja.

Ada pula studi yang mengindikasikan bahwa peningkatan UMP bisa memicu peralihan dari sektor formal menuju sektor informal, sebab perusahaan cenderung meminimalisir jumlah karyawan formal untuk efisiensi biaya. Situasi ini berpotensi menurunkan kualitas pekerjaan dan produktivitas secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2020) menunjukkan bahwa meskipun ada kemungkinan kenaikan UMP meningkatkan daya beli

pekerja, pengaruhnya terhadap produktivitas tenaga kerja belum bisa dipastikan secara konsisten.

Selain itu, studi oleh Rahayu (2019) menunjukan bahwa kenaikan UMP bisa berdampak pada naiknya biaya produksi, sehingga memaksa para produsen untuk mempertahankan karyawan berkualitas baik dan melepaskan yang berkualitas rendah. Situasi ini berpotensi meningkatkan efisiensi serta produktivitas tenaga kerja dalam sektor industri manufaktur.

Namun, efek dari UMP pada produktivitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh berbagai elemen lain, seperti struktur industri, tingkat pendidikan karyawan, dan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Studi yang dilakukan oleh Iksan et al. (2025) mengungkapkan bahwa UMP memiliki dampak positif terhadap peningkatan lapangan kerja, akan tetapi pengaruhnya terhadap produktivitas tenaga kerja berbeda-beda di setiap provinsi dan sektor industri.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) merupakan suatu ukuran standar yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK suatu wilayah pada suatu waktu. Selain itu, IP-TIK dapat mengukur kesenjangan digital serta menginformasikan potensi dalam rangka pembangunan TIK (BPS, 2019). IP-TIK berfungsi untuk mengevaluasi sejauh mana suatu daerah mampu menghadirkan fasilitas TIK (infrastruktur dan akses), sejauh mana penggunaan teknologi tersebut tersebar, serta seberapa keterampilan sumber daya manusianya dalam memanfaatkan teknologi. Nilai IP-TIK yang tinggi menunjukkan kemajuan pengembangan TIK di daerah itu, begitu pula sebaliknya.

Selain itu, studi yang dilakukan oleh Ikhsana et al. (2025) menunjukkan bahwa IP-TIK memberikan dampak positif dan signifikan terhadap perkembangan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, terutama di sektor-sektor yang berhubungan dengan teknologi informasi dan komunikasi.

Namun, pengaruh IP-TIK terhadap efisiensi tenaga kerja juga dipengaruhi oleh elemen-elemen lain, seperti tingkat pendidikan serta pelatihan yang diterima oleh tenaga kerja, dan juga kesiapan infrastruktur digital di setiap wilayah. Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2021) mengungkapkan bahwa meskipun IP-TIK memberikan dampak positif bagi peluang kerja, efeknya terhadap angka pengangguran di kalangan terdidik di Pulau Jawa cukup rumit dan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, termasuk belanja pemerintah di sektor pendidikan.

Meskipun telah ada sejumlah kajian yang mengkaji dampak UMP dan IP-TIK terhadap efisiensi kerja, masih sedikit penelitian yang secara menyeluruh menyelidiki pengaruh bersamaan dari kedua elemen tersebut terhadap kinerja tenaga kerja di Indonesia. Oleh karena itu, studi ini sangat penting dilakukan untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana kedua aspek tersebut saling berinteraksi dan memengaruhi produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana pengaruh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015–2023, dan apakah pengaruh tersebut signifikan secara statistik?
  2. Sejauh mana peningkatan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) berkontribusi dalam mendorong produktivitas tenaga kerja di Indonesia di era transformasi digital?
  3. Bagaimana pengaruh UMP dan IP-TIK secara simultan terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia, serta variabel manakah yang lebih dominan?
  4. Bagaimana tren perkembangan produktivitas tenaga kerja di Indonesia selama 2015–2023, dan faktor-faktor apa saja yang secara teoretis dapat memengaruhinya?
  5. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara faktor ekonomi (UMP) dan faktor teknologi (IP-TIK) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia?
  1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk menganalisis pengaruh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia periode 2015–2023, serta menilai sejauh mana kebijakan upah minimum dapat mendorong peningkatan kinerja tenaga kerja.
  2. Untuk menilai kontribusi Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja di Indonesia, dengan memperhatikan peran digitalisasi dan perkembangan teknologi.
  3. Untuk menguji pengaruh UMP dan IP-TIK secara simultan terhadap produktivitas tenaga kerja, serta mengidentifikasi variabel yang lebih dominan dalam mendorong peningkatan produktivitas.
  4. Untuk mendeskripsikan tren perkembangan produktivitas tenaga kerja di Indonesia periode 2015–2023 serta faktor-faktor teoretis yang memengaruhinya.
  5. Untuk membandingkan pengaruh faktor ekonomi (UMP) dengan faktor teknologi (IP-TIK) dalam menentukan tingkat produktivitas tenaga kerja di Indonesia.
  1. Kajian Pustaka

Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Produktivitas Tenaga Kerja

Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan salah satu instrumen kebijakan pemerintah yang penting untuk menjamin kesejahteraan pekerja. Tujuan utama dari penetapan UMP adalah memastikan bahwa pekerja mendapatkan kompensasi yang layak sesuai dengan standar hidup minimum di wilayahnya. Secara teori, UMP yang meningkat seharusnya dapat mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif karena mereka merasa dihargai dan termotivasi. Mankiw (2020) menjelaskan bahwa adanya insentif finansial yang memadai akan meningkatkan motivasi dan kinerja tenaga kerja, sehingga produktivitas per pekerja juga akan mengalami peningkatan. Namun, Mankiw juga menekankan bahwa kenaikan upah minimum yang terlalu tinggi dapat menimbulkan tekanan biaya bagi perusahaan, yang dalam beberapa kasus dapat menyebabkan pengurangan jumlah pekerja atau jam kerja.

Penelitian empiris di Indonesia mendukung sebagian dari pandangan ini. Rahmi (2022) menemukan bahwa kenaikan UMP di sektor manufaktur cenderung berkorelasi positif dengan produktivitas tenaga kerja, terutama karena pekerja menjadi lebih termotivasi dan perusahaan terdorong untuk menyesuaikan strategi manajemen dan proses produksi agar lebih efisien. Dengan kata lain, efek UMP terhadap produktivitas tidak hanya terjadi melalui motivasi pekerja, tetapi juga melalui adaptasi perusahaan dalam memanfaatkan tenaga kerja dan sumber daya yang ada secara lebih optimal. Hidayah (2020) menambahkan bahwa pengaruh UMP terhadap produktivitas tidak bersifat universal. Beberapa perusahaan mengalami tekanan biaya yang tinggi sehingga mengurangi jumlah jam kerja efektif atau bahkan menurunkan jumlah pekerja. Oleh karena itu, efektivitas kebijakan UMP sangat bergantung pada kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya, melakukan pelatihan bagi pekerja, dan menyesuaikan strategi produksi agar tetap kompetitif.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) dan Produktivitas Tenaga Kerja

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) mengukur sejauh mana suatu daerah atau provinsi mengembangkan infrastruktur digital, pemanfaatan teknologi, dan kemampuan sumber daya manusia dalam menggunakan teknologi informasi. Tingkat IP-TIK yang tinggi menandakan kesiapan daerah dalam menghadapi era digital, meningkatkan efisiensi kerja, dan mendorong produktivitas tenaga kerja. Laudon & Laudon (2020) menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi informasi yang optimal dapat mempercepat proses kerja, mengurangi kesalahan, dan memungkinkan pekerja menghasilkan output yang lebih berkualitas.

Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan pengaruh positif IP-TIK terhadap produktivitas tenaga kerja. Yuniar & Devi (2024) menemukan bahwa provinsi dengan IP-TIK tinggi menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja serta produktivitas per pekerja, terutama di sektor jasa dan industri berbasis teknologi. Hal ini terjadi karena teknologi memungkinkan pekerja untuk menyelesaikan tugas lebih cepat, meminimalkan kesalahan, dan memfasilitasi inovasi dalam proses kerja. Amalia (2023) juga menekankan bahwa pengembangan IP-TIK membuka peluang kerja baru, terutama bagi tenaga kerja terdidik, dan berkontribusi pada peningkatan produktivitas secara keseluruhan.

Hubungan Simultan antara Upah Minimum Provinsi (UMP), Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK), dan Produktivitas Tenaga Kerja

UMP dan IP-TIK tidak hanya berdampak secara individu terhadap produktivitas, tetapi juga memiliki efek yang saling melengkapi ketika diterapkan secara bersamaan. Ikhsan, Arifin, & Wahyudi (2025) menunjukkan bahwa kombinasi UMP yang layak dengan pengembangan IP-TIK di provinsi-provinsi Indonesia berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan produktivitas secara keseluruhan.

Interpretasi dari hubungan ini menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut dapat menciptakan efek sinergis. UMP memberikan insentif bagi pekerja untuk bekerja lebih baik, sementara IP-TIK menyediakan sarana dan infrastruktur yang memungkinkan pekerjaan dilakukan lebih efisien. Jika salah satu faktor diabaikan, produktivitas tenaga kerja bisa terhambat. Misalnya, upah yang tinggi tanpa dukungan teknologi bisa meningkatkan biaya tanpa peningkatan produktivitas yang signifikan. Sebaliknya, investasi teknologi tanpa motivasi pekerja dapat membuat potensi teknologi tidak dimanfaatkan secara optimal.

Dengan demikian, strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja sebaiknya mempertimbangkan keseimbangan antara insentif finansial melalui UMP dan pengembangan teknologi melalui IP-TIK. Pendekatan yang holistik ini tidak hanya meningkatkan produktivitas secara langsung tetapi juga memperkuat kemampuan tenaga kerja untuk menghadapi perubahan ekonomi dan teknologi di masa depan.

BAB II

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif bertujuan untuk menganalisis data numerik yang tersedia dan mendeskripsikan hubungan antarvariabel berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Menurut Sugiyono (2017), penelitian deskriptif kuantitatif digunakan untuk menggambarkan fenomena dengan angka-angka yang dapat dianalisis menggunakan metode statistik, sehingga mampu memberikan gambaran empiris atas fenomena yang sedang diteliti. Dalam konteks penelitian ini, pendekatan deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengkaji bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015 hingga 2023.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja, UMP, dan IP-TIK di Indonesia. Namun, karena penelitian ini menggunakan data sekunder, maka sampel yang digunakan terbatas pada data runtut waktu (time series) selama sembilan tahun, yakni dari 2015 hingga 2023. Data produktivitas tenaga kerja diambil dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS), sementara data IP-TIK diperoleh dari publikasi resmi Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang juga diterbitkan BPS. Data mengenai UMP diperoleh dari berbagai sumber resmi seperti Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, BPS, Kementerian Ketenagakerjaan, serta International Labour Organization (ILO). Dengan menggunakan data yang bersifat runtut waktu, penelitian ini diharapkan dapat menangkap tren dan pola keterkaitan antarvariabel secara lebih komprehensif.

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui metode dokumentasi. Dokumentasi menurut Moleong (2018) merupakan teknik pengumpulan data dengan cara menghimpun dokumen dan catatan yang relevan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan dengan cara menelaah publikasi resmi pemerintah dan lembaga internasional, serta mengumpulkan teori-teori dan temuan-temuan terdahulu dari jurnal ilmiah, buku, maupun laporan akademik yang relevan. Misalnya, penelitian Prasetyo dan Firdaus (2020) menekankan bahwa pemanfaatan teknologi informasi mampu meningkatkan efisiensi serta produktivitas tenaga kerja, sementara studi Andini dan Kuncoro (2019) menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kebijakan pengupahan dengan kinerja produktivitas di sektor

industri. Kajian literatur ini tidak hanya berfungsi sebagai dasar teori, tetapi juga sebagai bahan pembanding dengan hasil analisis empiris yang dilakukan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Regresi linier berganda dipilih karena sesuai untuk menguji pengaruh lebih dari satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Gujarati dan Porter (2017) menjelaskan bahwa regresi linier berganda mampu mengukur besarnya pengaruh simultan maupun parsial dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini, produktivitas tenaga kerja dijadikan sebagai variabel terikat (Y), sementara UMP (X1) dan IP-TIK (X2) dijadikan sebagai variabel bebas. Secara matematis, model penelitian dapat dituliskan dalam bentuk persamaan regresi:

𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1𝑋1 + 𝛽2𝑋2

Keterangan:

𝑌= Produktivitas tenaga kerja

𝑋1= Upah Minimum Provinsi (UMP)

𝑋2= Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK)

𝛽0= konstanta

𝛽2, 𝛽1 = koefisien regresi

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak IBM SPSS Statistics, karena aplikasi ini dianggap memadai untuk mengolah data kuantitatif sekaligus menjalankan berbagai uji statistik yang diperlukan. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t untuk mengetahui pengaruh parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen, sehingga dapat diketahui kontribusi individual UMP maupun IP-TIK terhadap produktivitas tenaga kerja. Selain itu, digunakan uji F untuk menilai pengaruh simultan kedua variabel bebas terhadap variabel dependen, sehingga dapat menilai apakah kombinasi UMP dan IP-TIK secara bersama-sama memberikan efek signifikan terhadap peningkatan produktivitas tenaga kerja. Nilai koefisien determinasi (R²) juga dihitung untuk mengetahui seberapa besar variasi produktivitas tenaga kerja yang dapat dijelaskan oleh kedua variabel bebas tersebut, sekaligus memberikan gambaran mengenai

kekuatan hubungan antara variabel-variabel penelitian. Dengan demikian, melalui tahapan analisis ini, penelitian tidak hanya mampu mengidentifikasi pengaruh masing-masing faktor secara terpisah, tetapi juga secara keseluruhan, sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai keterkaitan antara pengupahan, perkembangan teknologi informasi, dan produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015–2023.

Melalui pendekatan ini, penelitian diharapkan dapat menghasilkan bukti empiris yang akurat mengenai dampak UMP dan IP-TIK terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Temuan yang diperoleh nantinya akan dianalisis dan dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, sehingga dapat memperkuat argumen yang ada sekaligus memberikan sumbangan bagi pengembangan literatur di bidang ekonomi ketenagakerjaan serta kebijakan publik di Indonesia.

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Gambaran umum objek penelitian

Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja

TahunTingkat Produktivitas Tenaga Kerja (Rp/Tenaga Kerja)
201578,23
201680,50
201781,90
201883,20
201984,10
202085,40
202186,70
202287,20
202387,96

Sumber: bps.go.id.

Produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan tenaga kerja dalam menghasilkan output atau nilai tambah dalam suatu periode tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara efisien. Menurut Simanjuntak (2001),

produktivitas adalah perbandingan antara hasil kerja (output) dengan jumlah sumber daya yang digunakan (input), khususnya tenaga kerja. Konsep ini menekankan bahwa produktivitas tidak hanya terkait dengan jumlah hasil kerja, tetapi juga dengan efektivitas dan efisiensi dalam memanfaatkan faktor produksi.

Secara internasional, produktivitas tenaga kerja dipahami lebih luas, mencakup kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, dan standar mutu output yang dihasilkan. International Labour Organization (2018) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja tidak semata-mata diukur dari volume barang atau jasa yang diproduksi, tetapi juga dari sejauh mana tenaga kerja mampu beradaptasi dengan teknologi dan inovasi baru untuk meningkatkan daya saing di pasar global.

