BBM Tak Naik hingga Awal 2015

 

JAKARTA – Pemerintah berjanji tidak mengutak-atik kebijakan harga BBM subsidi dalam pembahasan APBN Perubahan 2014 maupun APBN 2015. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, meski APBN sangat terbebani subsidi BBM, tidak etis jika pemerintah saat ini mengubah harga BBM subsidi.

“Secara etika, itu memang wewenang pemerintah baru,” ujarnya selepas rapat paripurna di DPR kemarin (26/5).
Kalkulasi Kementerian Keuangan menunjukkan, subsidi BBM yang dalam APBN 2014 dipatok Rp 210,7 triliun bakal membengkak hingga Rp 285,0 triliun. Adapun subsidi listrik diproyeksi melonjak dari pagu Rp 71,4 triliun menjadi Rp 107,1 triliun. Dengan demikian, total subsidi BBM dan listrik tahun ini diperkirakan menembus angka Rp 392 triliun.
Menurut Chatib, yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah memangkas belanja kementerian/lembaga (K/L) dari Rp 637,8 triliun pada APBN 2014 menjadi Rp 539,3 triliun pada APBN Perubahan 2014. Lalu dalam APBN 2015, pemerintah hanya mematok belanja K/L sebesar Rp 610 triliun atau lebih rendah dibanding pagu APBN 2014.
Dengan pagu belanja K/L yang tidak terlalu besar, pemerintah yang akan datang bakal punya ruang fiskal lebih luas untuk melakukan program-program yang menjadi prioritas. Namun, jika pemerintah baru nanti ingin mendapat alokasi dana strategis yang lebih besar, bisa melakukan perubahan kebijakan subsidi BBM. “Misalnya dengan mengurangi subsidi BBM atau subsidi listrik, terserah nanti pemerintah baru,” katanya.
Kata Chatib, perubahan harga BBM sudah pasti tidak bisa dilakukan tahun ini karena pemerintah tidak memasukkan opsi tersebut dalam APBN Perubahan 2014. Selain itu, kenaikan harga BBM juga tidak bisa dilakukan awal 2015 karena pemerintah juga tidak memasukkan opsi tersebut dalam APBN 2015.
“Tapi pemerintah mendatang bisa melakukannya (menaikkan harga BBM) dalam APBN Perubahan 2015,” jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Divisi Energi, Sumber Daya Mineral, dan Pertambangan Bappenas Monty Girianna mengatakan, Bappenas sudah menyiapkan dua opsi kebijakan BBM subsidi yang akan diserahkan kepada pemerintah baru. “Opsi pertama adalah subsidi tetap. Opsi kedua adalah kenaikan harga bertahap,” ujarnya.
Menurut Monty, opsi subsidi tetap atau harga BBM fluktuatif kini tengah dimatangkan berbagai pihak. Mulai Bappenas, Dewan Energi Nasional (DEN), hingga Kementerian Keuangan. Namun, dia mengakui opsi itu kurang tepat diaplikasikan ketika volatilitas harga minyak tinggi. “Sebab, harga jual BBM subsidi akan fluktuatif,” timpalnya.
Dengan opsi itu, misalnya pemerintah mematok subsidi Rp 3.000 per liter, jika harga keekonomian premium Rp 10.000 per liter, maka harga yang dijual ke masyarakat Rp 7.000 per liter. Namun jika harga keekonomian naik jadi Rp 11.000 per liter, harga premium bersubsidi menjadi Rp 8.000 per liter. Demikian pula jika harga keekonomian turun menjadi Rp 9.000 per liter, harga premium bersubsidi menjadi Rp 6.000 per liter.
Bagaimana opsi kedua? Monty menyebut, opsi ini lebih sederhana. Yakni dengan menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap setiap enam bulan sekali. Misalnya dengan naik Rp 500 atau 1.000 setiap enam bulan. “Jadi dalam periode tertentu, harga BBM di masyarakat mencapai harga keekonomian tanpa subsidi,” ucapnya.(owi/oki/jpnn/che/k8)

Sumber : kaltimpost.co.id

Leave a comment