Peran Sektor Manufaktur Dalam Mendorong Kesejahteraan Ekonomi Indonesia

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditunjukkan dengan pesatnya industrialisasi khususnya pada sektor manufaktur. Karakteristik dari sektor manufaktur dapat diperjelas dengan; perubahan teknologi yang cepat, economic of scale, dan kemudahan integrasi ke dalam jaringan produksi skala global (Lavopa dan Szirmai 2014; Szirmai 2012). Beberapa penelitian membuktikan bahwa pada dasarnya secara empiris, transformasi dari mengandalkan pertanian ke manufaktur dan berlanjut pada perkembangan jasa adalah proses suatu pembangunan ekonomi. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu dari indikator yang dapat mendeterminasi perkembangan ekonomi lebih lanjut dan berimplikasi pada aspek multidimensi seperti peningkatan kesejahteraan dan mempersempit kesenjangan pendapatan pada masyarakat. 

Meningkatnya sektor manufaktur secara empiris menciptakan konvergensi dari peningkatan produktivitas tenaga kerja untuk menyerap modal dan tenaga kerja yang ada. Sektor manufaktur memberikan peluang kepada negara untuk akumulasi modal. Akumulasi modal adalah salah satu sumber pertumbuhan agregat (Szirmai, 2009).  Akumulasi modal di sektor manufaktur diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan di sektor pertanian dan jasa. Oleh karena itu, peningkatan pangsa manufaktur akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Selain berdampak pada akumulasi modal, meningkatnya industri manufaktur juga akan mempengaruhi produktivitas yang lebih tinggi daripada di sektor pertanian. Pengalihan sumber daya dari pertanian ke manufaktur akan memberikan bonus perubahan struktural. Bentuk dinamis dari argumen bonus perubahan struktural adalah bahwa sektor manufaktur memiliki tingkat pertumbuhan produktivitas yang lebih tinggi daripada sektor lainnya.

Menurut bukti pada negara-negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) (Dietric 2011) dan Asian Economic (Vu 2017) berpendapat bahwa sektor jasa lebih penting bagi negara maju, sementara pada negara berkembang di Asia dan Amerika Latin masih mengandalkan sektor manufaktur sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. Terhitung hingga saat ini, kontribusi industri khususnya bagian manufaktur di Indonesia mencapai lebih dari 20% penyumbang ekonomi nasional. Hal ini menandakan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada sektor industri manufaktur dalam menyokong pertumbuhan ekonomi dengan hampir 73% total industri dihasilkan dari industri manufaktur.

Grafik 1.1. Nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita

Sumbet Data: BPS (diolah)

Mengacu pada data nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita di Indonesia dengan rentang waktu 12 tahun terakhir, pada nilai tambah yang ditunjukkan oleh grafik terlihat terjadi pertumbuhan di sektor industri manufaktur yang bergerak secara cukup stabil. Di tahun 2010 terhitung value added yang dihasilkan dari industri manufaktur menghasilkan sebesar  Rp.6.342,00 dan meningkat menjadi Rp.8.690,00 di tahun 2022. Perubahan nyata seperti ini menunjukkan terjadi pertumbuhan positif dengan persentase 37,02% selama 12 tahun. Walaupun tidak signifikan hingga mencapai lebih dari 50%, namun peningkatan ini sudah dapat menciptakan tren positif dengan mempertimbangkan adanya permasalahan sosial-ekonomi di tahun 2020. Dapat ditelisik kembali, bahwa terjadi penurunan value added 4,05% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, 2019. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pandemi Covid-19 yang masif di seluruh dunia dan memberikan dampak kepada keberlangsungan industri di Indonesia. Perusahaan manufaktur mengalami penurunan pada penjualan produk output di domestik maupun di luar negeri. Pembeli cenderung lebih selektif dalam membelanjakan uangnya dan berefek pada penurunan daya beli. Value added dan omzet perusahaan relatif menurun akibat adanya hal tersebut. Tetapi di tahun-tahun berikutnya industri sektor manufaktur dapat kembali bangkit dan terus mengalami peningkatan setiap tahun dengan mempertimbangkan kondisi peningkatan biaya produksi dan persaingan global yang kian semakin ketat. 

Dalam pandangan neoklasik, unit nilai tambah tidak selalu setara di seluruh sektor, terutama dalam hal mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Tregenna, 2009). Peran fundamental manufaktur dalam pertumbuhan ekonomi dapat dipahami melalui berbagai cara yang mengungkapkan bahwa manufaktur juga merupakan penentu utama dinamisme teknologi dan secara khusus mengembangkan inovasi dalam pengertian pandangan Schumpeterian. Schumpeter memberikan pandangan bahwa faktor terpenting dalam perekonomian adalah inovasi dalam menghasilkan suatu hasil produk perusahaan dan yang paling utama ialah peningkatan output atau nilai tambah yang disebabkan oleh perkembangan ekonomi. Hal ini merujuk pada sifat-sifat khusus dari sektor manufaktur termasuk hubungan yang kompleks antara pendekatan teoritis di berbagai tingkat teori ekonomi, yaitu mikro (perusahaan), meso (sektor dan sub-sektor) dan hingga makro (ekonomi).

Peningkatan nilai tambah pada industri manufaktur dan laju pertumbuhan PDB manufaktur akan menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi yang terus berkembang dengan pesat pada akhirnya akan berpotensi untuk menjadi acuan dalam mengukur suatu kesejahteraan ekonomi. Pendapat para ahli ekonomi klasik mengatakan bahwa kesejahteraan suatu perekonomian dapat diukur dan direpresentasikan melalui tingkat pendapatan. Pendapat ini berdasar pada teori ekonomi klasik dimana disebutkan kombinasi konsumsi masyarakat akan selalu meningkat sejalan dengan pertambahan pendapatan yang diperoleh (Case & Fair, 2003). Pertambahan dari pendapatan dapat berimplikasi pada negara yang terus berkembang dalam hal perekonomian, baik dari aspek barang dan jasa yang dihasilkan ataupun dari luasnya ketersediaan lapangan pekerjaan (Rostow 1966). Menurut penelitian terdahulu, terdapat korelasi empiris antara tingkat industrialisasi dan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang yang lebih terindustrialisasi cenderung lebih kaya daripada negara-negara berkembang yang kurang terindustrialisasi. Hal ini dapat menjadi tolok ukur sebagai upaya mempercepat kesejahteraan ekonomi dengan adanya industrialisasi manufaktur.