Dalam konteks pembangunan, produktivitas tenaga kerja memiliki dua dimensi utama. Dari sisi ekonomi, produktivitas mencerminkan daya saing tenaga kerja dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya. Todaro dan Smith (2011) menegaskan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi kunci pembangunan jangka panjang, karena dengan sumber daya yang terbatas, peningkatan output hanya dapat dicapai melalui perbaikan produktivitas. Dari sisi sosial, produktivitas terkait erat dengan kualitas sumber daya manusia, termasuk pendidikan, keterampilan, kesehatan, dan penguasaan teknologi (World Bank, 2022). Dengan demikian, produktivitas berkontribusi tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Lebih spesifik, tingkat produktivitas tenaga kerja digunakan untuk menggambarkan output rata-rata yang dihasilkan per tenaga kerja atau per jam kerja dalam periode tertentu. Simanjuntak (2001) menyebutkan bahwa tingkat produktivitas memberikan gambaran yang lebih terukur mengenai efisiensi kerja tenaga kerja dalam sistem produksi. Indikator ini menjadi salah satu ukuran penting dalam menilai daya saing nasional. Menurut ILO (2018), semakin tinggi tingkat produktivitas, semakin besar kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan.

Badan Pusat Statistik (2023) mencatat bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja Indonesia menunjukkan tren peningkatan dalam kurun waktu 2015–2023. Kenaikan ini tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti kebijakan upah, tetapi juga oleh penguasaan teknologi, pembangunan infrastruktur digital, serta peningkatan kualitas sumber daya

manusia. Fakta ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja tidak bisa dilepaskan dari dinamika globalisasi dan transformasi digital.

Dengan demikian, baik produktivitas maupun tingkat produktivitas tenaga kerja merupakan konsep yang multidimensional. Keduanya mencerminkan efektivitas tenaga kerja dalam menghasilkan output, efisiensi pemanfaatan sumber daya, kualitas sumber daya manusia, serta kontribusi terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi tujuan utama kebijakan ketenagakerjaan karena memiliki implikasi langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, daya saing internasional, serta keberlanjutan pembangunan di masa depan.

Upah Minimum Provinsi (UMP)

TahunUpah Minimum Provinsi (Rupiah)
20151.685.000
20162.552.962
20172.742.621
20182.829.130
20192.913.897
20202.756.345
20212.736.463
20223.070.756
20233.178.227

Sumber: bps.go.id, setkab.go.id, kemnaker.go.id, ILO.org.

Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan standar minimum penghasilan yang wajib dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerja atau buruh sebagai bentuk perlindungan terhadap kesejahteraan tenaga kerja. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, UMP ditetapkan setiap tahun oleh gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan provinsi dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi, inflasi, serta pertumbuhan produk domestik bruto (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2021). Dengan demikian, UMP berfungsi sebagai instrumen kebijakan pemerintah untuk menjamin hak dasar pekerja sekaligus menjaga keberlangsungan usaha.

Badan Pusat Statistik (2022) menyebutkan bahwa UMP tidak hanya ditetapkan untuk melindungi pekerja, tetapi juga berperan sebagai alat pengendalian distribusi pendapatan agar kesenjangan ekonomi tidak semakin melebar. Penentuan UMP mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) yang mencakup pengeluaran minimum pekerja untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan.

Secara teoritis, upah minimum termasuk UMP memiliki hubungan erat dengan produktivitas tenaga kerja. Teori efisiensi upah (efficiency wage theory) menyatakan bahwa pemberian upah yang lebih tinggi dapat meningkatkan motivasi kerja, menurunkan tingkat absensi, serta mendorong pekerja untuk bekerja lebih produktif (Shapiro & Stiglitz, 1984). Namun, dalam praktiknya, kebijakan UMP seringkali menimbulkan perdebatan karena dianggap berpotensi meningkatkan biaya produksi dan menekan daya saing industri tertentu, terutama pada sektor padat karya.

Selain itu, UMP juga memiliki implikasi sosial dan ekonomi yang lebih luas. Menurut International Labour Organization (2019), penetapan upah minimum berkontribusi pada pengurangan kemiskinan, peningkatan daya beli masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Namun, efektivitas UMP sangat bergantung pada konsistensi penerapan, pengawasan, serta kondisi pasar tenaga kerja di setiap daerah.

Dalam konteks Indonesia, tren UMP selama 10 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang relatif stabil seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Meski demikian, disparitas UMP antarprovinsi masih cukup lebar, yang mencerminkan perbedaan biaya hidup dan tingkat produktivitas di masing-masing daerah (Badan Pusat Statistik, 2022). Oleh karena itu, kebijakan UMP perlu disinergikan dengan strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja dan penguatan investasi agar mampu memberikan manfaat yang optimal bagi pembangunan ekonomi.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK)

TahunIndeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (Indeks)
20154,83
20165,00
20175,12
20185,25
20195,40
20205,60
20215,70
20225,85
20235,90

Sumber: bps.go.id.

Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana suatu wilayah atau negara mampu mengakses, menggunakan, dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam kehidupan sosial maupun ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (2023), IP-TIK disusun untuk memberikan gambaran tingkat perkembangan infrastruktur TIK, keterampilan digital masyarakat, serta pemanfaatan TIK dalam berbagai aspek kehidupan.

United Nations Development Programme (UNDP, 2019) menjelaskan bahwa TIK merupakan salah satu elemen penting dalam pembangunan berkelanjutan, karena mampu meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan keterhubungan antar individu maupun lembaga. Oleh sebab itu, IP-TIK tidak hanya menilai ketersediaan infrastruktur seperti jaringan internet atau kepemilikan perangkat, tetapi juga menekankan pada kemampuan sumber daya manusia dalam memanfaatkan teknologi untuk kegiatan ekonomi, pendidikan, dan pelayanan publik.

Secara umum, IP-TIK dibangun dari tiga dimensi utama, yaitu (1) aksesibilitas, yang mencakup kepemilikan perangkat teknologi dan keterjangkauan layanan; (2) penggunaan (usage), yang meliputi intensitas dan frekuensi penggunaan TIK; serta (3) keahlian (skills), yang terkait dengan kompetensi dasar dalam mengoperasikan teknologi, termasuk literasi digital (International Telecommunication Union, 2020). Dengan adanya dimensi ini, IP-TIK dianggap sebagai ukuran komprehensif yang mampu mencerminkan kesenjangan digital antarwilayah.

Dalam konteks Indonesia, IP-TIK menjadi salah satu indikator pembangunan nasional yang secara rutin dipublikasikan oleh BPS. Data terbaru menunjukkan adanya peningkatan IP-TIK dalam kurun waktu 2015–2023, seiring dengan penetrasi internet, perluasan jaringan seluler,

serta program literasi digital yang digagas pemerintah (Badan Pusat Statistik, 2023). Hal ini menandakan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap TIK, meskipun masih terdapat kesenjangan yang cukup lebar antara wilayah perkotaan dan pedesaan.

Pemanfaatan TIK yang semakin luas berdampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan. Menurut World Bank (2021), TIK berperan penting dalam mendorong efisiensi usaha, memperluas akses pendidikan, meningkatkan kualitas layanan publik, serta membuka peluang kerja baru di sektor ekonomi digital. Dengan demikian, IP-TIK bukan hanya indikator teknis, tetapi juga mencerminkan kesiapan suatu negara dalam menghadapi transformasi digital dan revolusi industri 4.0.

  1. Hasil Uji Analisis Data

Tabel 1. Hasil Uji t (parsial)

Sumber: diolah

Hasil uji t menunjukkan bahwa nilai p-value variabel UMP sebesar 0,037 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Hal ini berarti variabel UMP memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Dengan kata lain, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) mampu mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Secara ekonomi, peningkatan UMP dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja, memperbaiki motivasi kerja, dan pada akhirnya mendorong tenaga kerja untuk bekerja lebih optimal. Temuan ini mengindikasikan bahwa kebijakan penentuan UMP tidak hanya berdampak pada daya beli pekerja, tetapi juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan output yang dihasilkan per tenaga kerja.