Berbeda dengan teori neoclassical growth model yang mengedepankan pada pertumbuhan input produktif; tabungan, dan akumulasi modal, pada teori endogenous growth model justru akan berfokus pada bagaimana inovasi dan teknologi dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan akan bersinggungan dengan pandangan schumpeterian. Pada teori endogenous growth model ini tidak hanya mengukur pendapatan sebagai salah satu ukuran kesejahteraan, namun akan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan pertambahan nilai tambah output pada inovasi dan teknologi produksi yang tinggi. 

Salah satu yang dapat dijadikan sebagai indikator kesejahteraan ekonomi dari sekian indikator multidimensi lainnya yang dapat digunakan ialah Real GRDP  atau GRDPr sebagai penentu ukuran kesejahteraan ekonomi. Real GRDP  dapat didefinisikan sebagai nilai tambah yang dihasilkan dari produksi barang dan jasa di wilayah suatu negara dengan kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Penting untuk mengetahui distribusi GRDP  per provinsi untuk melihat apakah ada kesenjangan dalam hasil GRDP  untuk setiap masing-masing provinsi dalam penentuan tingkat kesejahteraan ekonomi.

Grafik 1.2. Distribusi GRDP  Per Provinsi Tahun 2020-2022

Sumber Data: BPS (diolah)

Berdasarkan grafik yang tersaji pada rentang waktu 2020-2022, masih terdapat ketimpangan distribusi GRDP  terhadap jumlah GRDP  per 34 provinsi. Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur memiliki konsentrasi distribusi GRDP  terbesar dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Asumsi yang dapat diciptakan dengan representasi data tersebut adalah kesejahteraan ekonomi mungkin belum akan tercapai sampai pada tingkat kesetaraan distribusi GRDP  di setiap provinsi. Walaupun melalui cara pandang fundamental komprehensif pada dasarnya peningkatan GRDP  total di tahun berikutnya menandakan adanya pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Ada salah satu kekurangan dalam melihat kesejahteraan ekonomi hanya dengan GRDP, karena dasar yang digunakan untuk indikator ukuran adalah merujuk pada Real GRDP  yang memperhatikan aspek dan efek tingkat inflasi nasional. Di dalam data belum disebutkan bahwa adanya intervensi inflasi dalam perhitungan ditandai dengan menggunakan harga berlaku sebagai harga dasar. 

Tabel 1.1. Proporsi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur Terhadap PDB

TahunProporsi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur Terhadap PDB
201022,04
201122,06
201221,97
201321,72
201421,65
201521,54
201621,38
201721,22
201821,04
201920,79
202020,61
202120,55
202220,47

Sumber Data : BPS

Sektor manufaktur diketahui melalui data dari BPS, memberikan proporsi nilai tambah sektor tersebut rata-rata sebesar 20,47 dari jumlah PDB per provinsi di Indonesia pada tahun 2022 dan terindikasi mengalami tren penurunan selama 12 tahun terakhir serta sangat fluktuatif. Data yang ditunjukkan pada grafik dapat dikategorikan sebagai “Premature Deindustrialization”. Istilah ini pertama kali digunakan dalam penelitian oleh Dasgupta dan Singh (2006). Hal ini menunjukkan bahwa proses industrialisasi telah melambat dan mengindikasikan terjadinya deindustrialisasi di Indonesia. Penurunan pangsa sektor pertanian tidak sejalan dengan peningkatan pangsa sektor manufaktur baik dalam PDB maupun penyerapan tenaga kerja. Hal ini menandakan adanya indikasi bahwa kelebihan tenaga kerja di sektor pertanian telah bergeser ke sektor jasa, terutama jasa informal (Priyarsono, 2011). Tentu saja hal ini menjadi perhitungan dalam mengukur kontribusi sektor industri manufaktur dalam perekonomian di Indonesia.

Kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan dapat diukur dengan berbagai cara yaitu dengan menggunakan teknik akuntansi pertumbuhan dan analisis ekonometrik (Bosworth, Collins dan Chen 1995; Fagerberg dan Verspagen 1999, 2002, 2007; Timmer dan de Vries 2009). Teknik-teknik akuntansi pertumbuhan menganalisis berapa proporsi dari tingkat pertumbuhan pendapatan nasional yang berasal dari pertumbuhan manufaktur seperti pada data sebelumnya yang menunjukkan proporsi nilai tambah industri manufaktur terhadap PDB. Teknik-teknik ini sangat mudah dan transparan. Namun, teknik-teknik ini cenderung meremehkan kontribusi sektor-sektor dinamis karena tidak memperhitungkan berbagai efek eksternal dan efek limpahan (spillover) ke dalam perhitungan.

Peran manufaktur dalam mendorong kemajuan teknologi dan meningkatkan spillover dapat membuat kontribusi manufaktur terhadap pertumbuhan agregat menjadi lebih besar daripada yang ditemukan dengan mengukur kontribusi sektoral langsung terhadap pertumbuhan dan dasar acuan kesejahteraan ekonomi. Efek spillover seperti itu dapat ditangkap dengan lebih baik dengan menggunakan teknik ekonometrik. Tujuan dan maksud dari pembuatan paper ini adalah untuk menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi yang dijadikan sebagai acuan dari kesejahteraan ekonomi dan industrialisasi di mana sektor manufaktur memainkan peran penting sebagai salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi. 