Selanjutnya, nilai p-value variabel IP-TIK sebesar 0,000 juga lebih kecil dari 0,05, sehingga variabel IP-TIK berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Pengaruh ini bahkan jauh lebih kuat dibandingkan UMP, sebagaimana tercermin dari nilai koefisien dan t-hitung yang sangat tinggi. Hal ini mengimplikasikan bahwa perkembangan infrastruktur dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Indonesia mampu memberikan dorongan besar bagi peningkatan produktivitas tenaga kerja. Semakin tinggi indeks pembangunan TIK, semakin besar pula efisiensi, kecepatan, dan kualitas kerja yang dapat dicapai oleh tenaga kerja di berbagai sektor.

Dengan demikian, berdasarkan uji t parsial dapat disimpulkan bahwa baik UMP maupun IP-TIK sama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Namun, IP-TIK tampak memiliki peran yang lebih dominan. Hal ini menegaskan pentingnya kebijakan yang mendukung pengembangan TIK serta tetap memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja melalui penetapan upah minimum yang layak.

Tabel 2. Hasil Uji F (Simultan)

Sumber: diolah

Nilai p-value F-statistic yang diperoleh dari hasil regresi adalah sebesar 0,000, dimana nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK), secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat, yaitu produktivitas tenaga kerja. Artinya, ketika kedua variabel ini diuji secara bersama-sama, keduanya mampu memberikan kontribusi nyata terhadap variasi perubahan produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

Hasil ini menunjukkan bahwa kombinasi kebijakan ekonomi berupa penetapan upah minimum yang layak dan pengembangan teknologi informasi serta komunikasi mampu secara bersama-sama mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Di satu sisi, UMP yang memadai dapat meningkatkan kesejahteraan dan motivasi pekerja, sehingga pekerja lebih terdorong untuk bekerja secara efisien. Di sisi lain, perkembangan TIK menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang menunjang efektivitas serta efisiensi proses kerja. Ketika kedua faktor tersebut berjalan beriringan, maka dampaknya terhadap produktivitas tenaga kerja akan semakin kuat dan signifikan.

Dengan demikian, hasil uji F ini memperkuat temuan uji t sebelumnya, bahwa baik secara parsial maupun simultan, variabel UMP dan IP-TIK berperan penting dalam mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Hal ini sekaligus menegaskan pentingnya peran kebijakan pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja melalui kebijakan upah minimum serta pembangunan infrastruktur teknologi yang mendukung transformasi digital di dunia kerja.

Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi

Sumber: diolah

Berdasarkan hasil uji pada Tabel 3, diperoleh nilai R-squared sebesar 0,992. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99,2% variasi produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model, yaitu Upah Minimum Provinsi (UMP)

dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK). Sementara itu, sisanya sebesar 0,8% dijelaskan oleh faktor lain di luar model yang tidak diteliti dalam penelitian ini, seperti kualitas pendidikan tenaga kerja, tingkat kesehatan, maupun faktor eksternal ekonomi.

Selanjutnya, nilai Adjusted R-squared sebesar 0,989 menandakan bahwa setelah disesuaikan dengan jumlah variabel independen yang digunakan, kontribusi efektif UMP dan IP-TIK terhadap variasi produktivitas tenaga kerja tetap sangat tinggi, yakni mencapai 98,9%. Nilai ini yang tidak jauh berbeda dengan R-squared awal, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan sudah cukup fit untuk menggambarkan hubungan antarvariabel.

Selain itu, nilai Standard Error of the Estimate (SEE) sebesar 0,348 mengindikasikan bahwa tingkat kesalahan prediksi model relatif rendah. Dengan kata lain, deviasi antara nilai aktual dengan nilai prediksi produktivitas tenaga kerja tidak terlalu besar, sehingga hasil estimasi model dapat dipercaya dan ditafsirkan dengan lebih meyakinkan.

Persamaaan Regresi Linear Berganda

Produktivitas Tenaga Kerja (Y) = 40,591 + 0,000001236 × UMP (X1) + 7,392 × IP-TIK (X2)

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa:

  1. Jika UMP (X1) meningkat sebesar 1 rupiah, maka secara rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja (Y) akan meningkat sebesar 0,000001236 juta Rp/TK (atau sekitar 1,236 rupiah per tenaga kerja), dengan asumsi IP-TIK konstan. Walaupun angkanya kecil per 1 rupiah, jika dihitung dalam skala triliunan rupiah maka pengaruhnya akan terasa signifikan.
  2. Jika IP-TIK (X2) meningkat sebesar 1 poin indeks, maka secara rata-rata Produktivitas Tenaga Kerja (Y) akan meningkat sebesar 7,392 juta Rp/TK, dengan asumsi UMP konstan. Artinya, peningkatan pembangunan dan pemanfaatan teknologi informasi serta komunikasi memiliki dampak yang sangat besar terhadap produktivitas tenaga kerja.
  3. Jika UMP (X1) dan IP-TIK (X2) bernilai nol, maka nilai Produktivitas Tenaga Kerja

(Y) masih sebesar 40,591 juta Rp/TK. Nilai ini merepresentasikan konstanta, yaitu tingkat produktivitas dasar yang dimiliki meskipun kedua variabel bebas tidak

berpengaruh.

  1. PEMBAHASAN

Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia Periode 2015–2023

Kebijakan upah minimum, termasuk Upah Minimum Provinsi (UMP), merupakan salah satu instrumen utama pemerintah dalam melindungi kesejahteraan pekerja sekaligus menjaga stabilitas ekonomi. UMP tidak hanya berfungsi sebagai jaring pengaman sosial (social safety net), tetapi juga memiliki implikasi ekonomi yang luas, terutama terhadap produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja sendiri dipahami sebagai kemampuan pekerja menghasilkan output dalam periode tertentu dengan memanfaatkan input yang tersedia secara efisien (Simanjuntak, 2001).

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa UMP memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja Indonesia pada periode 2015–2023. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien UMP sebesar 1,236E-6, nilai t = 2,679, dan tingkat signifikansi 0,037, yang lebih kecil daripada taraf signifikansi 5 persen. Dengan demikian, hipotesis bahwa UMP berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja diterima.

Interpretasinya adalah setiap kenaikan UMP sebesar satu triliun rupiah berkontribusi pada peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 1,236 satuan. Walaupun kontribusinya relatif kecil dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK), signifikansi statistiknya menegaskan bahwa kebijakan pengupahan tetap berperan dalam mendorong produktivitas tenaga kerja (Badan Pusat Statistik, 2023).

Temuan ini sesuai dengan teori efficiency wage yang dikemukakan Shapiro dan Stiglitz (1984), yaitu upah yang lebih tinggi dapat meningkatkan motivasi pekerja, mengurangi tingkat absensi, serta menurunkan turnover tenaga kerja. Dengan adanya insentif finansial yang lebih baik, pekerja terdorong untuk bekerja lebih giat, meningkatkan kualitas hasil kerja, dan menjaga stabilitas produktivitas. Pandangan ini sejalan dengan Mankiw (2020) yang menegaskan bahwa insentif ekonomi berupa kenaikan upah mampu mendorong kinerja tenaga kerja, meskipun kenaikan upah yang berlebihan bisa menjadi beban biaya bagi perusahaan.

Data BPS menunjukkan bahwa UMP Indonesia meningkat dari Rp1,68 juta pada tahun 2015 menjadi Rp3,17 juta pada tahun 2023, dengan tren produktivitas tenaga kerja yang juga naik dari Rp78,23 juta/tenaga kerja menjadi Rp87,96 juta/tenaga kerja (Badan Pusat Statistik, 2023). Fakta ini menunjukkan adanya keterkaitan positif antara kebijakan pengupahan dengan peningkatan produktivitas. Namun, jika ditinjau dari standardized coefficients (Beta), peran UMP (0,163) jauh lebih kecil dibandingkan IP-TIK (0,863). Hal ini menandakan bahwa meskipun UMP signifikan, faktor teknologi masih menjadi pendorong utama produktivitas.

Efektivitas UMP terhadap produktivitas sangat bergantung pada kondisi perusahaan dan struktur biaya produksi. Hidayah (2020) mencatat bahwa kenaikan UMP tidak selalu membawa dampak positif, terutama pada sektor padat karya dengan margin keuntungan rendah. Pada beberapa kasus, perusahaan menghadapi tekanan biaya yang mendorong mereka mengurangi jumlah tenaga kerja atau menekan jam kerja.

Sebaliknya, penelitian Rahmi (2022) menunjukkan bahwa kenaikan UMP justru mendorong produktivitas karena pekerja lebih termotivasi dan perusahaan terdorong meningkatkan efisiensi. Dengan demikian, UMP tidak hanya memengaruhi motivasi pekerja, tetapi juga mendorong adaptasi strategi perusahaan melalui inovasi manajerial dan efisiensi proses produksi.

Temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan UMP perlu dirumuskan secara hati-hati dengan mempertimbangkan keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan kemampuan perusahaan dalam menanggung beban biaya tenaga kerja. UMP yang terlalu rendah tidak akan mampu meningkatkan motivasi pekerja, sementara UMP yang terlalu tinggi dapat menimbulkan efek samping berupa pengurangan tenaga kerja (Kementerian Ketenagakerjaan RI, 2021). Oleh karena itu, penetapan UMP sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi makro, tingkat inflasi, serta pertumbuhan produktivitas itu sendiri.

Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia Periode 2015–2023

Transformasi digital telah menjadi faktor penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas tenaga kerja di berbagai negara, termasuk Indonesia. Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi indikator utama untuk menilai sejauh mana masyarakat dan

perusahaan mampu mengakses, menggunakan, serta menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Dengan meningkatnya IP-TIK, diharapkan tenaga kerja memiliki kemampuan lebih baik dalam memanfaatkan teknologi sehingga dapat bekerja secara lebih cepat, efisien, dan inovatif (UNDP, 2019; World Bank, 2021).

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa IP-TIK memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015–2023. Nilai koefisien regresi IP-TIK sebesar 7,392 dengan nilai t = 14,219 dan signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini berarti setiap kenaikan 1 poin dalam IP-TIK meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebesar 7,392 satuan. Selain itu, hasil standardized coefficients (Beta) sebesar 0,863 menunjukkan bahwa kontribusi IP-TIK jauh lebih dominan dibandingkan UMP (0,163). Dengan kata lain, IP-TIK menjadi variabel utama yang menentukan variasi produktivitas tenaga kerja Indonesia selama periode penelitian.

Pemanfaatan TIK mampu mempercepat proses kerja, meningkatkan akurasi, dan memperluas akses pasar, sehingga berdampak langsung pada peningkatan produktivitas (Laudon & Laudon, 2020). Dalam konteks tenaga kerja Indonesia, peningkatan IP-TIK sejalan dengan penetrasi internet, penggunaan perangkat digital, serta program literasi digital yang dijalankan pemerintah. Data BPS menunjukkan IP-TIK Indonesia meningkat dari 4,83 pada 2015 menjadi 5,90 pada 2023, yang menandakan semakin luasnya penggunaan teknologi informasi di masyarakat (BPS, 2023).

Hasil ini sejalan dengan penelitian Yuniar dan Devi (2024), yang menemukan bahwa provinsi dengan tingkat IP-TIK lebih tinggi cenderung memiliki produktivitas dan penyerapan tenaga kerja lebih baik, terutama di sektor jasa dan industri berbasis teknologi. Demikian pula, Amalia (2023) menekankan bahwa perkembangan IP-TIK membuka peluang kerja baru di sektor ekonomi digital dan memperkuat daya saing tenaga kerja terdidik.

Dalam era industri 4.0, teknologi tidak hanya menjadi faktor pendukung, tetapi juga pengungkit utama produktivitas. Pekerja yang mampu menguasai teknologi digital dapat memanfaatkan waktu lebih efisien, mengurangi kesalahan, dan menghasilkan output yang lebih berkualitas. IP-TIK yang meningkat juga berimplikasi pada peluang inovasi dan kreativitas baru, yang sebelumnya sulit dicapai tanpa dukungan teknologi (World Bank, 2021).

Oleh karena itu, peningkatan IP-TIK tidak hanya berdampak pada efisiensi, tetapi juga kualitas kerja, kompetensi sumber daya manusia, serta kesiapan menghadapi persaingan global. Meskipun IP-TIK terbukti signifikan, masih terdapat tantangan besar dalam distribusi akses teknologi di Indonesia. Kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi hambatan utama (BPS, 2023). Jika tidak diatasi, kesenjangan ini berpotensi menciptakan ketimpangan produktivitas antarwilayah.

Selain itu, pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan peningkatan literasi digital tenaga kerja. Tanpa kemampuan adaptasi yang memadai, teknologi hanya menjadi fasilitas pasif yang tidak maksimal meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, peningkatan IP-TIK perlu disertai dengan program pelatihan dan peningkatan keterampilan digital.

Meskipun IP-TIK terbukti signifikan, masih terdapat tantangan besar dalam distribusi akses teknologi di Indonesia. Kesenjangan digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan masih menjadi hambatan utama (BPS, 2023). Jika tidak diatasi, kesenjangan ini berpotensi menciptakan ketimpangan produktivitas antarwilayah. Selain itu, pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan peningkatan literasi digital tenaga kerja. Tanpa kemampuan adaptasi yang memadai, teknologi hanya menjadi fasilitas pasif yang tidak maksimal meningkatkan produktivitas. Oleh karena itu, peningkatan IP-TIK perlu disertai dengan program pelatihan dan peningkatan keterampilan digital.

Peningkatan IP-TIK terbukti memberikan kontribusi yang signifikan dan dominan terhadap produktivitas tenaga kerja Indonesia pada periode 2015–2023. Setiap kenaikan skor IP-TIK secara nyata mampu meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas kerja tenaga kerja. Dengan demikian, penguatan infrastruktur digital dan pengembangan keterampilan teknologi merupakan strategi penting untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia di era transformasi digital.

Analisis Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) secara Simultan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia Periode 2015–2023

Hasil analisis ANOVA yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, variabel Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) memiliki dampak yang signifikan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia untuk periode 2015 hingga

2023. Temuan ini menggarisbawahi bahwa kedua elemen tersebut memainkan peran krusial dalam menggambarkan variasi produktivitas tenaga kerja selama periode penelitian. Dengan kata lain, peningkatan taraf hidup pekerja melalui regulasi upah minimum serta pengembangan infrastruktur berkualitas dan pemanfaatan teknologi informasi berjalan seiring dalam mendorong efisiensi dan efektivitas tenaga kerja di Indonesia.

Secara konseptual, UMP berfungsi sebagai kebijakan yang melindungi karyawan dari praktik pengupahan yang tidak adil serta berperan sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Peningkatan UMP secara wajar dapat mendorong semangat dan performa karyawan yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Penemuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi & Riyanto (2020) yang mengindikasikan bahwa kenaikan upah minimum memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap produktivitas karyawan pada sektor manufaktur di Indonesia. Ini konsisten dengan teori upah efisiensi yang menekankan bahwa pemberian upah yang lebih tinggi dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan usaha, mengurangi perputaran karyawan, dan meningkatkan kesetiaan tenaga kerja.