TINJAUAN PUSTAKA

Industri menurut Nightingale (1978) adalah pengelompokan perusahaan yang mengoperasikan proses yang serupa dan dapat menghasilkan produk yang identik secara komersial dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN, Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Dalam hal ini, industri dikaitkan dengan aktivitas bisnis yang memiliki kesamaan dalam proses produksi dan produk akhirnya. Proses ini sering melibatkan langkah-langkah yang mirip atau identik dalam pembuatan produk, sehingga memungkinkan perusahaan dalam industri ini untuk menghasilkan barang dengan karakteristik yang serupa atau bahkan identik dalam jangka waktu tertentu. Perindustrian mencakup aktivitas ekonomi yang melibatkan berbagai sektor, mulai dari manufaktur hingga layanan, dan melibatkan berbagai jenis barang dan jasa. Industri tidak hanya terkait dengan produksi barang-barang fisik, tetapi juga mencakup beragam jasa yang mendukung berbagai aspek kehidupan dan bisnis.

Manufaktur adalah suatu proses pengolahan bahan, zat, atau komponen secara fisik, mekanis, atau kimiawi menjadi produk baru (Levinson 2017). Definisi ini menggarisbawahi proses pengolahaan dari barang mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi. Dalam proses pengolahan barang mentah menjadi barang jadi, terlibat berbagai sumber daya, seperti tenaga kerja, mesin, dan peralatan pendukung yang dalam skala besar dengan tujuan komersial untuk menjual kepada konsumen umum dan mencapai laba (Sukmanto 2020). 

Industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS 2022). Industri manufaktur melibatkan pengolahan barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan menjadi produk jadi atau setengah jadi yang lebih bernilai.

Industri manufaktur merupakan salah satu katalis pertumbuhan perekonomian suatu negara, terutama negara berkembang, dalam jangka panjang. Pengembangan industri manufaktur mendorong insentif untuk menabung, mempercepat laju akumulasi teknologi, dibandingkan dengan industri lain, dan  meningkatkan penggunaan sumber daya manusia dan institusi domestik (Su and Yao 2016). Hal ini disebabkan oleh peran industri ini dalam menghasilkan eksternalitas positif, seperti spillover teknologi terhadap industri lain, dan dampak ekonomi makro dan distributifnya yang signifikan. Eksternalitas ini dapat menyebabkan munculnya percepatan dalam proses pertumbuhan atau, sebaliknya, menciptakan hambatan, seperti yang diartikulasikan dalam teori “big push” dari Rosenstein-Rodan (1943). 

Industri manufaktur, karena memiliki konektivitas yang kuat dengan bagian ekonomi lainnya, dapat menciptakan ketidakseimbangan yang mengarah ke fase pertumbuhan ekonomi yang berbeda (Hirschman, 1958). Artinya, ketika industri manufaktur berkinerja baik, hal ini dapat berdampak positif pada seluruh perekonomian, namun jika menghadapi masalah, hal ini juga dapat memperlambat perekonomian secara keseluruhan. Hal ini karena aktivitas manufaktur adalah mesin yang menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Industri manufaktur terkoneksi dengan banyak industri lain, baik hulu maupun hilir. Jadi, ketika industri manufaktur berkembang pesat, industri ini cenderung mendorong pertumbuhan ekonomi, dan ketika industri ini mengalami perlambatan, industri ini dapat menghambat pertumbuhan. 

Menurut Szirmai (2012) dan Szirmai dan Verspagen (2015), untuk negara-negara berkembang, terdapat korelasi empiris antara tingkat perkembangan manufaktur dan pendapatan per kapita. Selain itu, industri manufaktur sering kali lebih efisien dibandingkan industri pertanian dan jasa, sehingga ketika sumber daya dialihkan dari industri pertanian ke industri manufaktur, hal ini akan meningkatkan perekonomian. Hal ini sangat bermanfaat bagi negara-negara berkembang yang ingin meningkatkan kondisi ekonomi mereka. Akan tetapi, jika sumber daya berpindah dari industri manufaktur ke industri jasa, hal ini dapat memperlambat kemajuan ekonomi, terutama jika industri jasa tidak memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. (Baumol, 1967). Dengan kata lain, dampaknya terhadap perekonomian dapat menjadi positif ketika sumber daya berpindah dari pertanian ke manufaktur, namun berpotensi negatif ketika berpindah dari manufaktur ke jasa.

Negara-negara seperti Jepang (1945-75), Korea Selatan (1965-95), Taiwan (1946-76), Cina (1976-2007) mengalami periode pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Pertumbuhan ini didorong oleh industrialisasi dan dampak positif yang muncul pada ekonomi masing-masing negara, seperti spillover effect. Selama berbagai rangkaian waktu, negara-negara ini mengembangkan industri manufaktur yang sangat kompetitif, yang memainkan peran penting dalam rantai pasok manufaktur global (Gabriel dan Ribeiro, 2019).

Industri manufaktur bukan sekadar pengolahan barang mentah menjadi barang jadi, tetapi juga merupakan aspek integral dari kegiatan ekonomi yang bertujuan mencapai efisiensi dalam proses produksi. Kombinasi antara efisiensi operasional, investasi dalam teknologi, dan pengembangan tenaga kerja adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan dalam konteks pembangunan ekonomi.

METODE PENELITIAN

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini menggunakan data panel tahun 2013 – 2022 dari 33 provinsi yang terdapat di Indonesia sebagai sampel yang diobservasi. Dalam penelitian ini, Kalimantan Utara tidak diikutsertakan sebagai provinsi yang diobservasi karena Kalimantan Utara baru diresmikan sebagai provinsi baru pada tahun 2012 berdasarkan UU No. 20 tahun 2012, sehingga beberapa data variabel pada tahun 2013-2014 tidak/belum tersedia.