Di sisi lain, IP-TIK berfungsi sebagai tolak ukur yang mencerminkan kemajuan infrastruktur digital, akses internet oleh masyarakat, dan kemampuan tenaga kerja dalam menggunakan teknologi. Kenaikan IP-TIK terbukti mampu memperluas akses informasi, mempercepat proses pekerjaan, serta meningkatkan efisiensi. Penelitian Alfandi (2023) menunjukkan bahwa IP-TIK memiliki dampak positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, menegaskan perlunya teknologi dalam memfasilitasi produktivitas. Temuan serupa juga diperoleh oleh Yuniar & Devi (2024) yang menyatakan bahwa IP-TIK secara individu memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap di pasar kerja nasional.

Dengan begitu, temuan dari studi ini menunjukkan secara empiris bahwa UMP dan IP-TIK memiliki dampak yang signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia untuk periode 2015 hingga 2023. Kolaborasi antara kebijakan gaji minimum yang melindungi kesejahteraan pekerja dan pengembangan teknologi informasi yang memfasilitasi efisiensi kerja ialah pendekatan krusial untuk mendorong peningkatan produktivitas yang berkesinambungan.

Analisis Tren Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia Periode 2015–2023

Berdasarkan pola perkembangan produktivitas tenaga kerja di Indonesia antara tahun 2015 hingga 2023, terlihat adanya kecenderungan yang meningkat meskipun dengan ketidakstabilan yang terjadi pada beberapa tahun tertentu. Grafik memperlihatkan bahwa produktivitas tenaga kerja (yang dinyatakan dalam Juta Rp/TK) mengalami pertumbuhan berkelanjutan dari tahun 2015 hingga 2018, kemudian cenderung stabil pada periode 2019 hingga 2021, sebelum kembali menunjukkan peningkatan pada tahun 2022 hingga 2023. Pola ini mencerminkan dinamika berbagai faktor ekonomi, kebijakan ketenagakerjaan, serta kemajuan dalam teknologi informasi yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di tingkat nasional.

Pertumbuhan produktivitas yang cukup konsisten dari tahun 2015 sampai 2018 bisa dihubungkan dengan kebijakan pemerintah yang secara tahunan menetapkan peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) secara teratur. UMP berfungsi sebagai alat perlindungan bagi pekerja dan juga sebagai penggerak kesejahteraan tenaga kerja. Gaji yang pantas dapat mendorong pekerja meningkatkan motivasi serta kinerja mereka, yang pada gilirannya berdampak positif terhadap produktivitas. Penelitian oleh Rahmi & Riyanto (2020) mengungkapkan bahwa peningkatan upah minimum memiliki hubungan positif dengan produktivitas tenaga kerja dalam sektor manufaktur, menegaskan pentingnya UMP sebagai faktor pendorong utama dalam kinerja tenaga kerja.

Namun, variasi produktivitas selama tahun 2019 hingga 2021 menunjukkan adanya keterbatasan UMP jika tidak didukung oleh faktor lain seperti teknologi dan infrastruktur. Periode tersebut bertepatan dengan penurunan ekonomi dunia dan dampak dari pandemi COVID-19 yang mempengaruhi kinerja bisnis. Dalam keadaan ini, kemajuan Indeks

Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) menjadi sangat penting. IP-TIK yang terus meningkat antara 2015 dan 2023 mencerminkan adanya percepatan digitalisasi di Indonesia. Teknologi memiliki peranan vital dalam mempertahankan produktivitas saat krisis, contohnya melalui implementasi kerja jarak jauh, digitalisasi layanan publik, dan peningkatan aktivitas e-commerce. Penelitian Alfandi (2023) menegaskan adanya pengaruh positif IP-TIK terhadap penyerapan pekerja di Indonesia, yang menandakan semakin baik infrastruktur teknologinya, semakin besar kontribusinya bagi produktivitas tenaga kerja.

Peningkatan produktivitas pada tahun 2022 dan 2023 menunjukkan bahwa kombinasi antara kebijakan UMP yang meningkat dan distribusi IP-TIK yang semakin merata memberikan dampak signifikan terhadap pemulihan produktivitas tenaga kerja pascapandemi. Aulianhar et al. (2024) juga menyoroti bahwa upah minimum memiliki dampak significant pada produktivitas di tingkat provinsi, sementara Yuniar & Devi (2024) menunjukkan bahwa IP-TIK berpengaruh nyata terhadap dinamika penyerapan tenaga kerja. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa UMP dan IP-TIK secara bersamaan memberikan kontribusi berarti bagi produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

Oleh karena itu, analisis tren ini mendukung temuan utama penelitian bahwa kebijakan upah minimum yang sesuai dan peningkatan dalam pembangunan teknologi informasi adalah dua faktor krusial yang saling melengkapi untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. UMP memperbaiki motivasi dan kesejahteraan pekerja, sedangkan IP-TIK memperkuat efisiensi dan efektivitas kerja. Keduanya perlu bergerak bersama agar produktivitas tenaga kerja di Indonesia dapat terus tumbuh secara berkelanjutan dan memperkuat daya saing tenaga kerja nasional di era global.

Analisis Perbandingan Pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia Periode 2015–2023

Berdasarkan hasil analisis regresi, variabel Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terbukti berpengaruh signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015–2023. Nilai koefisien determinasi (R²) sebesar 0,992 menunjukkan bahwa 99,2% variasi produktivitas tenaga kerja dapat dijelaskan oleh UMP dan IP-TIK, sementara sisanya 0,8% dijelaskan oleh faktor lain di

luar model, seperti kualitas pendidikan, kesehatan tenaga kerja, maupun faktor makroekonomi lainnya.

Secara parsial, hasil uji t menunjukkan bahwa UMP berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja dengan nilai signifikansi sebesar 0,037 (< 0,05). Hal ini berarti kenaikan UMP mampu mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan upah minimum dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja, mengurangi beban hidup, serta memberi insentif untuk bekerja lebih efisien. Namun demikian, besarnya pengaruh UMP relatif kecil jika dibandingkan dengan IP-TIK. Koefisien regresi UMP sebesar 1,236E-6 menunjukkan bahwa tambahan 1 rupiah UMP hanya memberikan peningkatan produktivitas dalam jumlah yang sangat kecil, meskipun dalam skala triliunan rupiah kontribusinya tetap berarti. Hasil ini sejalan dengan temuan Maharani dan Woyanti (2022) serta Putra dan Budiasih (2024), yang menunjukkan bahwa upah minimum memang berpengaruh positif terhadap produktivitas, meskipun kontribusinya tidak sebesar faktor lain seperti pendidikan atau investasi.

Sementara itu, variabel IP-TIK memiliki pengaruh yang jauh lebih besar terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil uji t menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000, yang berarti pengaruhnya sangat signifikan. Koefisien regresi IP-TIK sebesar 7,392 menunjukkan bahwa setiap peningkatan 1 poin indeks TIK mampu menaikkan produktivitas tenaga kerja sebesar 7,392 juta rupiah per tenaga kerja. Temuan ini menegaskan bahwa peran teknologi digital, infrastruktur komunikasi, serta akses informasi menjadi faktor dominan dalam mendorong peningkatan produktivitas di era transformasi digital. Hal ini didukung oleh penelitian Yulianti dan Juminta (2023), yang membuktikan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berkontribusi positif dan signifikan terhadap produktivitas dan pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Jika dibandingkan, maka dapat disimpulkan bahwa IP-TIK lebih dominan dibandingkan UMP dalam memengaruhi produktivitas tenaga kerja di Indonesia. UMP tetap penting dalam menjaga kesejahteraan pekerja dan motivasi kerja, namun IP-TIK memberikan pengaruh struktural yang lebih besar karena kemampuannya meningkatkan efisiensi, memperluas akses informasi, dan mempercepat alur produksi di berbagai sektor ekonomi. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan UMP perlu berjalan seiring dengan penguatan pembangunan infrastruktur TIK agar dapat menghasilkan sinergi yang optimal dalam mendorong peningkatan produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Penelitian mengenai pengaruh Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) terhadap produktivitas tenaga kerja di Indonesia pada periode 2015–2023 memberikan gambaran yang jelas bahwa faktor ekonomi dan teknologi sama-sama memegang peranan penting dalam meningkatkan kinerja tenaga kerja. Secara umum, hasil analisis regresi menunjukkan bahwa UMP dan IP-TIK berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap tingkat produktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan pekerja dan perkembangan teknologi harus dipandang sebagai dua aspek yang saling melengkapi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Kenaikan UMP terbukti berkontribusi positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Upah minimum yang lebih tinggi dapat meningkatkan motivasi, memperbaiki kesejahteraan, dan menumbuhkan semangat kerja di kalangan pekerja. Namun, pengaruh UMP dalam penelitian ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan IP-TIK. Efektivitas UMP juga masih dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi serta kapasitas perusahaan untuk menanggung biaya tenaga kerja. Di satu sisi, UMP yang meningkat mampu memperkuat daya beli pekerja, tetapi di sisi lain dapat menimbulkan tantangan bagi pelaku usaha apabila kenaikannya tidak sejalan dengan produktivitas yang dihasilkan.