Tabel 3.1. Spesifikasi dan Sumber Data Variabel

Peran VariabelVariabelSpesifikasiSatuanSumber Data
Variabel Dependen(Y)Real Gross Regional Domestic Product (GRDPr)Total Real Gross Regional Domestic Product per provinsi di IndonesiaJuta RupiahBadan Pusat Statistik
Variabel Independen(X1)Sektor Industri Manufaktur (mncf)Total nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita per provinsi di IndonesiaRibu RupiahBadan Pusat Statistik
Variabel Independen(X2)Inflasi (inf)Laju pertumbuhan inflasi tahunan per provinsi di IndonesiaPersenBadan Pusat Statistik
Variabel Independen(X3)Belanja Pemerintah (gov)Total belanja pemerintah per provinsi di IndonesiaJuta Rupiah Badan Pusat Statistik
Variabel Independen(X4)Pendapatan Asli Daerah (pad)Total Pendapatan Asli Daerah per provinsi di IndonesiaRibu RupiahBadan Pusat Statistik
Variabel Independen(X5)Jumlah Orang Bekerja (work)Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu per provinsi di IndonesiaUnit IndividuBadan Pusat Statistik

Sumber : BPS, diolah

Spesifikasi Model

Dalam model penelitian ini, peneliti menggunakan model regresi linear berganda sebagai model estimasi data panel untuk mengukur peranan sektor industri manufaktur terhadap kesejahteraan ekonomi. Dalam model yang dibangun, peneliti juga menambahkan beberapa variabel kontrol seperti, inflasi, belanja pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan jumlah orang bekerja. Sehingga, untuk model estimasi regresi data panel  kami berbentuk : 

Di mana y merupakan kesejahteraan ekonomi yang diproksikan dengan Real GRDP; β0 merupakan konstanta atau nilai rata-rata estimasi Real GRDP jika tidak dipengaruhi oleh variabel lain. β1 merupakan koefisien sektor industri manufaktur yang diproksikan dengan nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita; k merupakan jumlah variabel kontrol yang digunakan dalam model; βk merupakan koefisien dari variabel-variabel kontrol; ∁ merupakan variabel kontrol; ϑ merupakan unobserved effect; ∈ merupakan idiosyncratic error.

Dalam model penelitian ini, kami menggunakan variabel kontrol sebagai pengontrol dari estimasi pengaruh variabel sektor industri manufaktur terhadap Real GRDP agar mengurangi kemungkinan bias yang terjadi pada koefisien sektor industri manufaktur. Dalam model kami, variabel inflasi, belanja pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan jumlah orang bekerja berperan sebagai variabel kontrol, sehingga dapat dibentuk ke dalam persamaan seperti berikut : 

Berdasarkan model tersebut, GRDPr merupakan variabel endogen. Sementara itu, nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita, laju inflasi, Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu, total belanja pemerintah, total pendapatan asli daerah, dan merupakan variabel eksogen. Adapun ϑi merupakan time-invariant effect yang menunjukan faktor unobserved tanpa dipengaruhi perubahan waktu dan ∈it  merupakan time variant effect yang menunjukan faktor unobserved yang dipengaruhi oleh perubahan waktu.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan estimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model (FEM) yang difasilitasi oleh STATA 17 sebagai instrumen analisis yang presisi untuk mencegah terjadinya kesalahan estimasi. Dalam memvalidasi hasil estimasi dalam model penelitian ini, peneliti melakukan uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat korelasi yang tinggi di antara variabel independen dalam model regresi. Sementara itu, uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan varians yang dihasilkan dari residual di tiap nilai observasi dalam model regresi.

HASIL ESTIMASI DAN INTERPRETASI

Sebelum kami melakukan estimasi dengan permodelan yang telah dibuat, dipaparkan terlebih dahulu mengenai statistik deskriptif yang mencakup nilai rata-rata, nilai standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum untuk melihat sebaran data yang terdapat di setiap variabel ditunjukan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Variabel

VariabelMeanSDMinMax
lnGRDPr18.82431.15362416.7174121.39287
lnmnfc8.2975261.200014.88280210.50274
inf4.1812732.564246-0.1811.9
lngov15.589950.8619413.8586418.15724
lnpad21.419871.26102518.8533228.59181
lnwork14.558650.98736812.7925416.97049

Sumber : Hasil Output STATA 17

Dari data tersebut, terlihat bahwa Standar Deviasi yang merupakan ukuran untuk melihat sebaran nilai data terhadap nilai rata-rata pada suatu variabel cenderung memiliki nilai yang relatif rendah. Selain itu, nilai minimum dan nilai maksimum yang dimiliki oleh setiap variabel tidak menunjukan adanya outlier karena rentang nilai minimum dan nilai maksimum di setiap variabel cenderung memiliki nilai yang stabil. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai sampel yang diobservasi di setiap provinsi Indonesia memiliki tingkat fluktuasi yang rendah di tiap waktunya.

Selanjutnya, peneliti melakukan Uji Chow, Uji LM, dan Uji Hausman. Uji Chow merupakan pengujian terhadap model regresi data panel mana yang sesuai di antara Common Effect Model atau Fixed Effect Model. Berdasarkan tabel 4.2 ditampilkan hasil Uji Chow.

Tabel 4.2. Uji Chow

Fixed Effect (within) regressionNumber of obs = 330
Prob > F = 0.0000

Sumber : Hasil Output STATA 17

Pada tabel di atas menunjukan bahwa probabilitas F memiliki nilai 0.0000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, penggunaan model menggunakan Common Effect Model ditolak dan Fixed Effect Model lebih baik digunakan. Selain itu, dilakukan juga Uji LM untuk menguji model regresi data panel mana yang sesuai di antara Common Effect Model atau Random Effect Model. Berdasarkan tabel 4.3 ditampilkan hasil Uji LM. 