Sementara itu, IP-TIK menunjukkan pengaruh yang lebih dominan terhadap produktivitas tenaga kerja. Peningkatan skor IP-TIK mendorong efisiensi, mempercepat proses kerja, serta meningkatkan kualitas hasil kerja. Temuan ini sejalan dengan pandangan bahwa transformasi digital memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing tenaga kerja di era globalisasi. Infrastruktur teknologi yang memadai dan literasi digital yang baik terbukti mampu memperkuat kapasitas sumber daya manusia, sehingga tenaga kerja lebih adaptif terhadap perubahan pasar dan tuntutan industri.

Analisis simultan memperlihatkan bahwa UMP dan IP-TIK secara bersama-sama memberikan dampak signifikan terhadap produktivitas. Keduanya tidak dapat dipisahkan, sebab kesejahteraan pekerja tanpa dukungan teknologi yang memadai tidak cukup untuk meningkatkan daya saing, begitu pula sebaliknya, pemanfaatan teknologi yang tinggi tidak akan optimal apabila pekerja tidak memiliki kondisi kerja yang layak. Sinergi antara kebijakan pengupahan dan pembangunan infrastruktur digital menjadi kunci dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja Indonesia secara berkelanjutan.

Meskipun sempat terjadi perlambatan produktivitas pada periode pandemi COVID-19, tren jangka panjang menunjukkan adanya peningkatan yang konsisten sejalan dengan kenaikan UMP dan perkembangan IP-TIK. Fluktuasi yang terjadi selama periode tersebut menegaskan bahwa produktivitas tenaga kerja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor domestik, tetapi juga

oleh dinamika global. Namun demikian, arah pergerakan produktivitas tetap menunjukkan perkembangan positif, yang menandakan adanya fondasi kuat dari sisi kebijakan pengupahan dan penguatan teknologi.

Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa strategi peningkatan produktivitas tenaga kerja di Indonesia perlu ditempuh melalui kebijakan terpadu yang mengutamakan kesejahteraan pekerja sekaligus mendorong transformasi digital. Pemerintah diharapkan terus konsisten dalam menjaga keseimbangan antara penetapan UMP yang realistis dan pembangunan teknologi informasi yang inklusif. Jika keduanya berjalan seiring, maka daya saing tenaga kerja Indonesia dapat meningkat secara signifikan dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan.

  1. Saran

Pemerintah diharapkan dapat menetapkan kebijakan upah minimum dengan lebih hati-hati. Penyesuaian UMP sebaiknya memperhitungkan faktor inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta tingkat produktivitas di masing-masing daerah. Dengan pertimbangan yang seimbang, UMP dapat berfungsi ganda, yaitu menjaga daya beli pekerja sekaligus tidak menimbulkan beban yang terlalu berat bagi dunia usaha.

Selanjutnya, pembangunan dan pemerataan infrastruktur teknologi informasi menjadi hal yang tidak kalah penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan IP-TIK berpengaruh kuat terhadap produktivitas tenaga kerja. Karena itu, perlu adanya upaya serius untuk memperluas akses internet, memperkuat jaringan digital, dan meningkatkan literasi teknologi, terutama di wilayah yang selama ini masih tertinggal.

Kenaikan upah minimum juga sebaiknya dipandang sebagai peluang untuk mendorong perbaikan efisiensi dan produktivitas, bukan sekadar tambahan beban. Perusahaan dapat mengintegrasikan teknologi digital dalam proses produksi maupun pengelolaan sumber daya manusia agar kinerja meningkat sejalan dengan kesejahteraan pekerja. Dengan strategi tersebut, hubungan antara peningkatan upah dan produktivitas dapat berjalan lebih seimbang.

Sementara itu, tenaga kerja perlu terus meningkatkan kompetensi agar mampu bersaing di pasar kerja yang semakin kompetitif. Produktivitas tidak hanya ditentukan oleh besarnya upah yang diterima, melainkan juga oleh keterampilan, etos kerja, dan kemampuan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dengan peningkatan keterampilan yang berkelanjutan, tenaga kerja akan lebih siap menghadapi tantangan di era digital.

  1. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa implikasi kebijakan yang dapat diambil pemerintah. Pertama, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) perlu mempertimbangkan

keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan kemampuan perusahaan dalam menanggung biaya tenaga kerja. Kenaikan UMP yang terukur terbukti mampu meningkatkan motivasi dan produktivitas pekerja, namun bila terlalu tinggi dapat menekan daya saing sektor padat karya (Hidayah, 2020). Oleh karena itu, kebijakan pengupahan sebaiknya diiringi dengan program peningkatan efisiensi dan dukungan bagi industri agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesempatan kerja.

Kedua, penguatan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) harus menjadi prioritas pemerintah. Hasil analisis menunjukkan bahwa IP-TIK memiliki pengaruh dominan terhadap produktivitas tenaga kerja. Investasi dalam infrastruktur digital, penyediaan akses internet merata, serta program peningkatan literasi digital akan sangat penting untuk memperkecil kesenjangan antarwilayah (Yuniar & Devi, 2024). Dengan begitu, produktivitas nasional dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan inklusif.

Ketiga, sinergi kebijakan pengupahan dengan pengembangan teknologi digital perlu diperkuat. Peningkatan UMP tanpa dukungan teknologi hanya akan menambah biaya tanpa mendorong efisiensi, sementara pengembangan IP-TIK tanpa kesejahteraan pekerja berisiko menurunkan motivasi kerja. Oleh karena itu, kebijakan terpadu yang menggabungkan kedua aspek ini akan menciptakan efek sinergis dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja (Ikhsana et al., 2025).

DAFTAR PUSTAKA

Faruddin, H. E., & Djamaluddin, S. (2025). Pengaruh Upah Minimum Provinsi Terhadap Pekerja Formal dan Informal Di Indonesia. Jurnal LOCUS: Penelitian & Pengabdian,

4(6). ResearchGate

Almizan. (2020). Pengaruh Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Penyerapan Tenaga Kerja Sektor TIK di Indonesia. Al-Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan, 5(2).

Aji, S. (2023). Tingkat pendapatan mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pemanen di PT Tania Selatan Estate. Jurnal Bisnis & Inovasi Psikologi, 2(1), 45–55. Universitas Prima Indonesia. Retrieved from https://jurnal.unprimdn.ac.id/index.php/BIP/article/view/3494

Fadilla, D., Triani, M., & Irfan, M. (2022). Analisis determinan produktivitas tenaga kerja di Indonesia. EkoSains: Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 11(2), 101–115.

Dirgantara, T., & Santoso, R. P. (2021). Sosiodemografis dan rata-rata produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi & Kebijakan, 5(2), 87–98.