Tabel 4.3. Uji LM

Breusch and Pagan Lagrangian multiplier test for random effects
        lngdrpriil[province,t] = Xb + u[province] + e[province,t]
        Estimated results:                                     Var     SD = sqrt(Var)                —————————————————               lngdrpr~l   1.330848       1.153624                             e    .0020169       .0449104                             u   .0432863       .2080536
        Test: Var(u) = 0                             chibar2(01) =   943.70                          Prob > chibar2 =   0.0000

Sumber : Hasil Output STATA 17

Pada tabel di atas menunjukan bahwa probabilitas chibar2 memiliki nilai 0.0000 lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%. Dengan demikian, penggunaan model menggunakan Common Effect Model ditolak dan Random Effect Model lebih baik digunakan. Terakhir, dilakukan Uji Hausman untuk melakukan pengujian model regresi data panel mana yang sesuai di antara Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pada tabel 4.4, hasil yang didapat adalah bahwa Prob > Chi2 sebesar 0.0000 lebih rendah daripada tingkat signifikan 5%. Hal tersebut berimplikasi bahwa model yang digunakan sebaiknya menggunakan model Fixed Effect. Dari Uji Chow, Uji LM, dan Uji Hausman yang telah dilakukan, Fixed Effect Model menjadi model yang paling terbaik untuk digunakan dalam mengestimasi model data panel yang sudah dibangun dalam penelitian ini.

Tabel 4.4. Uji Hausman

Test of H0: Difference in coefficients not systematic
    chi2(5) = (b-B)'[(V_b-V_B)^(-1)](b-B)            = 115.47Prob > chi2 = 0.0000(V_b-V_B is not positive definite)

Sumber : Hasil Output STATA 17

Selanjutnya ditampilkan Matriks Korelasi untuk melihat seberapa besar hubungan yang dimiliki setiap variabel independen dengan variabel independen lainnya. Matriks korelasi ini digunakan untuk melihat masalah multikolinearitas yang terjadi pada model yang digunakan. Hubungan yang memiliki nilai ≥ 80% memiliki indikasi adanya hubungan yang kuat antar variabel independen, sehingga memunculkan adanya multikolinearitas. Namun, interpretasi dalam penggunaan matriks korelasi perlu dilakukan dengan kehati-hatian karena hubungan yang terjadi antar variabel independen di matriks korelasi bersifat linear. Selain itu, hubungan yang terdapat di matriks korelasi tidak menunjukan adanya bentuk kausalitas antar variabel independen. Berikut ditunjukan tabel matriks korelasi antar variabel pada tabel 4.5. 

Tabel 4.5. Matriks Korelasi Antar Variabel Independen

Variabellnmnfcinflngovlnpadlnwork
lnmnfc1
inf-0.01491
lngov0.4394-0.16081
lnpad0.4666-0.03480.83841
lnwork0.2897-0.00760.78460.84211

Sumber : Hasil Output STATA 17

Berdasarkan tabel matriks korelasi diatas, korelasi yang memiliki hubungan dengan nilai ≥ 80% adalah Pendapatan Asli Daerah (lnpad) dengan belanja pemerintah (lngov) dan  Pendapatan Asli Daerah (lnpad) dengan jumlah orang bekerja (lnwork) yang menunjukan adanya hubungan kuat di antara variabel tersebut. Adapun hubungan negatif yang dimiliki pada inflasi dengan setiap variabel independen lainnya. 

Selain dari matriks korelasi, ditampilkan juga uji multikolinearitas dengan menggunakan uji Variance Inflation Factor (VIF) pada tabel 4.6. Hasil yang diperoleh yaitu tidak terdapat masalah multikolinearitas secara keseluruhan karena dalam uji kriteria, nilai Mean VIF berada dibawah 10.

Tabel 4.6. Uji Multikolinearitas

VariableVIF1/VIF
lnpad5.310.188191
lnwork4.020.248838
lngov4.020.248959
lnmnfc1.380.722250
inf1.080.925608
Mean VIF3.16

Sumber : Hasil Output STATA 17

Adapun uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mendeteksi apakah dalam model yang digunakan terdapat masalah heteroskedastisitas atau tidak. Heteroskedastisitas merupakan masalah yang terjadi ketika varian dari residual setiap pengamatan tidak konstan. Hal ini akan menyebabkan nilai koefisien menjadi bias atau tidak konsisten. Sehingga, peneliti melakukan pengujian heteroskedastisitas dengan metode Breusch–Pagan test terhadap model yang digunakan untuk menghindari adanya koefisien yang bias yang dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Uji Heteroskedastisitas

Breusch–Pagan/Cook–Weisberg test for heteroskedasticity Assumption: Normal error termsVariable: Fitted values of lnGRDPr
H0: Constant variance
   chi2(1) =   4.27Prob > chi2 = 0.0389

Sumber : Hasil Output STATA 17

Berdasarkan hasil yang didapat, nilai Prob > chi2 sebesar 0.0389. Hal tersebut menunjukan bahwa pada model yang digunakan peneliti memiliki masalah heteroskedastisitas karena nilai Prob > chi2 lebih rendah daripada tingkat signifikan 5%. Sehingga, peneliti melakukan robust untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas pada model yang digunakan. 

Tabel 4.8 merangkum hasil estimasi peranan sektor manufaktur terhadap kesejahteraan ekonomi dengan menggunakan Fixed Effect Model tersebut. Berikut ditampilkan hasil rangkuman estimasi pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Hasil Uji Regresi Fixed Effect Model (FEM)

FEM
VARIABLESlnGRDPr
lnmnfc0.230***
(0.0130)
inf-0.00395***
(0.00120)
lngov0.105***
(0.0147)
lnpad0.0229***
(0.00618)
lnwork0.805***
(0.0498)
Constant3.085***
(0.583)
Observations330
Prob > F0.0000
R-squared0.899
Number of province33

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

Sumber : Hasil Output STATA 17

Berdasarkan tabel 4.8, hasil estimasi dengan menggunakan pendekatan model Fixed Effect Model (FEM) memperoleh bahwa nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real Gross Regional Domestic Product (Real GRDP) pada tingkat signifikan 1% dengan hubungan searah. Setiap peningkatan 1% nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita, maka rata-rata Real GRDP seluruh provinsi di Indonesia akan meningkat sebesar 23%, ceteris paribus. Selain itu, inflasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real GRDP pada tingkat signifikan 1% dengan hubungan tidak searah. Setiap adanya peningkatan 1% inflasi, maka rata-rata Real GRDP akan menurun sebesar 0.395%, ceteris paribus. Hal tersebut sesuai dengan teori hubungan tingkat harga dengan pertumbuhan ekonomi yang menyatakan bahwa hubungan inflasi dengan output adalah negatif (Mankiw et al, 1992). Melihat kebijakan makroprudensial yang terjadi saat ini, Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6% sejak Oktober 2023. Hal tersebut dilakukan guna menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dari ketidakpastian ekonomi global untuk memitigasi adanya dampak inflasi barang impor sehingga inflasi diharapkan dapat terkendali. Sebuah teori penting dalam makro ekonomi menyatakan bahwa instrumen dalam mengendalikan tekanan inflasi adalah dengan meningkatkan suku bunga. Sehingga, bersambung dengan hasil temuan yang kami dapat, kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia dengan meningkatkan suku bunga acuan adalah untuk mengendalikan inflasi agar mencegah terjadinya penurunan pendapatan nasional (Real GRDP), karena hubungan inflasi negatif dengan Real GRDP, maka kebijakan makroprudensial sudah tepat untuk menjaga kestabilan pendapatan nasional.

Adapun belanja pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real GRDP pada tingkat signifikansi 1%. Setiap kenaikan 1% belanja pemerintah, maka rata-rata Real GRDP akan meningkat sebesar 10.5%, ceteris paribus. Dalam persamaan identitas GDP, belanja pemerintah menjadi salah satu komponen pembentuk nilai GDP dengan hubungan searah dalam teorinya Mankiw et al (1992). Ketika belanja pemerintah meningkat, maka GDP akan meningkat. Selain itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real GRDP pada tingkat signifikansi 1%. Setiap kenaikan 1% Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka akan meningkatkan Real GRDP sebesar 2.29%, ceteris paribus

Dan yang terakhir, jumlah orang di atas 15 tahun yang bekerja selama seminggu yang lalu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real GRDP pada tingkat signifikansi 1%. Ketika terjadi kenaikan 1% jumlah orang di atas 15 tahun yang bekerja selama seminggu yang lalu, maka rata-rata Real GRDP akan meningkat sebesar 80.5%. Salah satu kebijakan pemerintah yang saat ini tengah diakselerasi adalah kebijakan hilirisasi barang mentah untuk diproduksi menjadi intermediate demand atau final demand di domestik baik di sektor pertambangan, perkebunan, perikanan, pertanian, dll. Adanya Adanya kebijakan hilirisasi ini dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan nilai tambah sehingga ketika dipasarkan, khususnya pada pasar internasional memiliki kontribusi secara signifikan terhadap perekonomian nasional. Program hilirisasi ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memperluas lapangan usaha yang dibangun. Luasnya lapangan usaha ini dapat meningkatkan serapan tenaga kerja sehingga dapat berkontribusi signifikan terhadap Real GRDP maupun Real GDP.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Adanya penelitian ini dilakukan untuk melihat peranan sektor manufaktur terhadap kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Dengan menggunakan data panel dari tahun 2013 hingga 2022 serta terdiri dari 33 provinsi di Indonesia – kecuali Kalimantan Utara –, peneliti kemudian mengembangkan sebuah model untuk melihat peranan sektor manufaktur yang diproksikan oleh nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita terhadap kesejahteraan ekonomi yang diproksikan oleh Real GRDP 

Sebelum melakukan estimasi, peneliti melakukan Uji Chow, Uji LM, dan Uji Hausman untuk menentukan model data panel mana yang cocok pada model estimasi kami antara Common Effect Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Hasilnya adalah Fixed Effect Model menjadi model terbaik untuk mengestimasi model estimasi kami. Adapun uji validitas asumsi klasik dilakukan yaitu, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Pada uji multikolinearitas dengan menggunakan Variance Inflation Factor (VIF), hasilnya adalah tidak terdapat masalah multikolinearitas. Sementara pada uji heteroskedastisitas dengan menggunakan Breusch–Pagan test, hasilnya terdapat masalah heteroskedastisitas. Sehingga, peneliti kemudian melakukan robust sebagai langkah untuk menyelesaikan masalah heteroskedastisitas pada model estimasi yang telah dibangun.

Dalam temuan peneliti menggunakan model Fixed Effect, menyatakan bahwa variabel nilai tambah sektor industri manufaktur per kapita, inflasi, belanja pemerintah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan jumlah orang di atas 15 tahun yang bekerja selama seminggu yang lalu memiliki pengaruh yang signifikan secara parsial pada tingkat signifikansi 1% terhadap Real GRDP. 

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa limitasi yang belum dapat peneliti jelaskan. Dalam penelitian ini, dijelaskan bahwa rata-rata sektor industri manufaktur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Real GRDP dengan hubungan yang positif untuk seluruh provinsi di Indonesia. Akan tetapi, yang terjadi saat ini adalah pemerataan pembangunan di tiap provinsi di Indonesia masih belum merata. Hal tersebut membuat kemungkinan bahwa sektor industri manufaktur belum tentu memiliki pengaruh yang signifikan secara spasial di tiap provinsi di Indonesia. Selain itu, dalam model yang digunakan pada penelitian ini menggunakan model statis. Sehingga, peneliti tidak dapat melihat signifikansi pengaruh sektor industri manufaktur terhadap Real GRDP baik di jangka pendek maupun di jangka panjang dengan menggunakan model dinamis. Adapun kami menyinggung bahwa spillover effect yang menyatakan bahwa setiap daerah yang unggul dapat memberikan efek terhadap daerah lain. Dalam penelitian ini, tidak dijelaskan mengenai estimasi hal tersebut.

Rekomendasi

Berdasarkan temuan dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa peran sektor manufaktur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi, maka hal yang harus menjadi perhatian bersama adalah bagaimana instrumen yang sesuai dan tepat dalam menstimulasi peningkatan produktivitas sektor industri manufaktur serta mengurangi resiko-resiko yang dapat menurunkan produktivitas sektor industri manufaktur. Sehingga, peneliti dapat memberikan rekomendasi untuk mendorong sektor industri manufaktur di seluruh provinsi di Indonesia.

Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Terdapat sebuah studi yang menyatakan bahwa peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia dapat mendorong peningkatan kualitas perusahaan (Artini, 2015). Selain itu, ditemukan studi yang menyatakan bahwa kinerja karyawan dapat meningkatkan loyalitas pelanggan serta kepuasan pelanggan, sehingga dapat meningkatkan kualitas kualitas perusahaan (Nursiti, D.N. dan Fedrick, 2018). Hal tersebut menunjukan bahwa peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia menjadi kunci penting dalam menstimulasi kinerja perusahaan secara umum, termasuk pada sektor industri manufaktur.

Melakukan efisiensi biaya. terdapat sebuah studi yang menyatakan bahwa biaya operasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laba bersih perusahaan dengan hubungan searah (Sari & Rimawa, 2020). Hal tersebut berimplikasi bahwa jika perusahaan dapat melakukan efisiensi biaya perusahaan, maka akan meningkatkan pendapatan perusahaan secara signifikan. 

Meningkatkan penerapan teknologi digital secara inklusif. terdapat sebuah studi yang menyatakan bahwa peran teknologi digital memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rantai nilai global sektor manufaktur (Fu, 2022). Penelitian tersebut juga dilakukan pada negara berkembang, yaitu Cina. Sehingga, dengan adanya temuan tersebut membuat peranan teknologi digital memiliki pengaruh yang signifikan dalam menstimulus sektor industri manufaktur. Meningkatkan peran technological progress untuk meningkatkan produktivitas faktor produksi tenaga kerja dan kapital sektor industri manufaktur. Terdapat sebuah studi yang dilakukan oleh Herulakso (1993) dalam penelitian skripsi yang menyatakan bahwa peran technological progress memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas sektor industri manufaktur. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan inovasi, keahlian, production method, dll dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan kapital, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas sektor industri manufaktur.

DAFTAR PUSTAKA

Adofu, I., Taiga, U. U., & Tijani, Y. (2015). Manufacturing sector and economic growth in Nigeria (1990-2013). Donnish journal of economics and international finance, 1(1), 001-006.

Afolabi, A., & Laseinde, O. T. (2019, December). Manufacturing sector performance and economic growth in Nigeria. In Journal of Physics: conference series (Vol. 1378, No. 3, p. 032067). IOP Publishing. DOI 10.1088/1742-6596/1378/3/032067

Andriansyah, A., Nurwanda, A., & Rifai, B. (2021). Structural Change and Regional Economic Growth in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 1–34. doi:10.1080/00074918.2021.1914320.

Attiah, E. (2019). The role of manufacturing and service sectors in economic growth: an empirical study of developing countries. European Research Studies Journal, 22(1), 112-127.

Badan Pusat Statistik. (2022). Distribusi PDRB Per Provinsi Tahun 2020-2022. https://www.bps.go.id/indicator/52/289/1/-seri-2010-distribusi-pdrb-terhadap-jumlah-pdrb-34-provinsi-atas-dasar-harga-berlaku-menurut-provinsi.html

Badan Pusat Statistik. (2022). Inflasi 90 Kota (Umum) 2022. https://www.bps.go.id/indicator/3/1708/2/inflasi-90-kota-umum-.html

Badan Pusat Statistik. (2022). Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur Per Kapita. https://www.bps.go.id/indicator/9/1215/1/nilai-tambah-sektor-industri-manufaktur-per-kapita.html

Badan Pusat Statistik. (2022). Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Provinsi dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu, 2008 – 2022. https://www.bps.go.id/statictable/2016/04/04/1907/penduduk-berumur-15-tahun-ke-atas-menurut-provinsi-dan-jenis-kegiatan-selama-seminggu-yang-lalu-2008—2022.html

Badan Pusat Statistik. (2022). Proporsi Nilai Tambah Sektor Industri Manufaktur Terhadap PDB.https://www.bps.go.id/indicator/9/1214/1/proporsi-nilai-tambah-sektor-industri-manufaktur-terhadap-pdb.html

Badan Pusat Statistik. (2022).  [SERI 2010] PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran (2010=100). https://www.bps.go.id/indicator/171/533/2/-seri-2010-2-pdrb-atas-dasar-harga-konstan-menurut-pengeluaran-2010-100-.htm

Basofi, A. (2017). Analisis Pengukuran Kesejahteraan di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 5(2).

Baumol, W. J. (1967). Macroeconomics of Unbalanced Growth: The Anatomy of Urban Crisis. The American Economic Review, 57(3), 415–426. http://www.jstor.org/stable/1812111

Beveridge, Thomas M. (2012). Study guide for Principles of macroeconomics, tenth edition, Case, Fair, Oster. Boston :Pearson Prentice Hall,

BI Kagetin Pasar, Suku Bunga Masih BIsa Naik Lagi? (2023, October 20). CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/research/20231020033136-128-482130/bi-kagetin-pasar-suku-bunga-masih-bisa-naik-lagi

Direktorat Statistik Industri. (2022). Direktori Industri Manufaktur Indonesia, 2022. Badan Pusat Statistik.

Fu Q. (2022). How does digital technology affect manufacturing upgrading? Theory and evidence from China. PloS one, 17(5), e0267299. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0267299

Gabriel, L. F., & de Santana Ribeiro, L. C. (2019). Economic growth and manufacturing: An analysis using Panel VAR and intersectoral linkages. Structural Change and Economic Dynamics, 49, 43-61. https://doi.org/10.1016/j.strueco.2019.03.008

Haraguchi, N., Cheng, C. F. C., & Smeets, E. (2017). The importance of manufacturing in economic development: has this changed?. World Development, 93, 293-315.