Mahila. (2015). Analisis mekanisme penetapan Upah Minimum Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Humaniora, 17(1), 45–56. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/225606-analisis-mekanisme-penetapan-up ah-minimu-575d0b3a.pdf

Hidayah, N. (2020). Pengaruh Upah Minimum Provinsi dan Ekspor terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Ikhsana, M. D., Usman, M., & Ananta, P. (2025). Dampak Teknologi Informasi dan Komunikasi, Belanja Modal, dan Produktivitas Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis (JEBS), 5(1), 242-250.

Badan Pusat Statistik. (2023). Indikator produktivitas tenaga kerja Indonesia 2015–2023.

Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id

International Labour Organization. (2018). Measuring productivity: Analysis of labour productivity indicators. International Labour Office. https://www.ilo.org

Simanjuntak, P. J. (2001). Pengantar ekonomi sumber daya manusia. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2011). Economic development (11th ed.). Addison-Wesley.

World Bank. (2022). World development indicators: Productivity and labor market. The World Bank. https://databank.worldbank.orgBadan Pusat Statistik. (2023). Indeks pembangunan teknologi informasi dan komunikasi (IP-TIK) 2015–2023. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id

International Telecommunication Union. (2020). Measuring digital development: ICT development index. ITU Publications. https://www.itu.int

United Nations Development Programme. (2019). Human development report 2019: Beyond income, beyond averages, beyond today. UNDP. https://hdr.undp.org

World Bank. (2021). Digital economy report: Data-driven development. The World Bank. https://databank.worldbank.org

Andini, R., & Kuncoro, M. (2019). Upah minimum dan produktivitas tenaga kerja industri di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 20(2), 115–130. https://doi.org/10.21002/jepi.v20i2.1020

Badan Pusat Statistik. (2023). Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia 2015–2023. https://www.bps.go.id

Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2017). Basic econometrics (5th ed.). McGraw-Hill.

International Labour Organization. (2022). Global wage report 2022–23: The impact of inflation and COVID-19 on wages and purchasing power. https://www.ilo.org

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2024). Upah minimum provinsi (UMP) Tahun 2025. https://satudata.kemnaker.go.id

Moleong, L. J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif (Edisi Revisi). Remaja Rosdakarya.

Nachrowi, N., & Usman, A. (2006). Pendekatan ekonometrika untuk analisis ekonomi dan keuangan. LPFE-UI.

Prasetyo, P. E., & Firdaus, M. (2020). The role of ICT adoption to enhance firm performance and labor productivity in Indonesia. Journal of Asian Business and Economic Studies, 27(3), 201–219. https://doi.org/10.1108/JABES-04-2020-0045

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. (2024). Kenaikan upah minimum provinsi 2025 ditetapkan 6,5%. https://setkab.go.id

Sugiyono. (2017). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Alfabeta.

Badan Pusat Statistik. (2022). Statistik upah minimum di Indonesia. Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id

International Labour Organization. (2019). Minimum wages and collective bargaining: Towards policy coherence. International Labour Office. https://www.ilo.org

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia. https://peraturan.bpk.go.id

Shapiro, C., & Stiglitz, J. E. (1984). Equilibrium unemployment as a worker discipline device. The American Economic Review, 74(3), 433–444.

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Hidayah, N. (2020). Pengaruh Upah Minimum Provinsi dan Ekspor terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di 33 Provinsi Indonesia. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Kementerian Ketenagakerjaan RI. (2021). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Jakarta.

Mankiw, N. G. (2020). Principles of Economics (9th ed.). Boston: Cengage Learning.

Rahmi, J. (2022). Dampak Upah Minimum terhadap Produktivitas Tenaga Kerja. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 10(1), 15–25.

Shapiro, C., & Stiglitz, J. (1984). Equilibrium Unemployment as a Worker Discipline Device.

The American Economic Review, 74(3), 433–444.

Simanjuntak, P. J. (2001). Produktivitas Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: UI Press.

Amalia, R. (2023). Pengaruh Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik di Pulau Jawa. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Indonesia 2023. Jakarta: BPS.

Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2020). Management Information Systems: Managing the Digital Firm (16th ed.). Pearson.

United Nations Development Programme (UNDP). (2019). Human Development Report.

New York: UNDP.

World Bank. (2021). World Development Report 2021: Data for Better Lives. Washington DC: World Bank.

Yuniar, E., & Devi, Y. (2024). Pengaruh Investasi Swasta, IP-TIK, dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Syariah, 4(2), 208–220.

Rahmi, J., & Riyanto, R. (2020). Dampak Upah Minimum Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja: Studi Kasus Industri Manufaktur Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 13(1).

Alfandi, A. (2023). Pengaruh Infrastruktur Jalan, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi (IP-TIK) terhadap Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (2018-2022). Jurnal Pembangunan dan Pemerataan.

Iskandar, A., & Sa’dia, N. H. (2022). Pengaruh Kebijakan Upah Minimum Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Perempuan di Indonesia. KOMITMEN: Jurnal Ilmiah Manajemen.

Aulianhar, M. H., Saleh, M., Lestari, E. K., Fathorrazi, M., Sjafruddin, Zulfikri, R. R., & Arodha, D. (2024). Pengaruh Pendidikan, Upah Minimum, dan Kesehatan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, 3(1).

Yuniar, E., & Devi, Y. (2024). Pengaruh Investasi Swasta, IP-TIK, dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (dalam perspektif ekonomi Islam). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Syariah (JIMESHA), 4(2), 197-210.

Rahmi, J., & Riyanto, R. (2020). Dampak Upah Minimum Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja: Studi Kasus Industri Manufaktur Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik, 13(1).

Alfandi, A. (2023). Pengaruh Infrastruktur Jalan, Indeks Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi (IP-TIK) terhadap Investasi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia

(2018-2022). Jurnal Pembangunan dan Pemerataan.

Aulianhar, M. H., Saleh, M., Lestari, E. K., Fathorrazi, M., Sjafruddin, Zulfikri, R. R., & Arodha, D. (2024). Pengaruh Pendidikan, Upah Minimum, dan Kesehatan terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, 3(1).

Yuniar, E., & Devi, Y. (2024). Pengaruh Investasi Swasta, IP-TIK, dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (dalam perspektif ekonomi Islam). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Syariah (JIMESHA), 4(2), 197-210.

Amalia, R. (2023). Pengaruh Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap Tingkat Pengangguran Terdidik di Pulau Jawa. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Hidayah, N. (2020). Pengaruh Upah Minimum Provinsi dan Ekspor terhadap Produktivitas Tenaga Kerja di 33 Provinsi Indonesia. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Ikhsan, I., Arifin, Z., & Wahyudi, M. S. (2025). Pengaruh Upah Minimum Provinsi, Investasi, dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Syariah, 4(2), 45-54.

Laudon, K. C., & Laudon, J. P. (2020). Management Information Systems: Managing the Digital Firm (16th ed.). Pearson.

Mankiw, N. G. (2020). Principles of Economics (9th ed.). Cengage Learning.

Rahmi, J. (2022). Dampak Upah Minimum terhadap Produktivitas Tenaga Kerja. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, 10(1), 15-25.

Yuniar, E., & Devi, Y. (2024). Pengaruh Investasi Swasta, IP-TIK, dan PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Syariah, 4(2), 208-220.

Maharani, N. R., & Woyanti, N. (2022). The Effect of Education, Health, Minimum Wage, Foreign Investment on Labor Productivity in 33 Provinces of Indonesia (2010–2019). Optimum:   Jurnal   Ekonomi   dan   Pembangunan,   12(2),   200–213.

Putra, W. S., & Budiasih. (2024). Determinants of Economic Growth and Labor Productivity in Indonesia. Economic Development Analysis Journal, 13(3), 211–225. https://journal.unnes.ac.id/journals/edaj/article/view/5110

Yulianti, Y., & Juminta, R. A. (2023). Dampak Information and Communication Technology (ICT) Terhadap Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, 24(1), 55–70. https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jiep/article/view/11078

Leave a comment