Herulakso A. (1993). Technological progress dan technical efficiency change sebagai dimensi pembentukan perubahan produktivitas dalam sektor manufaktur Indonesia: 1978 – 1988. Perpustakaan UI. https://lib.ui.ac.id/m/detail.jsp?id=20184339&lokasi=lokal#

Hirschman, A.O., 1958. The Strategy of Economic Development. Yale University Press, New Haven.

Kemenperin: Jadi Penggerak Ekonomi, Kontribusi Manufaktur Masih Tertinggi. (2023, August 8).

Kementerian Perindustrian. https://kemenperin.go.id/artikel/24240/Jadi-Penggerak-Ekonomi,-Kontribusi-Manufaktur-Masih-Tertinggi- 

Kementerian Investasi/BKPM – Hilirisasi Berikan Kontribusi Positif pada Capaian Realisasi Investasi Triwulan III 2023. (2023, October 21). BKPM. https://www.bkpm.go.id/id/info/siaran-pers/hilirisasi-berikan-kontribusi-positif-pada-capaian-realisasi-investasi-triwulan-iii-2023

Levinson, M. (2017). What is manufacturing? Why does the definition matter?.

Mankiw, N. Gregory author. (2016). Macroeconomics. 7th Edition. New York :Worth Publishers.

MEMAHAMI MODEL RANDOM EFFECT DALAM SOFTWARE PENGOLAHAN DATA EVIEWS. (2021, August 13). BINUS Accounting. https://accounting.binus.ac.id/2021/08/13/memahami-model-random-effect-dalam-software-pengolahan-data-eviews/

Milgrom, P., & Roberts, J. (1990). The Economics of Modern Manufacturing: Technology, Strategy, and Organization. The American Economic Review, 80(3), 511–528. http://www.jstor.org/stable/2006681

Minh, N. K., Hung, N. V., Hoa, H. Q., & Khanh, P. V. (2014). FDI and Efficiency Convergence, the Case of Vietnamese Manufacturing Industry. British Journal of Economics, Management & Trade, 5(2), 172-180.

Mukhlis, Mukhlis, Agglomeration of Manufacturing Industrial, Economic Growth, And Interregional Inequality in South Sumatra, Indonesia (June 13, 2020). Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=3626058 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.3626058

Nightingale, J. (1978). On the Definition of `Industry’ and `Market’. The Journal of Industrial Economics, 27(1), 31–40. https://doi.org/10.2307/2098116

Onyimadu, Chukwuemeka Onyebuchi and Onyimadu, Chukwuemeka Onyebuchi, An Overview of Endogenous Growth Models: Theory and Critique (November 3, 2015). International Journal of Physical and Social Sciences, Volume 5, Issue 3, March 2015, Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2685545 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.2685545

Peranan Manajemen SDM pada Perusahaan Manufaktur. (2023, October 23). Kompasiana.com. https://www.kompasiana.com/herdiseptiawan4800/65365c0006b56a5dea52c962/peranan-manajement-sdm-pada-perusahaan-manufaktur

Rocha, I. L. (2018). Manufacturing as driver of economic growth. PSL Quarterly Review, 71(285).

Rodrik, D. (2016). Premature deindustrialization. Journal of economic growth, 21, 1-33.

Rosenstein-Rodan, P. N. (1943). Problems of industrialisation of eastern and south-eastern Europe. The economic journal, 53(210-211), 202-211. https://doi.org/10.2307/2226317

Sembe, A., Mokodompit, M., & Parastri, D. H. (2021). Analisis Z-Score Dalam Mengukur Kinerja Keuangan Untuk Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Transportasi yang Terdaftar Di BEI Pada Masa Pandemi Covid-19. ACE: Accounting Research Journal, 1(2), 137-150. 10.1080/00074918.2021.1914320 

Septianingsih, A. (2022). PEMODELAN DATA PANEL MENGGUNAKAN RANDOM EFFECT MODEL UNTUK MENGETAHUI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI UMUR HARAPAN HIDUP DI INDONESIA. Jurnal Lebesgue: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, Matematika dan Statistika, 3(3), 525-536. DOI: https://doi.org/10.46306/lb.v3i3.163

Siregar, E. S., Sentosa, S. U., & Satrianto, A. (2023). An analysis on the economic development and deforestation. Global Journal of Environmental Science and Management. https://doi.org/10.22034/gjesm.2024.01.22

Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2013-2016. (2016). Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata. Badan Pusat Statistik. 

Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2016-2019. (2019). Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata. Badan Pusat Statistik. 

Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2018-2021. (2021). Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata. Badan Pusat Statistik. 

Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi 2021-2022. (2022). Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata. Badan Pusat Statistik. 

Su, D., & Yao, Y. (2017). Manufacturing as the key engine of economic growth for middle-income economies. Journal of the Asia Pacific Economy, 22(1), 47–70. doi:10.1080/13547860.2016.1261481

Sukmanto, Bambang Teja. (2020). PERSEPSI KEBUTUHAN KARAKTER KERJA INDUSTRI BAGI TENAGA KERJA BEKERJA DI INDUSTRI MANUFAKTUR KABUPATEN CIREBON. S1 thesis, Universitas Negeri Yogyakarta.

Suku Bunga Naik, Industri Manufaktur Waswas. (2023, October 22). Kompas.id. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/10/22/suku-bunga-naik-bikin-pelaku-industri-manufaktur-waswas

Szirmai, A. (2012). Industrialisation as an engine of growth in developing countries, 1950–2005. Structural change and economic dynamics, 23(4), 406-420. https://doi.org/10.1016/j.strueco.2011.01.005 

Temenggung, D., Saputro, A., Rinaldi, R., & Pane, D. (2021). Managing recovery and seizing reform opportunities. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 57(1), 1-28. https://doi.org/10.1080/00074918.2021.1908207

Verico, K. (2021). What has been happening to Indonesia’s Manufacturing Industry? (No. 202158). LPEM, Faculty of Economics and Business, University of Indonesia.

Wooldridge, Jeffrey M., 1960-. (2012). Introductory econometrics : a modern approach. Mason, Ohio :South-Western Cengage Learning.

Leave a comment